Unpredictable Mate


🖤 Admin MKM 


Pernikahan yang merupakan mitzaqan ghalizhan atau perjanjian agung antara sang calon suami dengan Allah yang disaksikan oleh para malaikat. Suatu perjanjian yang menggetarkan arasy Allah. Sungguh, pernikahan adalah sebuah ibadah terlama yang mengubah perkara yang sebelumnya haram menjadi halal.

CERPEN


Oleh Arda Sya'roni

Pegiat Literasi 


MKM, CERPEN_Saya terima nikahnya Bintang Adhara binti Arkananta Pradipta dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai,” ucap Ranggana Arshaka Saputra dengan suara lantang dalam satu kali helaan napas. 

****

Bintang, demikian sapaan Bintang Adhara mengenang sepenggal kisah pernikahannya dengan Rangga, seorang lelaki yang baru saja dikenalnya. Sungguh bagaikan mimpi di siang bolong bagi Bintang. Kala itu tetiba seorang lelaki dengan sang ibu mendatangi rumahnya dan bertanya apakah benar ini rumah Bu Arka. Dengan tanpa ragu dan tiada rasa penasaran sedikit pun, Bintang mempersilakan tamu tersebut memasuki rumah dan menunggu dirinya memanggil sang ibu. 

Bintang Adhara adalah anak kedua dari Arkananta Pradipta, seorang pedagang garmen di salah satu ruko pasar setempat. Sedang istrinya, Ayunda Bestari adalah guru Bahasa Indonesia di sebuah SMP negeri tak jauh dari rumahnya.

Begitu cintanya pada penulisan puisi menginspirasi Ayunda untuk menamai ketiga anaknya dengan nama-nama unik nan puitis. Bintang Adhara atau Epsilon Canis Majoris adalah bintang paling terang kedua di rasi Canis Major dan salah satu bintang paling terang di langit malam. Nama ini merupakan doa bagi sang anak agar kelak hidupnya memberikan cahaya terang bagi umat. Si sulung dinamai Jingga Cakrawala, biasa dipanggil Jingga karena si anak dilahirkan saat menjelang Magrib. Nama unik yang mengagungkan cahaya langit saat senja nan indah dan teduh ini diharapkan kelak si anak menjadi seorang yang memberikan keteduhan bagi umat. Kemudian si bungsu yang merupakan satu-satunya lelaki dinamai Awang Askara, yang berarti langit yang bercahaya. Ketiga nama anaknya menandakan keagungan alam semesta ciptaan Allah yang indah tiada tara. Kelak dia berharap anak-anaknya bagaikan alam semesta menjadi lentera bagi umat dan menjaga tak hanya segenap insan di dunia namun juga seluruh makhluk ciptaan Allah.

”Bunda, di depan ada tamu yang cari Bunda. Seorang ibu dan seorang lelaki muda,” ucap Bintang pada ibunya di dapur.

”Oh iya, bilang tunggu sebentar, ya, Bunda matiin kompor dulu.”

”Iya, Bunda. Itu siapa sih, aku kok gak pernah tahu, ya?” tanya Bintang penasaran.

”Ayo ikut aja ngobrol temani Bunda,” jawab ibundanya.

”Lho kok ikut nemani, sih, Bunda. Aku, kan, gak kenal siapa mereka, terus aku ngomong apa dong?” tanya Bintang menimpali.

”Udah ikut aja. Panggil juga kakak dan adikmu, suruh mereka ikut gabung,” ucap Bu Ayunda.

Walau masih diliputi tanda tanya besar, Bintang melangkah ke ruang tamu untuk mempersilakan mereka duduk dan menawarkan mereka untuk mencicipi kue kering yang selalu tersedia di meja sembari menunggu Bu Ayunda. Kemudian dilangkahkannya kaki ke kamar Jingga dan Awang untuk mengajak mereka bergabung menemui tamu istimewa bundanya.

Selama dua jam perbincangan berlangsung di antara mereka. Ternyata tamu tersebut adalah mantan tetangga sebelah rumah yang telah lama pindah. Saat pindah Bintang masih bayi sehingga mereka tak mengenal Bintang apalagi Awang. 

Perbincangan berlanjut dengan memperkenalkan putra Bu Aisha, Rangga. Maksud kedatangan Bu Aisha ke rumah mereka adalah untuk menjodohkan Rangga dengan Jingga karena mereka dahulu adalah teman karib saat kecil semasa tinggal di sini. Namun, karena Jingga telah memiliki calon suami dan akan segera melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat ini, akhirnya Bu Ayunda mengajukan Bintang sebagai gantinya. Bagai gayung bersambut, justru Rangga telah tertarik pada Bintang sejak pandangan pertama saat Bintang membuka pintu rumah.

”Ah, Bunda ini gimana sih, kok malah menjodohkan aku tanpa nanya dulu sebelumnya. Emang gimana ceritanya kok bisa bertemu setelah sekian tahun?” tanya Bintang penuh rasa penasaran sesaat setelah Rangga dan ibunya pulang.

”Oo itu, beberapa hari lalu Bu Riski, tetangga yang di pojok jalan itu kebetulan berjumpa mereka di salah satu rumah sakit. Rupanya Bu Riski masih mengenali wajah Bu Aisha dengan baik. Akhirnya saling ngobrol, deh, mereka. Lalu Bu Aisha menanyakan kabar Kak Jingga. Sepertinya ibu Rangga cemas karena hingga usia Rangga hampir 30 tahun belum juga menemukan calon istri. Ibunya telah mengenalkan Rangga pada beberapa putri kenalannya tapi Rangga selalu menolak karena tidak ada feel yang mendebarkan hati katanya, gitu Sayang. Kamu sendiri gimana, any comment?” tanya bundanya dengan panjang lebar.

”Ehmm ... entahlah, Bunda. Lumayan cakep, sih, anaknya. Tapi dianya mau tidak sama aku?” 

”Kata ibunya tadi sih dianya berbisik ke ibunya kalau kali ini dia setuju. Gimana, nih?”

”Aku sholat istikharah dulu, ya, Bun.”

***

Hari itu langit seakan temaram. Awan kelabu tipis bergelayut manja di langit. Hawa sejuk merasuk membuat diri ingin terus bersembunyi di balik selimut laksana mentari yang sembunyi di balik awan kelabu. Saat diri malas beranjak pikiran pun berkelana menjelajah dunia khayal hingga sosok Rangga hadir di benak Bintang. 

“Ah, entah kenapa hati ini menjadi semakin condong untuk menerima Rangga sebagai calon imamku. Apakah itu tanda bahwa Allah telah memberi jawaban atas sholat istikharah yang kulakukan? Entahlah,” gumam Bintang. 

Pagi itu telepon rumah berdering. Bintang bergegas mengangkatnya sembari membenahi letak kerudung yang dipakainya karena hendak berangkat bekerja. 

“Halo, Assalamu'alaykum,” ucap Bintang. 

“Wa'alaykumussalaam, Bintang, ini Rangga. Bisa aku bicara sebentar dengan ayahmu?” jawab Rangga singkat, padat namun jelas.

“Oiya, tunggu sebentar,” Bintang pun menjawab dengan singkat agar tidak berlama-lama dalam berbincang dengan lelaki asing. Bintang pun lantar berjalan menuju ruang makan untuk memanggil ayahnya yang sedang bersantap pagi sebelum berangkat ke ruko tempatnya berdagang.

“Yah, Rangga ada perlu yang mau dibicarakan dengan Ayah di telepon,” ucap Bintang.

Sang ayah kemudian melangkah menjawab telepon Rangga. Rupanya Rangga meminta izin pada Pak Arka untuk memulai ta'aruf dengan Bintang. Nanti malam sepulang kerja insyaallah Rangga akan mampir bersilaturahim dengan Bintang beserta keluarganya. Kali ini Rangga telah memberanikan diri datang seorang diri untuk mengenal Bintang lebih dalam. Kabar rencana kedatangan Rangga segera disampaikan Pak Arka pada Bintang, agar Bintang juga meluangkan waktu dan mempersiapkan diri nanti malam.

***

Malam ini Bintang mengenakan gamis kuning bermotif bunga serta khimar polos dengan warna senada. Meski tanpa polesan make up, hanya bedak tipis yang ditaburkan ke wajahnya, Bintang tampak sangat berkilau laksana namanya. Tak lama setelah azan Magrib berkumandang, Rangga pun datang. Pak Arka menyambut kedatangan Rangga dengan ramah. Sebelumnya Rangga diajak Pak Arka untuk turut berjemaah salat Magrib di musala dekat rumah. Setelah selesai salat, Pak Arka mengajak Rangga untuk turut bergabung makan malam dengan keluarga. Dengan penuh rasa hormat Rangga menerima tawaran tersebut. Bintang tampak sibuk menghidangkan menu makan malam. 

Perbincangan di meja makan dimulai dengan Pak Arka menanyakan perihal kerja Rangga hingga pada akhirnya Pak Arka menanyakan keseriusan Rangga untuk menikahi Bintang. Rangga menjawab pertanyaan Pak Arka satu per satu dengan tegas dan penuh hormat, termasuk keseriusannya untuk mempersunting Bintang. Namun, Rangga meminta maaf bila mungkin untuk sementara belum bisa membahagiakan Bintang karena gajinya yang masih UMR, sedang kebutuhan hidup yang semakin meroket saat ini. 

Rizqi minallah, Rangga,” ucap Pak Arka menenangkan hati Rangga. “Bukankah menikah juga merupakan salah satu pintu pembuka rizki?” lanjut Pak Arka menyemangati. 

“Bintang, bagaimana menurutmu? Apakah Bintang bersedia menerima Rangga sebagai kekasih halalmu?” tanya Pak Arka memastikan kesediaan putrinya. Bintang hanya terdiam, tertunduk malu hingga bingung mau menjawab apa. Hatinya bergejolak, tak menyangka bahwa jodohnya datang begitu tiba-tiba.

***

Satu purnama terlewati sudah. Untuk pertama kalinya keluarga Rangga berkunjung ke rumah Bintang secara resmi. Hari itu waktu seakan berjalan begitu cepat. Baru saja tampak sorot kesumba di ufuk timur, namun sekarang sang mentari telah bertahta tepat di tengah, memancarkan keganasan sinarnya hingga membuat pening kepala. Namun, Bintang tak tahu pasti pening kepala yang dirasa karena teriknya sinar mentari atau karena kecemasan di hatinya, mengingat bahwa sore ini keluarga Rangga akan menemui keluarganya untuk membicarakan niat suci Rangga meminang Bintang.

Tepat pukul empat sore keluarga Rangga hadir. Rangga didampingi Bapak Bagaskara Saputra dan Ibu Aisha Maharani selaku kedua orang tuanya, kakak perempuannya Rengganis Praweswari serta beberapa saudara dari kedua belah pihak orang tuanya. Nampan-nampan berisi bingkisan disertakan. 

Setelah semua tamu telah dipersilakan duduk, Pak Arkananta membuka pembicaraan, mengucapkan terima kasih atas kehadiran keluarga Rangga serta memohon maaf apabila sajian dan penyambutan yang diberikan kurang berkenan. Perbincangan pun berlanjut pada topik inti, yaitu menentukan tanggal pelaksanaan pernikahan Bintang dan Rangga. Kata sepakat pun segera didapat karena mereka tidak menerapkan metode-metode adat yang memerlukan perhitungan ini itu. Dalam Islam semua tanggal adalah baik, mereka hanya mencari tanggal di mana keluarga besar kedua belah pihak bisa berkumpul.

***

Enam bulan berlalu, masa ta'aruf pun telah tiba di penghujung jalan cinta mereka. Segera setelah masa ta'aruf berakhir dan sebelum akad diucapkan, Bintang melakukan salat taubat sebagai bentuk bahwa dirinya akan memulai kehidupan baru dengan Rangga dengan hati yang bersih. Dibersihkan hatinya dari segala dosa yang menodai diri agar keberkahan selalu menaungi mahligai cintanya kelak.

Tibalah kini saatnya bagi Rangga dan Bintang mengucap janji yang disaksikan oleh seluruh malaikat di langit untuk menjalin ikatan suci sehidup sesurga. Hari itu akad nikah keduanya berlangsung.

Pernikahan yang merupakan mitzaqan ghalizhan atau perjanjian agung antara sang calon suami dengan Allah yang disaksikan oleh para malaikat. Suatu perjanjian yang menggetarkan arasy Allah. Sungguh, pernikahan adalah sebuah ibadah terlama yang mengubah perkara yang sebelumnya haram menjadi halal. 

Di balik kamar pengantin yang dihias indah, dalam kecemasan Bintang menunggu Rangga mengucapkan akad nikah dengan ayahnya. Hingga akhirnya terdengar kata 'Sah' dari para saksi.

Perasaan lega seketika menghampiri Bintang. Ucap syukur Alhamdulillah keluar dari bibirnya. Seakan semuanya hanyalah mimpi belaka dan sungguh tak dinyana dirinya sekarang berstatus sebagai istri Rangga. Setelah ijab qobul, Pak Pradipta menyerahkan dokumen akta nikah untuk ditandatangani oleh Bintang. Sejenak kemudian Bintang pun diperkenankan keluar kamar untuk bertemu Rangga, mengecup tangan Rangga sebagai bentuk pengabdian seorang istri dan bersanding di sisinya. 

Setelah resmi dinyatakan sebagai suami istri, mereka malu-malu berpegangan tangan dan melangkah ke kamar pengantin untuk berfoto berdua sebelum mereka terpisah karena resepsi mereka lakukan sesuai syariat, yaitu dengan memisahkan tamu lelaki dan perempuan. Di kamar pengantin itu untuk pertama kalinya mereka berbincang berduaan.

“Apakah kau menerimaku karena betul-betul mencintaiku, Bintang?” tanya Rangga penuh penasaran.

“Bagaimana dengan Mas Rangga sendiri? Apakah Mas Rangga menerima aku hanya karena usia Mas Rangga yang sudah diambang batas layak menikah? Apakah Mas Rangga benar-benar serius ingin membina keluarga denganku? Apakah Mas Rangga menerimaku hanya karena telah lelah diperkenalkan kesana kemari?” cerca Bintang.

“Aku serius denganmu, Bintang. Aku sungguh telah jatuh cinta padamu sejak pandangan pertama saat kau membuka pintu untuk kami waktu itu. Aku tahu aku mungkin tak sempurna untukmu. Aku bukan dari keluarga kaya dan gajiku pun tak seberapa, tapi aku akan berusaha semampuku hingga menua bersamamu. Aku ingin sehidup sesurga hanya denganmu.” 

“Oh ... so sweet Mas, I love it and I will always love you, insyaallah!”_ Bintang menjawab dengan mata berbinar bahagia.

Tamat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan