Penyimpangan Akidah Dibiarkan, Mengapa Negara Tidak Bertindak Tegas?
Negara pun abai dalam menjaga akidah umat karena pemisahan agama dari pengaturan kehidupan manusia (sekularisme). Banyaknya penyimpangan dalam pelaksanaan syariat agama tidak dipandang sebagai sesuatu yang penting sehingga dibiarkan berkembang
Masyarakat dibiarkan memilah dan memilih sendiri pemahaman agamanya terutama Islam dengan tidak ada penjagaan sedikit pun dari negara. Padahal semestinya negaralah yang berkewajiban menjaga keimanan dan ketakwaan rakyatnya. Namun tidak demikian yang terjadi di negeri ini yang penduduknya mayoritas umat Islam
OPINI
Oleh Ummu Farizahrie
Pegiat Literasi dan Dakwah
MKM,Opini_Kontroversi terus bermunculan dari Pondok Pesantren (PP) Al Zaytun yang berada di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Setelah beberapa waktu yang lalu mereka menghebohkan publik dengan beredarnya foto perempuan yang salat di saf depan saat Idulfitri. Kemudian pernyataan pimpinannya Panji Gumilang di beberapa video viral yang beredar, menyatakan mengikuti Mazhab Soekarno. Kini pondok ini kembali membuat kekacauan melalui perkataan pemimpinnya bahwa dia seorang komunis.
Masyarakat sekitar pun akhirnya jengah. Ratusan massa yang tergabung dalam Forum Indramayu Menggugat mendatangi pondok pesantren ini pada hari Kamis, 15/6/2023 lalu. Mereka menuntut agar MUI dan Kementerian Agama (Kemenag) segera mengusut tuntas berbagai penyimpangan yang terjadi di PP Al Zaytun.
Selain itu mereka juga menuntut pengusutan tuntas atas kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh Panji Gumilang serta kasus dugaan perampasan tanah rakyat oleh Al Zaytun, menolak dermaga khusus pondok pesantren tersebut dan menganggap Al Zaytun tidak bermanfaat bagi masyarakat sekitar. (tvOne news.com, 17/6/2023)
Dikutip dari laman Republika (18/6/2023), dikatakan oleh K.H. Athian Ali bahwa Al Zaytun juga disinyalir berafiliasi dengan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) KW 9. Bahkan 115 ribu masyarakat pernah bergabung, umumnya dari kalangan mahasiswa, buruh, dan karyawan. Dikabarkan bahwa dalam menjalankan aktivitas kelompoknya, mereka diminta menyerahkan sejumlah harta hingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang dengan cara merampok dan mencuri.
Ketua MUI Indramayu K.H. M. Syatori sendiri dengan tegas menyatakan ajaran Al Zaytun sudah amat menyimpang dan jauh dari syariat Islam. Di antaranya tata cara salat yang membolehkan wanita berada di saf depan, puasa Ramadan dianggap tidak umum, serta ibadah haji yang tidak harus dilakukan di Mekah dan Madinah, melainkan bisa dilakukan di Indonesia saja. Kemudian beliau meminta agar masyarakat tidak mengikuti kegiatan pendidikan di pondok pesantren mewah tersebut.
Selain itu banyaknya pelanggaran syariat Islam yang dilakukan oleh pondok pesantren itu sangatlah mengerikan. Zina dibolehkan asalkan ditebus (walaupun dibantah oleh salah seorang alumnus PP Al Zaytun dan menyatakan hal tersebut tidak benar), mengucapkan salam ala Yahudi, mengatakan bahwa Al-Qur'an itu bukan kalamullah tetapi kalam Rasulullah saw., meragukan bahwa para habaib adalah keturunan Rasulullah saw., dan lain sebagainya.
Belum lagi pernyataan kontroversial bahwa Panji Gumilang menganut Mazhab Soekarno. Setidaknya itulah yang dikatakannya dalam video yang beredar viral di YouTube. Meskipun ada pihak yang membantah hal ini dengan mengatakan hal itu semacam clickbait, artinya judul yang ditampilkan belum tentu sesuai dengan isi video.
Namun walaupun begitu tetap saja menunjukkan bahwa pernyataan itu keluar dari seseorang dengan pemahaman sekuler yang jelas-jelas batil. Karena agama sama sekali tidak dipakai dalam mengatur urusan kehidupan. Padahal sebagai seseorang yang mengaku Muslim sudah seharusnya selalu menyandarkan semua urusannya pada aturan syariat.
Menurut seorang ulama ahli fikih, K.H. Shiddiq al-Jawi, apa yang dilakukan oleh Panji Gumilang adalah sebuah kebodohan karena mengikuti sesuatu yang tidak ada. Karena sesungguhnya sebuah mazhab harus memenuhi dua unsur, yaitu usul fikih dan fikih, sementara yang diklaim oleh Panji Gumilang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut.
Dengan semua fakta yang meresahkan itu seharusnya pemerintah melalui Kemenag dan MUI bersikap cepat tanggap dalam menangani masalah tersebut, tidak semestinya menunggu adanya demo dari masyarakat terlebih dahulu kemudian baru bertindak.
Pertanyaannya, mengapa negara terkesan lambat dan seolah menutup mata serta membiarkan Al Zaytun dan pimpinannya Panji Gumilang tetap eksis dalam menyebarkan ajarannya? Mereka seakan-akan tak tersentuh apalagi dibubarkan, padahal sudah nyata kesesatannya dengan dikuatkan oleh pernyataan dari MUI.
Sementara itu perbedaan sikap negara jelas terlihat kepada kelompok yang menginginkan syariat Islam diterapkan di negeri ini. Sebut saja HTI dan FPI, dua ormas ini dibubarkan tanpa proses tabayun terlebih dahulu. Di sini kita dapat melihat dengan gamblang sikap permusuhan terhadap Islam yang dilakukan oleh negara. Padahal aktivitas kedua ormas tersebut tidak keluar dari tataran berdakwah mensyiarkan ajaran Islam dalam tataran pemikiran dan beramar makruf nahi mungkar.
Fakta-fakta ini menunjukkan kepada kita betapa buruknya sistem yang menjadi landasan pemikiran dalam menjalankan kehidupan hari ini, yaitu demokrasi yang melahirkan liberalisme. Prinsip kebebasan berkedok hak asasi manusia (HAM), termasuk dalam hal beragama mengakibatkan umat bebas mencampur-adukkan ajaran agama (pluralisme) dan menyebarkan paham sesat.
Negara pun abai dalam menjaga akidah umat karena pemisahan agama dari pengaturan kehidupan manusia (sekularisme). Banyaknya penyimpangan dalam pelaksanaan syariat agama tidak dipandang sebagai sesuatu yang penting sehingga dibiarkan berkembang.
Masyarakat dibiarkan memilah dan memilih sendiri pemahaman agamanya terutama Islam dengan tidak ada penjagaan sedikit pun dari negara. Padahal semestinya negaralah yang berkewajiban menjaga keimanan dan ketakwaan rakyatnya. Namun tidak demikian yang terjadi di negeri ini yang penduduknya mayoritas umat Islam.
Di sini juga terlihat lemahnya kontrol negara terhadap lembaga pendidikan berbasis agama. Pondok-pondok pesantren seperti jamur tumbuh subur di negeri ini. Namun pemahaman agama seperti apa yang akan diajarkan kepada santri tidaklah menjadi perhatian khusus, yang penting proses belajar mengajar sudah sesuai dengan kurikulum yang dikeluarkan oleh negara.
Di luar itu lembaga pendidikan Islam umumnya memiliki kurikulum khusus/khas pesantren yang diajarkan kepada para santri. Hal inilah yang seharusnya senantiasa dikawal oleh penguasa untuk memastikan tidak ada penyimpangan syariat agama yang dilakukan oleh sekolah.
Dalam hal ini terlihat bahwa penguasa telah lalai melakukan pengawasan terhadap PP Al Zaytun hingga puluhan tahun dapat terus beroperasi. Padahal keanehan dan penyimpangan sedari dulu sudah terendus, tetapi hal ini diabaikan oleh negara.
Berbeda halnya jika Islam dijadikan sistem dalam bernegara. Islam terdiri dari akidah dan syariat. Sementara salah satu fungsi syariat Islam adalah hifzun ad-diin (penjagaan terhadap agama), sedangkan pelaksanaan syariat dilakukan oleh negara.
Allah Swt. berfirman dalam surah Ali Imran ayat 19 yang artinya: "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah adalah Islam ...."
Oleh karenanya pluralisme yang merupakan keharaman dan sangat bertentangan dengan akidah Islam tidak akan dibiarkan berkembang sehingga menjadi pemahaman umat. Aliran-aliran sesat dan para pengikutnya akan dibubarkan dengan segera ketika terendus mulai muncul. Negara akan bertindak tegas dengan hukuman yang akan berefek jera kepada pelakunya. Dalam hal ini hukuman mati diberlakukan jika penyimpangan syariat sampai membuat pelakunya jatuh kepada murtad.
Adapun dalam hal pendidikan, akidah Islam menjadi materi utama yang wajib diajarkan di sekolah-sekolah. Akidah juga harus menjadi dasar dari seluruh materi pengajaran dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Itu karena dia akan melahirkan hukum dan syariat yang sesuai dengan Al-Qur'an dan sunah.
Demikianlah penjagaan negara yang begitu sempurna terhadap akidah umat. Dan hal tersebut hanya dapat dicapai jika kita menginginkan hidup dalam sistem Islam yang kafah.
Wallahua'lam bish-shawwab.
Komentar
Posting Komentar