Generasi Terjerat Judi Online Akibat Kapitalisme
![]() |
| ❤ Admin MKM |
Begitulah sistem demokrasi kapitalisme. Kemaksiatan saja bisa dijadikan peluang meraih keuntungan, walaupun dalihnya untuk memberantas perjudian. Dari fakta di atas, jelas yang paling menonjol adalah motif ekonomi. Tentu saja hal ini tidak bisa menjadi solusi, bahkan menambah masalah baru.
OPINI
Oleh Ita Husnawati
Pegiat Literasi
MKM, Opini_Perjudian merupakan bentuk permainan, di mana pemain bertaruh dengan memilih satu pilihan dari beberapa pilihan. Hanya satu pilihan yang benar dan menjadi pemenang. Pemain yang kalah harus memberikan taruhannya kepada si pemenang. Jumlah taruhan dan aturan mainnya telah ditentukan sebelum dimulai permainan. Undian termasuk perjudian, yakni ketika peserta harus membeli sesuatu yang diberi nomor kemudian nomor itu ditarik secara acak untuk menentukan pemenang hadiah tertentu.
Adapun jenis-jenis perjudian, di antaranya: togel (totoan gelap), sabung ayam, judi dadu, judi kartu, dan judi bola. Seiring pesatnya kemajuan teknologi informasi, sistem perjudian pun mengalami perkembangan, sehingga perjudian bisa dilakukan melalui jaringan internet (daring). Inilah yang disebut judi online. Ragam judi online di antaranya: poker virtual, kasino, dan taruhan olahraga (sportbook). (wikipedia, 30/10/2023)
Anak-Anak Terjerat Judi Online
Perjudian adalah permainan yang mengandung spekulasi (untung-untungan), sehingga membuat pemainnya makin penasaran. Bagi yang kalah, ingin terus mencoba karena selalu berharap suatu saat akan menang, sedangkan bagi yang pernah menang masih penasaran dan berharap akan menang lagi. Itulah angan-angan yang dibangun oleh setan untuk terus terjerat dalam lingkaran kemaksiatan.
Mirisnya, judi online saat ini tidak hanya dimainkan oleh orang yang sudah dewasa, tetapi sudah menjerat anak di bawah umur yang berstatus sebagai pelajar. Berdasarkan laporan PPATK diperoleh data sebanyak 2,7 juta orang terlibat judi online, 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar dengan jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA, dan mahasiswa. Mengapa demikian?
Hal ini terjadi karena saat ini begitu mudahnya seseorang untuk memasang taruhan, tidak membutuhkan dana yang besar. Hanya dengan uang Rp10.000 sudah bisa bermain judi. Cara deposit pun makin dipermudah, hanya dengan kirim pulsa, dompet elektronik, uang elektronik, dan sebagainya. Sehingga menurut data PPATK, transaksi judi online dari 2017 sampai 2023 telah mencapai lebih dari Rp200 triliun. (okezone.com, 28/11/2023)
Dampak Psikologis Judi Online bagi Anak-Anak
Beberapa ahli menyebutkan bahwa anak-anak yang terjerat judi online cenderung kecanduan, sehingga aktivitas fisiknya menurun. Menurut Kawiyan, anak-anak tersebut, waktunya banyak dihabiskan untuk bermain dan memantau perkembangan judi online, cenderung boros dan berpotensi menyalahgunakan uang orang tua, bahkan memungkinkan berusaha mendapatkan uang dengan cara apa pun. Selain itu, mereka bisa mengalami masalah psikologis seperti cemas, stres, dan depresi yang mengakibatkan proses pendidikan formal mereka terganggu. (cnbcindonesia.com, 21/09/2023)
Kapitalisasi Judi Online
Di balik kekhawatiran orang tua terhadap masa depan generasi, ironisnya ada pihak yang mengusulkan memajaki judi online pada Raker Komisi I DPR RI, walaupun ada ekonom yang menentang hal ini. Pengusul memandang bahwa judi online termasuk kejahatan trans-nasional yang server situsnya di luar negeri, seperti Kamboja dan Filipina. Alasannya, agar uang dari Indonesia tidak lari ke luar negeri, karena hanya Indonesia yang tidak melegalkan perjudian di wilayah ASEAN. Ia menaksir uang yang mengalir ke luar negeri dari transaksi judi online mencapai Rp150 triliun dan nilainya makin besar setiap tahun. (bbc.com, 08/09/20230)
Begitulah sistem demokrasi kapitalisme. Kemaksiatan saja bisa dijadikan peluang meraih keuntungan, walaupun dalihnya untuk memberantas perjudian. Dari fakta di atas, jelas yang paling menonjol adalah motif ekonomi. Tentu saja hal ini tidak bisa menjadi solusi, bahkan menambah masalah baru. Manusia pada hakikatnya memiliki keterbatasan dalam membuat aturan hidup untuk kebaikan di dunia maupun di akhirat.
Pandangan Islam Terhadap Judi Online
Islam memandang semua jenis perjudian, baik online maupun offline adalah haram yang merupakan bentuk pelanggaran terhadap hukum syarak yang Allah tetapkan. Dengan tegas Al-Qur'an menyebutkan sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Maidah [5]: 90-91)
Dari ayat ini jelas bahwa judi adalah perbuatan setan, di mana setan merupakan musuh yang nyata bagi manusia. Maka, perbuatannya tidak boleh ditiru atau diikuti, karena setan punya misi untuk mencari follower sebanyak-banyaknya agar bisa membersamainya di neraka. (nauzu billahi min zalik). Perbuatan judi akan memunculkan kebencian dan permusuhan antarsesama manusia dan lupa dari mengingat Allah. Akibat makin jauh dengan Allah, maka hatinya makin galau. Hal ini bisa menyebabkan gangguan psikologis. Selain itu, berjudi adalah perbuatan dosa besar, sebagaimana firman Allah berikut ini:
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya ...."." (QS. Al-Baqarah [2]: 219)
Oleh karena itu, perbuatan judi harus dijauhi dan judi online harus diberantas. Hal ini tidak bisa dilakukan hanya oleh individu, tetapi membutuhkan peran institusi penegak hukum. Tentu saja institusi yang menerapkan hukum Allah yang bisa memberantas segala bentuk perjudian dan kemaksiatan. Yakni melalui sistem sanksi yang tegas, pemahaman tsaqafah Islam, serta pembinaan keimanan dan ketakwaan individu dan masyarakat.
Wallahualam bissawab.

Komentar
Posting Komentar