Pindahan
![]() |
🖤 Admin MKM |
Kesan Rena saat pertama kali pindah ke tempat budenya adalah satu, yaitu sepi. Rena yang berasal dari desa terbiasa dengan suasana lingkungan yang ramai, tetangga yang saling mengunjungi meski sekadar meminta garam. Komplek rumah Bu Tyas sudah berdiri lama, mayoritas penduduknya seusia Bu Tyas, banyak juga rumah yang kosong karena pemiliknya sudah almarhum sedangkan anak cucunya sudah punya rumah sendiri. Di gang rumah budenya saja ada 4 rumah kosong, sebagian bertuliskan tanda 'DI JUAL/DI KONTRAKAN', yang sebagian di biarkan begitu saja hingga hampir roboh.
CERPEN
Oleh Sophia
Pegiat Literasi
MKM, CERPEN_Rena sedikit memelankan laju motornya, dilihat sebuah mobil pick up terparkir di depan rumah bernomor 22A, sebuah rumah yang cukup besar dengan halaman luas, salah satu rumah yang Rena sukai di gang itu, halamannya luas ditanami rumput yang terpangkas rapi. Beberapa tanaman melati dan kembang sepatu tertata apik di sepanjang pagarnya, sangat indah jika serempak sedang berbunga. Lalu dindingnya hanya terbuat dari batu bata tanpa plesteran semen ditumbuhi tanaman rambat yang Rena tidak tau namanya, terkesan natural dan sangat asri walaupun tidak ada pohon rindang yang menaungi.
Kembali pada mobil pick up tadi, terlihat ada 3 orang yang sibuk bolak-balik mengangkut barang-barang dari dalam rumah, beberapa barang seperti sepeda lipat, televisi yang cukup besar dan entah apalagi sudah tertata di atas mobil.
Rena ingin menyapa tapi ia urungkan 'ah sudahlah, mereka terlihat sibuk dan buru-buru,' batinnya. Rena pun segera melajukan sepeda motornya menuju rumah, badannya sudah lelah dengan lemburan malam ini. Budenya juga mungkin sudah tidur, untungnya dia diberi kunci cadangan agar bisa masuk rumah tanpa harus membangunkan Bu Tyas.
Rena belum setahun tinggal di komplek ini, ia ikut menumpang di rumah Bu Tyas, budenya. Ia bekerja di sebuah cafe menjadi pramusaji, normalnya jam kerja Rena hanya 6 jam dari pukul 10 pagi sampai 4 sore. Hanya saja karena hari ini salah satu rekannya izin tidak masuk, maka Rena menggantikannya hingga ia harus pulang pukul 10 malam.
Keesokan harinya seperti biasa Rena bangun menjelang subuh, setelah salat subuh dan tilawah ia beranjak turun untuk beres-beres atau sekadar membantu menyiapkan sarapan. Walaupun budenya tidak pernah menyuruh, Rena cukup tau menempatkan diri. Ia tanpa diminta selalu rajin membersihkan rumah sebelum berangkat beraktivitas.
Di dapur BU Tyas sedang sibuk merajang bumbu.
"Sarapan nasi goreng mau, Ren?" tanyanya ketika melihat Rena memasuki dapur.
"Iya Bude, Rena bantu ya."
"Ndak usah, kamu kerjakan yang lain saja," sahut Bu Tyas yang segera di iyakan Rena.
Setelah Rena menyelesaikan pekerjaannya ia langsung menuju meja makan, Bu Tyas sudah memanggilnya untuk sarapan bersama. Bu Tyas tinggal sendiri setelah suaminya meninggal 2 tahun lalu, anak mereka ada 2 orang laki-laki dan sudah berkeluarga. Masing-masing tinggal jauh di luar kota karena tuntutan pekerjaan. Karena itulah ketika Rena sedang mencari pekerjaan setelah lulus SMA, ibunya menyarankan untuk ke kota tempat Bu Tyas tinggal, selain lebih mudah mencari loker karena letaknya di pusat kota, ia juga bisa menemani budenya agar tidak sendirian di rumah. Tentu saja Bu Tyas menyambut baik kedatangan sang keponakan. Karena ia tak punya anak perempuan, maka keponakannya sudah ia anggap anak sendiri.
Usia Bu Tyas baru 67 tahun dan beliau masih merasa muda, walaupun sudah pensiun tapi kesehariannya cukup sibuk. Menghadiri berbagai taklim dan pengajian, rutin ikut senam bersama teman-teman sesama pensiunan, ikut berbagai kegiatan sosial juga.
Kesan Rena saat pertama kali pindah ke tempat budenya adalah satu, yaitu sepi. Rena yang berasal dari desa terbiasa dengan suasana lingkungan yang ramai, tetangga yang saling mengunjungi meski sekadar meminta garam. Komplek rumah Bu Tyas sudah berdiri lama, mayoritas penduduknya seusia Bu Tyas, banyak juga rumah yang kosong karena pemiliknya sudah almarhum sedangkan anak cucunya sudah punya rumah sendiri. Di gang rumah budenya saja ada 4 rumah kosong, sebagian bertuliskan tanda 'DI JUAL/DI KONTRAKAN', yang sebagian di biarkan begitu saja hingga hampir roboh.
"Kamu lembur lagi hari ini?" tanya Bu Tyas di sela sarapan mereka.
"Ngga Bude, temen Rena cuma izin sehari kemarin," jawab Rena.
"Di sini kalo pindahan kok malam-malam ya, Bude. Jadi ga bisa pamitan tetangga," tambah Rena mengingat kejadian semalam.
"Emang ada yang pindahan?"
"Semalam Rena liat orang pindahan, di rumah ujung itu, Bude."
"Yang mana?" tanya BU Tyas penasaran.
"Yang dindingnya batu bata, yang banyak tanaman rambatnya," Rena menjelaskan.
"Ooo ... itu rumah Bu Gito, apa iya beliau pindah. Mereka memang sering keluar kota buat nengok cucunya, tapi kok Bude belum dengar kalau mereka mau pindah." Terang bu Tyas.
"Rena lihat mobil pick up angkutin barang-barangnya, Bude."
"Hmm ... coba nanti Bude WA Bu Gito, soalnya semenjak sering keluar kota, Bu Gito jarang aktif di grup PKK."
Sore hari saat Rena pulang, ia heran di depannya terlihat keramaian, tepatnya di rumah Bu Gito. Beberapa orang terlihat hilir mudik.
Sesampainya di rumah Rena terkejut ketika bu Tyas tergopoh menyambutnya, padahal Rena belum sempat melepas helm.
"Renaaa ... ya Allah, Ren," Bu Tyas langsung menarik tangan Rena agar segera masuk. Rena yang kebingungan hanya menurut.
Bu Tyas menarik Rena ke sofa dan mereka pun duduk.
"Bude kenapa?" Rena bertanya bingung.
"Ren, yang semalam kamu lihat di rumah Bu Gito itu bukan mobil pindahan," tukas Bu Tyas. Rena sedikit heran tapi ia diam menunggu kalimat dari budenya. "Itu mobil maling, Ren!" papar Bu Tyas yang sontak mengejutkan Rena.
"Maling?!" pekik Rena yang di angguki oleh Bu Tyas.
Tadi siang Bu Tyas menghubungi bu Gito untuk menanyakan soal kepindahannya. Ternyata jawaban dari bu Gito sungguh mengejutkan. Bu Gito tidak pindahan, rumah memang kosong karena sudah 5 hari dia menginap ditempat anaknya. Akhirnya bu Tyas menghubungi satpam komplek untuk mengecek rumah bu Gito, di dapati gembok pagar dan kunci rumah rusak, keadaan di dalam rumah berantakan dan semua barang elektronik juga barang-barang berharga raib di bawa maling.
Hati Rena mencelos, ia merasa bersalah. Seandainya ia tau kalau itu maling, pasti ia langsung melaporkannya ke pos satpam. Tapi bu Tyas membesarkan hati Rena, semua tentu bukan salah Rena, dia warga baru yang belum mengenal lingkungan tinggalnya, semua yang terjadi adalah musibah.
Perkotaan memang ramai, tapi hanya ramai di jalanan dan pusat publik. Sedangkan penduduknya sudah banyak yang individual, saling sapa dengan tetangga sudah sangat jarang.
Dengan adanya musibah ini, semua warga seketika di ingatkan kembali akan pentingnya saling guyub, dan saling memberi kabar jika ada yang hendak pergi jauh ataupun jika ada warga yang sedang sakit.
Selesai
Komentar
Posting Komentar