Kisah Petani di Negeri Dongeng

🖤Admin MKM


Apa artinya pemimpin ikut-ikutan pergi ke sawah, tetapi kebutuhan para petani tidak terpenuhi? Apa kewajiban pemimpin ikut mencangkul di sawah jika pada akhirnya produk pertanian terus impor? Apa gunanya mengunjungi para petani jika banyak kebijakan yang merugikan dan memberatkan para petani?


OPINI


Oleh Tati Ristianti 

Komunitas Ibu Peduli Generasi dan Anggota AMK


MKM,OPINI_ Sebut saja dia seorang saudagar kaya yang banyak sekali tokonya. Dia sedang berjalan dan melihat-lihat ke arah persawahan. Namun sayang, di tengah jalan saudagar tersebut dikejutkan dengan adanya seekor ular kobra. Beliau sangat ketakutan, keuntungan tak jauh dari sana terlihat ada seorang petani yang sedang bekerja mencangkul tanaman. Ia pun segera meminta tolong.

Mendengar ada yang meminta pertolongan, petani itu pun mendekati untuk membantu. Dengan mudahnya petani mengusir ular tersebut. Bersamaan dengan terusirnya ular, sang saudagar berjanji akan memberikan hadiah kepada petani yang membantunya. Akhirnya petani mendapat hadiah berupa uang belanja dengan nilai sekian ratus rupiah. Namun dengan syarat, uang tersebut harus dibelanjakan di tokonya jangan kepada yang lain.

Cerita fiksi di atas mungkin tetap ada di atas apa yang terjadi pada petani yang hidup di negeri kapitalis saat ini. Mengutip dari laman jurnalsoreang.com, bahwa kelompok petani di Kabupaten Bandung mendapat bantuan pemerintah sebesar Rp500 ribu yang disalurkan melalui rekening BUMD. Salah seorang petani yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan mengatakan, rencana awal saat sosialisasi bantuan tersebut akan diberikan secara tunai. Namun dengan berjalannya waktu, bantuan tersebut diberikan kepada kelompok tani melalui rekening bank milik daerah. Ada arah bantuan yang harus dibelanjakan ke BUMD Kabupaten Bandung, meski harganya di atas standar pasaran. (Jurnalsoreang.com, 08/06/2023)

Memang benar, jiwa seorang individu masyarakat termasuk petani semua ingin disayang, dimengerti, dan diperhatikan. Juga nilai memiliki kemanusiaan. Sebab, menolong, dan memberi kemudahan di tengah orang yang sedang kesulitan, merupakan sikap kemanusiaan yang harus ada dalam diri setiap insan, tanpa mencampuradukkan dengan nilai materi.

Berbicara pangan akan berkaitan erat dengan petani yang menggarap pertanian. Tanpa ada lahan petani tidak bisa bertanam, apalagi untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Rupiah yang dihasilkan dari panen merupakan nilai material tanpa dicampuradukkan dengan nilai yang lain. Semata-mata adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun sayang, cerita fiksi bisa saja terjadi hari ini. Karena kita hidup di bawah sistem sistem sekuler kapitalisme. Yang mana, apa pun perbuatannya tidak memiliki nilai kerohanian. Semua berjalan diatas nilai dasar materi sehingga harus selalu ada keuntungan. Apalagi untuk menjaga dan mengayomi masyarakatnya pun memiliki mekanisme untung rugi yang tak mau rugi.

Negara memang tidak berfungsi me- ri'ayah , juga tidak ada niat untuk me- ri'ayah . Namun, hanya sebagai pengatur. Hubungan rakyat dan penguasa pun seperti hubungan penjual dan pembeli. Wajar kalau judulnya bantuan petani, tetapi uangnya ditransfer ke BUMD agar petani belanja ke BUMD tersebut meski harganya lebih mahal. Realitas ini dirasakan oleh hampir seluruh petani.

Sikap perhatian dan kepedulian seorang pemimpin, memang sangat diharapkan oleh para petani. Ketika semua itu didorong, maka pemimpin tidak perlu ikut-ikutan pergi dan turun ke sawah untuk menunjukkan kepeduliannya. 

Apa artinya pemimpin ikut-ikutan pergi ke sawah, tetapi kebutuhan para petani tidak terpenuhi? Apa kewajiban pemimpin ikut mencangkul di sawah jika pada akhirnya produk pertanian terus impor? Apa gunanya mengunjungi para petani jika banyak kebijakan yang merugikan dan memberatkan para petani?

Semuanya tidak berguna! Hanya menghabiskan waktu, tenaga, dan pasti mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi pergi ke sawah hanya untuk akting, selfie , penerangan kamera, dan sekadar pencitraan untuk menunjukkan bahwa dia peduli terhadap nasib petani.

Semua ini tentu berbeda dengan kebijakan pertanian dalam sistem Islam. Negara Islam akan memfasilitasi kebutuhan petani sehingga mereka bisa produktif dan menjadi penyangga ketahanan pangan. Pemimpin kepedulian terhadap petani bukan hanya membantu segala rupa yang diperlukan dalam pertanian, seperti bibit unggul, pupuk, alat dan teknologi pertanian, edukasi dan pembinaan seputar cocok tanam beserta pemasarannya, dan segala kebutuhan mereka. 

Namun, juga dapat diwujudkan dengan menyediakan lahan pertanian untuk mereka. Sebab, masalah pokok dalam pertanian adalah lahan. Pemimpin bisa mengaktifkan para petani menggarap lahan-lahan tidur. Juga mendorong mereka menghidupkan tanah mati. Yakni tanah yang belum pernah ada pemiliknya. Barang siapa yang menghidupkan tanah tersebut, diberikan hak untuk memiliki sebagaimana ketentuan syariat. Rasulullah saw. sepi, yang artinya:

“Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah yang mati, maka tanah tersebut menjadi hak miliknya.” (HR. Abu Dawud, dari Said bin Zaid)

Dengan begitu, pekerjaan petani akan tenang, hasil panen mereka bisa melimpah. Harganya murah sehingga terjangkau oleh rakyat. Mereka mendapatkan keuntungan, sementara rakyat tercukupi kebutuhan pangannya. Tak perlu impor karena kebutuhan pangan telah terpenuhi dari hasil pertanian dalam negeri. Bahkan, bisa ekspor ke luar negeri. Sehingga kebutuhan pangan dapat tercukupi, serta apa pun bentuk bantuan kepada para petani semua nyata dan tampak kebenarannya. Keberadaan petani benar-benar indah seperti di negeri dongeng.

Wallahualam bissawab.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan