Karhutla Membara, di Mana Peran Negara?
![]() |
🖤 Admin MKM |
Karhutla ini sejatinya buah dari kebijakan negeri ini, yang menganut sistem kapitalis. Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan memang diperbolehkan jika memenuhi syarat yang ditetapkan UU. Sementara negara telah gagal memberikan sanksi terhadap para pelaku pembakaran hutan secara liar. Masyarakat juga tidak mempunyai kesadaran tentang bahaya membuka lahan melalui pembakaran hutan. Hal ini disebabkan minimnya pemerintah dalam memberikan edukasi.
OPINI
Oleh Rati Suharjo
Pegiat Literasi AMK
MKM, OPINI_Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan) seolah menjadi agenda tahunan di negeri ini. Pasalnya, hampir setiap tahun negeri ini selalu mengalami karhutla yang luasnya tidak sedikit. Tahun ini kembali terjadi dan merupakan kasus terparah dalam tiga tahun terakhir. Selain disebabkan oleh faktor orang yang tidak bertanggung jawab, ternyata juga ada unsur kesengajaan seperti kejadian di Kalimantan. Hampir ditemukan beberapa titik.
Ketua Walhi (Wahana Lingkungan dan Hutan) Ully Artha, menyebutkan bahwa kebakaran berulang ini terjadi akibat pemerintah kurang maksimal dalam mengatasi karhutla dan akibat salah mengelola sumber daya alam. Hal ini terbukti di Kalimantan telah ditemukan 900 perusahaan yang beroperasi di lahan gambut dan hutan. (tempo.com, 20/8/2023)
Dengan adanya kebakaran ini, menambah panjang deretan jumlah kebakaran. Pasalnya, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, sepanjang Januari sampai Agustus 2023 dinyatakan ada 267.000 hektare lahan dan gambut yang sudah terbakar. (detabox.com, 29/9/2023)
Kebakaran di tengah negeri yang dilanda elnino ini sangat mengerikan. Pohon-pohon dan ranting yang tidak dibakar pun telah kering. Jika ada yang membakar atau membuang sedikit percikan api, dalam waktu singkat kebakaran akan merembet ke mana-mana. Asap dari karhutla yang luar biasa luasnya, otomatis mengakibatkan beberapa penyakit. Di antaranya batuk, radang tenggorokan, sakit mata, dan ISPA tak dapat dihindarkan.
Berbicara terkait dengan ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) yang menyerang paru-paru, jika tidak ditangani secara serius maka menyebabkan kegagalan bernapas. Ditambah lagi, asap tersebut mengganggu aktivitas masyarakat bahkan negara tetangga.
Selain itu, sebentar lagi negeri ini akan menghadapi musim penghujan. Kebakaran hutan dan lahan ini menjadi masalah besar bagi masyarakat. Pasalnya lahan dan hutan tersebut tidak akan lagi mampu menahan air karena banyak yang mati. Dengan demikian, air akan langsung turun ke pemukiman warga. Alhasil, banjir dan longsor tak dapat dihindari.
Karhutla ini sejatinya buah dari kebijakan negeri ini, yang menganut sistem kapitalis. Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan memang diperbolehkan jika memenuhi syarat yang ditetapkan UU. Sementara negara telah gagal memberikan sanksi terhadap para pelaku pembakaran hutan secara liar. Masyarakat juga tidak mempunyai kesadaran tentang bahaya membuka lahan melalui pembakaran hutan. Hal ini disebabkan minimnya pemerintah dalam memberikan edukasi.
Oleh karena itu karhutla akan terus terjadi, mengingat negeri ini memiliki hutan yang sangat luas. Hal ini justru memudahkan kapitalis asing maupun domistik untuk menguasai hutan. Mereka dengan leluasa mengubah hutan menjadi kebun sawit, gedung-gedung, dan yang lain. Mereka tidak memikirkan dampak yang terjadi di masa depan. Tujuan kapitalis adalah mencari untung sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan dana yang sedikit. Jadi dengan membakar hutan mereka akan mengeluarkan modal lebih sedikit daripada menggunakan metode yang lain dalam membersihkan hutan.
Dengan fakta di atas, rakyat justru menjadi korban. Sudah kehilangan hak miliknya terhadap hutan, kemudian harus menanggung akibat dari karhutla tersebut. Jika hal ini terus terjadi mau jadi apa negeri ini? Sementara penguasa sendiri tidak mampu mencegahnya. Dengan demikian izin investasi yang diberikan negara kepada kapitalis, mengakibatkan kebakaran lahan dan hutan akan terus berulang setiap tahunnya.
Jalan satu-satunya untuk menghindari karhutla adalah dengan mengubah sistem yang diterapkan di negeri ini. Yakni dengan mengubah sistem demokrasi yang telah melahirkan UU investasi menjadi sistem Islam. Karena dalam Islam hutan termasuk pada kepemilikan umum dan wajib bagi negara untuk mengelolanya. Haram hukumnya jika dimiliki individu.
Hal ini dikisahkan pada zaman Rasulullah saw. Yaitu dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah saw. dan meminta kepada beliau agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi saw. pun memberikannya. Ketika Abyad bin Hammal telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, "Tahukah ya Rasul apa yang telah Rasul berikan kepadanya? Sesungguhnya Rasulullah saw. telah memberikan kepadanya seperti air mengalir." Ibnu al-Mutawakil berkata, "Lalu Rasulullah saw. mencabut kembali pemberian tambang garam dari Abyad bin Hammal." (HR. Abu Dawud dan Al-Tirmidzi)
Jadi, dengan bersandar pada hadis tersebut negaralah yang berhak mengelolanya. Dengan mengelola hutan, pemerintah akan membuka lapangan kerja bagi rakyat secara luas. Adapun hasil dari pengelolaan tersebut, negara akan mengembalikannya kepada seluruh rakyat. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah saw. melalui hadisnya:
"Manusia berserikat dalam tiga perkara yakni air rumput dan api." (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Beginilah cara Islam mengatur hutan dan lahan. Namun sayang, semua ini tidak akan terjadi di negara yang menerapkan ekonomi kapitalis. Karena dalam ekonomi kapitalis, pemerintah justru memuliakan pemilik modal bukan rakyat. Rakyat dibiarkan sendiri dalam memenuhi kebutuhannya, baik itu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
Oleh sebab itu, agar rakyat kembali dimuliakan segala kebutuhannya, maka sistem saat ini harus diubah menjadi sistem Islam. Islam bukan hanya diterapkan dalam bentuk ritual semata, tapi Islam harus diikutsertakan dalam politik untuk mengurusi urusan umat. Tidak ada cara lain selain kembali menerapkan Islam dalam bingkai Daulah Islamiyah yang akan menghentikan karhutla ini.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar