Impor Beras Antisipasi El Nino, Benarkah untuk Rakyat?
Jika alasan impor beras adalah untuk memenuhi stok CBP, di tengah program bansos beras untuk 21,353 juta dan persiapan menghadapi El Nino, seharusnya langkah yang diambil bukanlah impor, melainkan memanfaatkan pangan nasional
OPINI
Oleh Susci
(Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Balut-Sulteng)
MKM,Opini_Indonesia kembali mengimpor beras dari India, upaya ini dianggap sebagai bentuk antisipasi elnino yang kian menampakkan diri. Indonesia berharap dengan pengimporan beras dapat menambah stok penyimpanan untuk menghadapi El Nino.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, mengatakan bahwa dirinya sudah menekan kontrak impor beras dengan India sebanyak satu juta ton. Kontrak tersebut untuk mengunci harga beras yang bisa dipesan Indonesia jika membutuhkan impor. "Jika sewaktu-waktu butuh, kita bisa beli. Kita sudah pesan 1 juta ton". (finance.detik.com, 15/06/2023)
El Nino merupakan fenomena perubahan Suhu Permukaan Laut (SPL) yang mengalami peningkatan di atas suhu normal, terjadi di Samudra Pasifik. Sehingga, menyebabkan adanya pertumbuhan awan lebih tinggi, yang berdampak pada jumlah curah hujan di Indonesia mengalami pengurangan.
Namun nampaknya, solusi pemerintah dalam melakukan impor tak lain hanya menjadi solusi parsial, tanpa memperhatikan dampak yang akan dirasakan para petani. Memang benar, dengan impor akan menambah stok penyimpanan beras, namun bagaimana dengan beras yang dihasilkan para petani?
Keberadaan impor mampu membawa kesenjangan bagi produk lokal yang ada. Harga gabah petani akan mengalami penurunan, di samping berhadapan dengan peluapan air berlebih dan serangan tikus, para petani harus menerima kenyataan dengan adanya impor beras yang dilakukan negara, khususnya di Cirebon.
Sungguh menyayat hati, pengimporan yang terus dilakukan negara mampu memberikan kerugian bagi petani. Persaingan hasil akan terjadi, dan menjadikan impor luar negeri sebagai pemenang pasaran. Di sisi lain kerugian yang dihasilkan petani lokal cukup menguras biaya. Seperti, pembiayaan bibit, pupuk, dan pestisida. Selain itu, banyak stok beras milik petani yang tak dapat terjual, sehingga menimbun dan nyaris tak dapat lagi dikonsumsi.
Hal ini berdampak pada keberlangsungan SDM yang akan datang. Jika keuntungan panen beras tidak dapat dirasakan, maka menghentikan dan mengalihkan pada pekerjaan lain menjadi pilihan terakhir untuk terus memenuhi kebutuhan hidup. Tak heran jika lima tahun ke depan, keberadaan petani tak lagi terlihat sebagai lahan produksi lokal.
Sehingga, hal ini menimbulkan pertanyaan, tidakkah negara memperhatikan kondisi petani akibat impor, di tengah maraknya panen di berbagai tempat seperti, Cirebon, Bali, dan Kendari?
Dalam hal ini telah tampak jelas, bahwa penerapan kapitalisme sekularisme berhasil melumpuhkan sektor kepedulian negara terhadap rakyatnya. Kekhwatiran yang dirasakan petani akibat impor beras tak menjadi perhatian negara. Sampai hari ini masih banyak petani yang mengeluhkan impor pangan, namun tak ada upaya penghentiannya.
Jika alasan impor beras adalah untuk memenuhi stok CBP, di tengah program bansos beras untuk 21,353 juta dan persiapan menghadapi El Nino, seharusnya langkah yang diambil bukanlah impor, melainkan memanfaatkan pangan nasional.
Dalam hal ini, negara harus bertindak dalam menyediakan sarana dan prasarana seperti, lahan memadai, bibit, pupuk, dan pestisida dalam menunjang proses produksi pangan nasional, bukan malah mengambil solusi lain melalui impor luar negeri, yang mampu mempengaruhi kemandirian negara. Negara harus mampu bekerja sama dengan petani dalam mengembangkan pangan nasional saat akan menghadapi El Nino.
Tak heran jika kapitalisme sekularisme menciptakan negara yang terkesan tak ingin ribet dalam hal meningkatkan penyimpanan pangan, khususnya beras. Impor dianggap cepat dan tepat dalam menghadapi El Nino. Pertimbangan lainnya tak lagi menjadi acuan. Mirisnya, keadaan ini terus berulang dari tahun ke tahun.
Dalam hal pembiayaan sarana dan prasarana, keterlibatan ekonomi sangatlah dibutuhkan. Sehingga, sebagai negara yang berada di garis katulistiwa, pemenuhan kebutuhan pengelolaan pangan sangat mungkin terjadi dengan baik. Namun faktanya, hal tersebut juga tidak bisa menjamin adanya pembiayaan produksi pangan bagi petani.
Oleh karena itu, kapitalisme sekularisme terbukti tidak mampu menciptakan negara yang memprioritaskan kebutuhan rakyat secara menyeluruh, solusi demi solusi tak menyentuh titik permasalahan bahkan cenderung membuka masalah baru.
Persiapan Islam dalam Menghadapi El Nino
Dalam mengatasi El Nino, Islam akan memprioritaskan pencegahan terlebih dahulu. Ketika Islam mendeteksi adanya peluang El Nino di tahun yang akan datang, maka Islam akan melakukan beberapa tahap dalam mengatasi dampak yang diakibatkan oleh El Nino, termasuk kekeringan.
Islam menyadari bahwa dampak dari kekeringan akan memberikan efek menurunnya produksi pangan sebagai bahan pokok kehidupan. Maka Islam akan mengusahakan adanya penambahan penyimpanan pangan, khususnya beras di tahun yang akan datang.
Tentu Islam tidak akan melakukan layaknya yang dilakukan oleh kapitalisme sekularisme, melainkan Islam akan memanfaatkan lahan dan SDM yang ada. Islam akan meminta negara menggarap lahan yang mampu memproduksi pangan dengan baik, memberikan bibit, pupuk, dan pestisida secara gratis, serta mengontrol adanya hama yang masuk.
Kontribusi negara dalam hal ini akan membantu petani dalam menghasilkan beras dalam jumlah yang banyak dengan kualitas terbaik. Sehingga, tidak ada lagi ketergantungan pangan di negara lain dengan berbagai alasan apapun. Islam memahami bahwa impor yang berlebihan akan memberikan kerugian bagi petani dan mampu memengaruhi kedaulatan negara, negara akan terkesan tak mampu menggarap sendiri pangan yang dimiliki.
Dalam mengatasi hal tersebut, tentu Islam akan memanfaatkan instrumen tambahan yakni keuangan yang dikelola di dalam baitul mal, lembaga yang bertugas mengatur penerimaan, pengelolaan, dan pengeluaran keuangan negara dengan baik. Sumber pemasukan baitul mal berasal dari fa'i, kharaj, jizyah, ghanimah, SDA yang dikelola mandiri dan lain sebagainnya. Dengan sumber tersebut, negara akan mampu membiayai segala kebutuhan dalam proses produksi pangan nasional.
Selain itu, Islam tentu menghadirkan para pemimpin yang bertakwa kepada Allah Swt., dengan ketakwaan tersebut para pemimpin akan berhati-hati dalam mengambil keputusan. Mereka akan senantiasa mengeksekusi segala sesuatu yang memberikan manfaat bagi masyarakat. Sebab, ketakutan mereka terhadap Allah Swt. amatlah besar. Mereka menyadari bahwa kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya.
Oleh karena itu, sudah saatnya umat menjadikan Islam sebagai aturan dan hukum dalam mengambil keputusan. Islam akan mampu mengatasi segala problematika kehidupan, termasuk menghadapi elnino. Selain itu, keberadaan Islam sebagai satu-satunya pemutus kebijakan, merupakan kewajiban. Sehingga, tidak ada alasan bagi umat untuk menolak Islam sebagai aturan hidup.
Wallahualam bissawab
Komentar
Posting Komentar