Marak Kriminalisasi, Bukti Negeri Gagal Memberi Solusi

🖤Admin MKM

Kondisi masyarakat yang sakit ini akan terus terjadi ditambah lagi keadilan di negeri ini kurang memberikan efek jera kepada pelaku.

OPINI

Oleh Rati Suharjo

Pegiat Literasi AMK


MKM, OPINI_"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah Swt. dan taatilah Rasulullah saw. dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah Swt. dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya." (QS An Nisa ayat 59)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa kaum muslimin wajib mengikuti perintah Allah Swt. dan Rasulullah saw. Kemudian, jika dalam memutuskan perkara terjadi perselisihan atau pertentangan, maka diwajibkan untuk kembali mengikuti Al-Qur'an dan hadis.

Allah Swt. juga mengingatkankan kepada manusia. "Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh Dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (QS. Taha [20]:124)

Sebagaimana yang terjadi  pada saat ini. Akibat meninggalkan aturan Islam dalam kehidupan, maka berbagai bentuk kriminalitas terus terjadi di dunia, khususnya Indonesia. Setiap hari, bahkan setiap menit dan detik, kasus demi kasus selalu menghiasi media sosial. Di antaranya:

1. Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap pria berinisial MA (20), atas korban pria berinisial W (51) yang ditemukan tewas di sebuah kontrakan di Kampung Muka Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. Selain itu, polisi juga menangkap lima orang yang diduga telah melakukan pengeroyokan bersenjata tajam. (Antara.com, 11/7/2023)

2. Kepolisian Yogyakarta menangkap pelaku berinisial RD dan W, terkait penemuan jenazah berinisial (R) yang telah dimutilasi menjadi beberapa bagian. Jenazah ini telah diketemukan  di lima titik secara terpisah-pisah, baik kepala, tangan, kaki, dan anggota tubuh yang lain. (Cnnnasional.com, 16/7/2023)

3. Kasus penusukan seorang tersangka bernama Lin dengan tetangganya dalam menagih utang. Namun, tetangga tersebut memarahinya. Akibatnya, Lin menusuk korban hingga meninggal dunia. (Urban.com, 16/7/2023)

4. Polisi telah meringkus pelaku yang telah memutilasi seorang perempuan, hingga menjadi puluhan bagian di Kaliurang Yogyakarta. Kasus mutilasi ini menambah deretan panjang di negeri ini. Pasalnya, sebelumnya polisi juga meringkus pelaku mutilasi menjadi empat bagian di sebuah apartemen di Tangerang, Banten yang dibuang di beberapa lokasi berbeda. Tidak cukup sampai di sini, di penghujung tahun lalu polisi juga mengungkap pembunuhan yang diikuti mutilasi di Apartemen Taman Rasuna, Jakarta.

Kasus mutilasi seperti ini kerap terjadi. Berbagai cara untuk menghilangkan jejak atau agar sulit diidentifikasi, maka mereka sampai tega memutilasi korban kemudian membuangnya. Seperti memasukan dalam koper, freezer, karung, bagasi mobil dan yang lain. 

Mayoritas perilaku semacam ini, dilakukan atas dorongan balas dendam terhadap korban. Akibatnya, pelaku mengeksekusi korban dengan penuh kebencian. Menurut sosiolog kriminalitas dari Universitas Gadjah Mada mengatakan, pelaku yang melakukan pembunuhan hingga mutilasi cenderung memiliki kecerdasan emosional yang rendah, sehingga tidak mampu memahami dan mengendalikan diri dalam menghadapi tekanan hidup.

Tekanan hidup yang semakin sulit membuat orang mudah tersinggung dan mudah emosi. Hal inilah apabila tidak didasari dengan iman, maka membuat orang gelap mata, sehingga melampiaskan dengan penuh nafsu.

Kondisi masyarakat yang sakit ini akan terus terjadi ditambah lagi keadilan di negeri ini kurang memberikan efek jera kepada pelaku. Untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku saja, membutuhkan waktu yang lama. Sebab, pelaku masih diberi kesempatan untuk naik banding berkali-kali. Akhirnya kasus kejahatan demi kejahatan menumpuk di persidangan.

Faktor-faktor ini tidak lain lahir dari penerapan hukum sekularisme. Dimana hukum yang diterapkan merupakan hasil dari kesepakatan manusia. Ditambah lagi HAM selalu melindungi kebebasan individu. Maka, wajar jika kriminalisasi dan berbagai kemaksiatan semakin merajalela.

Hal ini berbeda ketika Islam diterapkan dalam sebuah konstitusi negara. Islam adalah agama yang unik, selain mengatur ritual, Islam juga mengatur keadilan. Berbagai bentuk kejahatan, akan diberi solusi sesuai tingkat kejahatannya. Yaitu, sanksi yang akan diberikan kepada pelaku kejahatan tidak ada perubahan, revisi, penambahan, maupun pengurangan. Semua sudah diatur dalam kitab Uqubat fil Islam yang berdasarkan Al-Qur'an dan hadis.

Sistem hukum dalam Islam menjadi jawazir bagi manusia dari tindakan kejahatan. Sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Baqarah [2]: (179).

"Dan dalam kisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa."

Dalil inilah yang menunjukan bagi manusia, bahwa Islam menjaga keamanan setiap rakyatnya dari kejahatan. Dalam uqubat, sanksi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

1. Hudud. Hudud adalah sanksi yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. yang termasuk  hudud adalah had zina, had homoseksual, had qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina), had minum khamar, pembegal, pencurian, bugat, dan had murtad. Dalam hudud tidak ada berlaku kata pemaafan, baik dari hakim maupun si pendakwa. Karena, hal ini adalah hak Allah Swt. tidak boleh seorang pun untuk mengubahnya.

2. Jinayah. Jinayah adalah sanksi yang ditujukan atas penganiayaan terhadap badan. Hal ini diwajibkan atas kisas atau diat (membayar denda) kepada si korban dengan alasan keluarga telah memaafkan pelaku. seperti melukai mata dibayar dengan mata, melukai kaki dibayar dengan kaki, bahkan membunuh dibayar dengan membunuh. Akan tetapi, jika pihak korban memaafkan, maka pelaku wajib bayar diat atau tidak sama sekali, tergantung pihak korban.

Sebagaimana dijelaskan dalam Qur'an surah Al-Baqarah [2] ayat 178.

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu melakukan kisas atas perkara pembunuhan.

Begitu juga hadis Rasulullah saw.

"Barang siapa yang secara nyata membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka ia harus dibunuh, kecuali ahli waris memaafkan, maka pelaku membayar diat kepada korban."

Dengan dalil ini membuat manusia berpikir dalam melakukan kejahatan, baik membunuh atau melukai orang lain. Karena adanya ancaman yang sangat berat, yaitu kisas dan diat.  Sebagaimana nilai diat diriwayatkan  Abdullah bin Amru bin Al- Ash. Rasulullah saw. bersabda.

"Untuk pembunuhan disengaja diatnya berjumlah 100 ekor unta, 40 ekor di antaranya adalah hamil." Jika diuangkan jumlahnya mencapai miliaran rupiah.

3. Takzir adalah hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijaksanaan hakim karena tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan hadis. Sedangkan secara istilah, takzir ialah hukuman yang diberikan kepada pelaku atas dosa-dosa yang tidak diatur dalam hudud.

Sanksi-sanksi inilah yang akan membendung berbagai kejahatan di muka bumi ini. Namun, sanksi tersebut tidak dapat diterapkan di dalam negeri ini kecuali, ada sebuah negara yang menerapkan kekhilafahan atau sistem Islam.

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan