Di Balik Kenaikan BBM yang Selalu Berulang
![]() |
🖤 Admin MKM |
Dalam pandangan Islam BBM termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki dan dikelola oleh individu maupun swasta. Namun, syariat mewajibkan negara untuk mengelolanya dan hasilnya diberikan gratis kepada rakyat atau negara boleh menjual dengan harga murah sebagai ganti biaya produksi.
OPINI
Oleh Nur Fitriyah Asri
Aktivis Muslimah Akademi Menulis Kreatif
MKM, OPINI_Waduh, harga barang-barang bakalan melejit. Bahan Bakar Minyak (BBM) belum naik saja harga pada naik, hidup makin bertambah sulit. Seperti itulah kegelisahan emak-emak karena menyangkut hajat hidup. Kembali pemerintah diwakili PT Pertamina pada 1 Oktober 2023, secara resmi mengumumkan perubahan harga berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 245 K/MG. 01/MEM. M/2022. Setidaknya ada empat jenis BBM nonsubsidi yang harganya naik, yaitu harga Dexlite semula Rp16.350 per liter menjadi Rp17.200 per liter. Pertamina DEX naik dari Rp16.900 per liter menjadi Rp17.900 per liter. Pertamax Green 95 dari Rp15.000 per liter menjadi Rp16.000 per liter. (Tribunnews.com, 1/10/2023)
Salah satu alasan kenaikan harga BBM disebabkan oleh kenaikan harga minyak mentah dunia hingga di atas 90 dolar AS per barel dan nilai kurs rupiah merosot. Direktur Eksekutif Center for Energi Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak mengatakan sudah sewajarnya harganya BBM disesuaikan dengan mekanisme pasar dan menyesuaikan dengan komponen harga dasar BBM.
Mengingat BBM kita sebagian besar impor, tentu secara otomatis mengikuti harga minyak dunia. Agar tidak menimbulkan kerugian bagi penyedia BBM, khususnya PT Pertamina (Persero), satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertugas menyediakan, mengelola, dan mendistribusikan BBM bagi seluruh masyarakat. (Tribunnews.com, 1/10/2023)
Padahal di sisi lain Indonesia memiliki cadangan migas yang melimpah. Menurut Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigasi) potensi migas di Indonesia mencapai 4,2 miliar barel. Sayangnya masih ada migas di laut-laut lepas belum dikelola dengan baik lantaran membutuhkan biaya besar. Sedangkan APBN kondisinya devisit, karena keuntungan dari migas yang seharusnya masuk kas negara dirampok oleh korporasi. Ironis memang, Indonesia malah menjadi negara net importir BBM karena tidak mampu mencukupi kebutuhan rakyatnya. Lalu muncul pertanyaan, mengapa bisa terjadi kejanggalan dan ketimpangan semacam ini?
Salah Kelola
Sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah tidak akan mencukupi kebutuhan rakyatnya. Karena negara ini mengadopsi sistem kapitalis yang berlandaskan sekularisme dengan ekonomi liberalnya, sehingga menjadikan ekonomi Indonesia terpuruk.
Berawal pada 1998, pemerintah dan IMF menandatangani Letter of Intent (LOI). Sejak itu harga BBM mengikuti mekanisme harga internasional. Selanjutnya pada 1999, IMF mendorong pemerintah untuk melahirkan UU Migas. Atas prakarsa Amerika Serikat (AS) berkolaborasi dengan USAID dan Bank Dunia lahirlah UU Migas. Sementara itu, AS menyediakan utang untuk memulai proyek asingisasi (liberalisasi ekonomi). Ujungnya, dalam UU Migas terlihat jelas adanya pengelolaan migas dari hulu hingga hilir diberikan pada mekanisme pasar internasional. Inilah awal dari bencana besar itu.
Sebagai konsekuensi keberadaan UU Migas dan kucuran utang AS, pemerintah memberikan ijin korporasi minyak asing masuk ke Indonesia. Sehingga, mengakibatkan penguasaan kegiatan pengelolaan dan distribusi dari hulu hingga hilir. Bahkan, mereka mengendalikan ijin untuk membuka SPBU, hingga lebih dari 40 perusahaan. Lalu masing-masing perusahaan diberikan peluang membuka sekitar 20.000 SPBU di seantero negeri. Maka muncullah nama, Chevron, Unocol, Exxon Oil Mobil, Chell Companies, dan lainnya.
Pernah pada 2005, UU Migas dibatalkan MK karena bertentangan dengan konstitusi (Pasal 33 UUD 1945). Namun, karena adanya kerakusan para kapital (pemilik modal) terjadilah persekongkolan jahat antara korporasi minyak global, korporasi lokal, dan pemerintah Indonesia. Tiba-tiba muncul Perpres No. 55 Tahun 2005 juncto Perpres No. 9 Tahun 2006, yang melegalisasi terbukanya kembali asingisasi penguasaan pengelolaan minyak hulu-hilir. (Dirilis dari tulisan Mukhaer Pakanna, Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta, "Malapetaka Asingisasi Minyak")
Wajar jika negeri ini menjadi net importir BBM, karena sekitar 90 persen kegiatan pengelolaan di hulu dikelola oleh korporasi global. Artinya sumber energi utama di negeri ini telah dikuasai oleh swasta (asing, aseng, dan lokal).
Kedua, akibat investasi (utang riba) menjadikan negara tidak berdaulat, secara politik dan ekonomi. Secara politik, ada intervensi (campur tangan) negara asing misalnya, dalam pembuatan UU yang memihak pada para pemilik modal, seperti UU Omnibus Law, UU Migas, dll. Adapun secara ekonomi, terjebak dalam permainan mereka dalam perdagangan minyak dunia dengan menggunakan standar mata uang Dolar AS. Mereka dengan mudah menaikkan suku bunga, akibatnya nilai tukar rupiah menjadi anjlok. Inilah penyebab mengapa harga BBM selalu mengalami kenaikan. Wajar, jika mengakibatkan APBN jebol (devisit). Di samping itu, sekitar 30% dana APBN untuk membayar bunga riba, sungguh miris.
Ketiga, mengguritanya korupsi terjadi di semua lini termasuk di PT Pertamina. Oleh eks Dirut Karen Agustiawan, negara mengalami kerugian mencapai Rp2,1 triliun. Ini hanya satu orang, belum Karen-Karen lainnya. Juga adanya kasus mafia BBM bersubsidi, yakni kasus penimbunan yang diduga mengakibatkan kelangkaan migas. Fakta tersebut membuktikan bahwa tata kelola ala kapitalisme berujung menyengsarakan rakyat.
Dampaknya
Dampak kenaikan BBM tentu akan sangat dirasakan oleh semua pihak. Sebab, BBM digunakan oleh berbagai macam industri. Dengan kenaikan BBM akan memperbesar ongkos produksi dan jasa yang menyebabkan naiknya harga semua barang. Hal ini akan menurunkan daya beli masyarakat. Bagi industri yang terdampak, untuk mengurangi ongkos produksi dilakukanlah PHK atau pemangkasan upah pada para buruh. Lagi dan lagi buruh yang menjadi korban.
Kenaikan BBM juga berimbas langsung pada sektor transportasi, yang menimbulkan efek domino. Akibat tingginya biaya transportasi akan berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang sangat membebani rakyat menengah ke bawah. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada sektor lainnya, yakni usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) hingga industri besar. Jika kenaikan harga dan jasa terus dibiarkan akan mengantarkan pada inflasi dan resesi.
Itulah buah busuk sistem kapitalis yang berasaskan sekularisme. Yakni, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, menafikan keberadaan Tuhan sebagai pengatur. Sudah tentu akan melahirkan kerusakan-kerusakan di semua lini kehidupan. Sebab, dalam sistem ini, tolok ukur perbuatan bukan berdasarkan haram dan halal tetapi asas manfaat. Apalagi dalam sistem ini meniscayakan kebebasan berkepemilikan yang menjadikan korporasi rakus dan tamak untuk menguasai SDA termasuk migas. Sementara itu, penguasa hanya sebagai regulator (pembuat undang-undang) yang menzalimi dan menyengsarakan rakyatnya. Masihkah sistem yang rusak ini dipertahankan?
Hanya Islam Solusinya
Islam agama sempurna, juga mengatur masalah BBM. Jika negara mandiri dalam menyediakan BBM dengan mengacu syariat Islam, justru akan mendapatkan keuntungan yang tinggi ketika terjadi kenaikan harga minyak.
Secara fakta BBM adalah sumber energi bagi kehidupan masyarakat yang berasal dari minyak bumi. Rasulullah saw. bersabda: "Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Oleh sebab itu, dalam pandangan Islam BBM termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki dan dikelola oleh individu maupun swasta. Namun, syariat mewajibkan negara untuk mengelolanya dan hasilnya diberikan gratis kepada rakyat atau negara boleh menjual dengan harga murah sebagai ganti biaya produksi.
Jika negara membutuhkan jasa dan tenaga dari perusahaan asing, maka mereka hanya diikat dengan kontrak ijarah (pengupahan). Dengan konsep ini, negara akan memiliki kedaulatan untuk mendistribusikan hasil BBM kepada rakyatnya.
Negara juga dibolehkan menjual BBM kepada industri dalam negeri maupun ke luar negeri dengan mengambil keuntungan maksimal. Namun, keuntungan tersebut dimasukkan ke pos pemilikan umum baitul mal yang dialokasikan untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat. Seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, fasilitas umum, dan infrastruktur publik yang bisa dinikmati secara gratis oleh warga negaranya. Baik muslim maupun non muslim tanpa melihat status sosialnya. Terkait korupsi dan penimbunan Islam memiliki mekanisme aturan yang tegas dan sanksi yang diberikan agar menimbulkan efek jera.
Demikianlah sistem Islam dalam mengatur dan mengelola BBM sehingga masyarakat bisa menikmati BBM dengan harga terjangkau. Selain itu, negara dapat memiliki sumber pendapatan untuk menyejahterakan rakyatnya. Terlebih lagi, dengan ekspor ke luar negeri dapat meningkatkan bargaining power dikancah internasional. Semua ini akan terwujud jika syariat Islam diterapkan secara kafah.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar