KIREI
🖤Admin MKM
CERPEN
Oleh Arda Sya'roni
Pegiat Literasi
MKM_CERPEN,Mata kuliah Bahasa Jepang adalah termasuk salah satu Mata Kuliah Kependidikan yang wajib diambil oleh mahasiswa Sastra Inggris tahun pertama selain Mata Kuliah Dasar Umum, seperti Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Kewiraan, Ilmu Alamiah Dasar, dan Ilmu Sosial Dasar, serta Mata Kuliah Dasar Kependidikan Umum, seperti Sejarah Kebudayaan Indonesia, Masyarakat dan Kesenian Indonesia, Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Dasar Filsafat dan Metode Penelitian, Sejarah Pemikiran Modern, dan Pengantar Penelitian Kebudayaan. Pada kelas Mata Kuliah Dasar Umum dan Mata Kuliah Dasar Kependidikan Umum ini mahasiswa Sastra Inggris dan Sastra Jepang akan bergabung dalam satu kelas.
Ada seorang teman dari Jurusan Sastra Jepang yang menyapaku. Gayanya yang ala anak band cukup menarik perhatianku, dengan rambut gondrongnya dan gaya berpakaian yang santai, kaos oblong dan celana jeans belel serta kemeja lengan panjang flanel. Kami, mahasiswa Sastra terkenal sebagai mahasiswa yang paling santai dalam berpakaian selain mahasiswa Teknik, tak seperti mahasiswa Ekonomi ataupun mahasiswa Ilmu Komunikasi, juga mahasiswa Ilmu Administrasi yang selalu terlihat rapi dan modis. Aku tahu bahwa dia selama ini memperhatikanku dan selalu mencari tempat duduk di dekatku, tapi tak pernah kuhiraukan keberadaannya hingga suatu saat dia memberanikan diri menyapaku.
“Hallo Kirei, kenalan boleh dong?” ujarnya.
“Hah? Aku?” tanyaku sedikit ragu.
“Hai, kirei na tomo,” jawabnya.
“Oo,.. sorry. Maksudnya cantik?” tanyaku ragu karena aku belum terlalu hafal kosa kata Bahasa Jepang.
“Ya, kirei itu cantik dan tomo itu dari kata tomodachi yang artinya teman. Hajimemashite, watashi no namae wa Yudha Ardiansyah,” jawabnya penuh rasa percaya diri.
“Well, my name is Rhena Kamala,” sahutku.
“Ok Kirei, may I be your friend? I will be behave to you,” pintanya.
“Ok, that's fine as long as you behave to me.”
“Arigato ghozaimasu, Kirei!”
Ya, karena kami adalah mahasiswa bahasa asing maka komunikasi di antara kami pun sering menggunakan bahasa yang tercampur baur.
***
Anak band yang identik dengan anak yang semau gue, suka melanggar aturan apalagi untuk mereka yang beraliran heavy metal dan underground seperti Yudha, sungguh tak pernah ada dalam kamusku sebelumnya. Tak pernah terbayangkan aku bakal berteman dengan orang-orang macam mereka karena circle pertemananku yang selama ini hanyalah komunitas UKKI serta lingkungan keluarga yang masih memegang teguh syariat. Namun, Yudha sepertinya adalah orang yang tepat untuk aku jadikan sebagai narasumber untuk salah satu karakter tentang anak band di cerita novel yang kubuat sehingga aku mau berteman dengannya dengan tetap membatasi diriku sendiri agar tak terlalu dekat dengannya.
Kepribadian Yudha yang ramah, mudah bergaul tapi tetap memperhatikan tata krama tak seperti anak band underground lainnya, pandai mengambil hati wanita, cerdas, dan rambut gondrongnya yang cukup terawat baik sempat menggoyahkan imanku.
Selama aku mengamatinya, kulihat hanya dia satu-satunya anak underground yang masih tetap melaksanakan salat lima waktu meski sering juga dilakukan di waktu akhir, tetap juga melakukan shaum Ramadhan meski kadang tergoda juga oleh teman-temannya. Itulah sebabnya ada hadis yang mengatakan, “Seseorang tergantung agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memperhatikan siapakah teman dekatnya.” (HR. Ahmad).
Sungguh circle pertemanan itu sangat penting karena lambat laun kita akan mengikuti teman-teman kita, bila teman-teman kita adalah orang salih maka kita pun akan tertular salih dan bila kita berteman dengan para ahli maksiat maka kita pun akan perlahan mengikuti langkah mereka.
***
“Rhen, itu si Yudha datang, kangen dirimu tuh kayaknya,” goda Ifa, teman sekelas plus teman nongkrong di DPR julukan kami untuk di bawah pohon rindang.
“Asal aja kau ngomongnya ya. Dia mau ketemu si Dion tuh. Aku mah bukan circle dia,” jawabku.
“Eh, dirimu tuh yang gak merasa dideketin. By the way, ini kalau dia akhirnya menyatakan cinta gimana?” goda Ifa.
“Apaan sih dirimu. Pacaran itu haram, tapi kalau emang serius silakan datangi ayahku, gampang kan!” tegasku agak kesal juga.
“Seriusan nih boleh datangi ayahmu? Ntar kalau beneran berani gimana coba?” desak Ifa.
“Dengan berani datang ke ayahku itu tanda bahwa dia serius. Insyaallah akan kupertimbangkan keberaniannya, tapi kayaknya gak mungkin deh, lihat circle dia yang kayak gitu. Ah...udah deh jangan berandai-andai, bisa bahaya nanti,” jawabku mantap.
Ya, Yudha yang kerap mendatangiku menyebabkan teman-temanku sering menggodaku meski aku tak pernah mengobrol hanya berduaan saja dengannya dan sungguh aku tak ingin ini menjadi fitnah bagiku.
Yudha memang tergolong keren, smart dan good looking, hanya saja Yudha berkulit gelap serta memiliki kulit muka berminyak sehingga banyak jerawat di mukanya. Karena inilah teman-teman menjuluki kami 'beauty and the beast'. Ah, teman-teman itu memang bisa aja kok menggoda temannya. Kadang aku merasa tak enak hati dengan Yudha. Yudha yang terlihat cuek, tapi sejatinya justru seorang gentleman, tahu betul bagaimana memperlakukan seorang wanita. Karena pribadinya yang gentle pada setiap wanita inilah, maka Yudha mendapat julukan 'playboy'. Aku pun terkadang terhanyut perasaan bila dia mendekatiku. Aku tahu bahwa Yudha kadang memang sengaja menghampiriku apalagi kami masih memiliki kelas yang sama. Kadang aku sengaja menghindarinya, tapi Yudha seperti tak patah semangat mencoba meraih hatiku.
Yudha yang merupakan anak sulung di keluarganya tentu membentuk karakter positif pada dirinya. Bertanggung jawab, semangat yang tinggi, dan yang pasti memiliki sifat 'ngemong' inilah yang kadang meluluhkan hatiku. Andai tak ingat akan aturan Allah tentang pergaulan Islam, tentu aku akan terhanyut dan klepek-klepek di hadapannya. Sungguh, belajar Islam secara kaffah sangat berarti untuk kita mengendalikan godaan iblis yang tiada henti apalagi kepada jiwa-jiwa muda yang penuh gairah seperti saat ini.
Pertanyaan Ifa sedikit mengusik hatiku, bagaimana jika memang Yudha serius denganku? Bagaimana aku bisa hidup dengan imam semacam itu? Maukah dia berhijrah kaffah? Ah, entahlah, aku tak berani berharap banyak, seakan tak mungkin Yudha akan semudah itu hijrah mengingat komunitasnya yang seperti itu.
***
Alhamdulillah, tesis telah selesai, sidang pun telah dilaksanakan. Berdebar hati menunggu hasil sidang tesis. Sembari diri tegang menunggu hasil sidang, Yudha tetiba berdiri di hadapanku.
“Hallo ... long time no see! Congrats!” sapanya membuka percakapan. Kami memang lama tak berjumpa sejak semester tiga karena kami tak lagi memiliki kelas yang sama.
“Hallo, ogenki desuka? Arigato ghozaimasu!” balasku singkat meski hatiku penasaran kemana dia selama ini.
“Watashi wa genki desu, sorry I had been dissapeared for a long time.” jawabnya menanggapi.
Ada yang beda dari penampilan Yudha kali ini. Dia terlihat lebih rapi dari saat dulu aku berteman dengannya. Rambutnya tak lagi gondrong. Wajahnya pun lebih terlihat bersinar. Entah karena aku lama tak berjumpa dengannya atau memang dirinya telah berubah.
“Rhena-san, kekkon shite kudasai? Or I have to see your father first?” tegas Yudha! seketika. “Aku telah lama meninggalkan dunia band dan aku telah berhijrah, maka bolehkah aku mengkhitbahmu?” lanjutnya.
Sontak aku terkejut dan tak bisa berkata-kata, tapi tanpa kusadari aku mengganggukkan kepala. Tak kusangka selama menghilang, Yudha telah berhijrah dan serius dalam memperbaiki dirinya. Semoga dirinya memang murni berhijrah karena Allah, bukan karena ingin hidup bersamaku.
Sidoarjo, 01 September 2023
Komentar
Posting Komentar