Grasi Massal Solusi Tuntas Atasi Overcrowded Napi Narkoba

 

🖤 Admin MKM 


Sejatinya, pemberian grasi bukanlah solusi dalam menuntaskan kasus narkoba. Negara  seharusnya merancang UU supaya memberikan efek jera bagi pelaku, sehingga tidak semakin tumbuh subur di masyarakat


OPINI


Oleh Rati Suharjo

Pegiat Literasi AMK


MKM, OPINI_"Setengah permasalahan bangsa tuntas, jika penegakan hukum berjalan baik dan benar," ujar Menkopolhankam, Mahfud MD.

Memang benar pernyataan yang disampaikan Menkopolhankam tersebut. Mengingat tingkat kriminalitas di Indonesia semakin tinggi. Pada akhirnya tempat ruang tahanan di negeri ini pun ikut mbludak dengan para tersangka. Dengan banyaknya napi tersebut pada akhir April 2023 Indonesia menduduki peringkat ketujuh tingkat dunia. Menurut laporan World Prison Brief, jumlah narapidana di tanah air ini sebanyak 275.518 orang. Otomatis jumlah ini telah melebihi total kapasitas ruang tahanan di negeri ini yang hanya 140.424 orang.

Belum lagi kasus narkoba yang saat ini semakin mencengkram negeri. Hampir di semua kalangan terjerat narkoba, baik itu masyarakat sipil, artis, pejabat, guru, bahkan polisi pun ikut terjerat. Terbukti hingga saat ini jumlah narapidana narkotika sebanyak 264.000 orang. Padahal ruang tahanan hanya muat 164.000 orang.

Tentu saja, hal ini menjadi permasalahan serius di ruang tahanan.  Untuk itu, Menkopolhankam, Mahfud MD mendorong Presiden Joko Widodo untuk memberikan grasi kepada napi tersangka narkotika. (suara Islam, 21/9/2023) 

Salah satu anggota kelompok kerja (Pokja) Percepatan Reformasi Hukum, Rifqi S. Assegaf mendorong agar cepat mengambil langkah tersebut agar tidak terjadi overcrowded di lapas.

Beginilah produk sekularisme di negeri ini.  Demi kepuasan, halal dan haram tidak lagi menjadi standar dalam melakukan suatu perbuatan. Serbuk kimia yang ketika diminum, disuntikan, atau dihirup akan menghilangkan akal sehat tidak lagi menjadi persoalan serius di negeri ini. 

Mereka pun tidak tanggung-tanggung dalam melakukan transaksi narkoba ini. Di dalam ruang tahanan pun, mereka masih saja bisa mengonsumsi dan mengedarkannya. Tidak ada nilai positif bagi pengguna atau pengonsumsi narkoba, yang ada justru merugikan dirinya sendiri. Pasalnya pengguna narkoba dapat merasakan efek kesenangan atau nge-fly. Selain itu membuat ketergantungan, gelisah, tidak nyaman, tidak konsentrasi, dan yang lainnya. Dalam jangka panjang, organ tubuh seperti jantung, paru-paru, otak, dan yang lain pun akan terganggu, bahkan dapat menyebabkan stroke hingga kematian.

Sayangnya, semua itu tidak memberikan rasa takut bagi pengguna maupun pengedar narkoba. Walaupun bagi pengedar ancamannya hukuman mati, tapi hal itu tidak membuat mereka takut. Karena bisnis benda haram ini sangat menjanjikan.

Seiring dengan itu hukum sekularisme tidak memberikan efek jera bagi pelaku dan masyarakat yang lain. Sanksi penjara 5 tahun, 20 tahun, bahkan hukuman mati tidak memberikan efek jera. Sebaliknya ruang tahanan semakin banyak penghuninya. Apalagi, jika Presiden Joko Widodo memberikan grasi sesuai usulan Mahfud MD, tentunya hal ini membuat napi tambah senang.

Sejatinya, pemberian grasi bukanlah solusi dalam menuntaskan kasus narkoba. Negara  seharusnya merancang UU supaya memberikan efek jera bagi pelaku, sehingga tidak semakin tumbuh subur di masyarakat.

Undang-undang tersebut tidak lain berupa ta'zir. Ta'zir adalah keputusan penguasa untuk memberikan efek jera pada masyarakat, sehingga bagi pelaku terbebas dari azab akhirat dan bagi masyarakat yang lain akan takut untuk mencobanya, karena hukum ta'zir tersebut menakutkan.

Di antara hukum takzir tersebut adalah pengasingan, pemboikotan, penjara, cambuk, salib, penyitaan harta, pencabutan hak kekayaan yang ada, bahkan sampai hukuman mati.

Sanksi ini tidak akan terjadi kecuali dengan menerapkan Islam kafah dalam sebuah konstitusi negara. Karena dalam Islam sesuatu yang memabukkan adalah haram walaupun sedikit dalam menggunakannya. Narkoba termasuk jenis khamer yang dapat menghilangkan akal manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat suci Alquran, yaitu surat Al-Maidah ayat 90 artinya:

"Minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."

Untuk itu, sebagai manusia yang lemah sudah seharusnya kembali menerapkan Islam sesuai yang Rasulullah saw. contohkan, bukan memutuskan undang-undang sesuai akal manusia. Pasalnya akal manusia itu terbatas, saat memberikan keputusan yang satu justru memunculkan masalah yang lain.

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan