Menyolusi Stunting di Alam Demokrasi?
🖤Admin MKM
Sebenarnya, pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk mengatasi stunting dengan dana yang digelontorkan tak sedikit. Namun sayang, tampaknya angka stunting belum mau beranjak turun secara signifikan dan salah satu faktor penyebab menurut Hasbullah Thabrany adalah adanya penyelewengan dana mulai di tingkat daerah. Hal tersebut, tampak di beberapa daerah ditemukan kasus penyelewengan dana justru digunakan untuk keperluan perjalanan dinas atau rapat.
OPINI
Oleh Nining Sarimanah
Aktivis Muslimah
MKM_OPINI, Belakangan, pernyataan Gibran Rakabuming menjadi sorotan publik. Pasalnya, ia salah menyebutkan nama zat yang dibutuhkan oleh ibu hamil dengan asam sulfat. Padahal, asam sulfat merupakan zat yang sangat berbahaya jika dikonsumsi. Sedangkan, zat yang bermanfaat bagi ibu hamil untuk perkembangan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa menyebabkan stunting dan beragam masalah kesehatan lainnya. Karena itu, stunting menjadi perhatian pemerintah saat ini, di mana Menteri Keuangan, Sri Mulyani telah menggelontorkan dana sebesar Rp30 triliun untuk menurunkan angka stunting.
Saat ini, Indonesia prevalensi stunting sebesar 21,6%, sementara pada 2024 target yang ingin dicapai adalah 14%. Mengacu pada fakta tersebut, tentu isu ini tidak dilewatkan bagi kandidat Pilpres 2024 dalam kampanye mereka untuk menarik simpati rakyat. Salah satunya adalah Capres Prabowo nomor urut dua yang berjanji jika terpilih jadi presiden, angka stunting akan ditekan sampai di bawah 10% dengan mengalokasikan dana sebesar Rp400 triliun untuk program makan siang gratis yang berasal dari realokasi dana bantuan pendidikan, sosial, hingga kesehatan. (Bisnis.com, 6/12/2023)
Sebenarnya, pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk mengatasi stunting dengan dana yang digelontorkan tak sedikit. Namun sayang, tampaknya angka stunting belum mau beranjak turun secara signifikan dan salah satu faktor penyebab menurut Hasbullah Thabrany adalah adanya penyelewengan dana mulai di tingkat daerah. Hal tersebut, tampak di beberapa daerah ditemukan kasus penyelewengan dana justru digunakan untuk keperluan perjalanan dinas atau rapat.
Menelisik Akar Masalah
Sungguh miris, tak hanya pejabat daerah, perilaku korup pun sudah menjadi budaya di kalangan pejabat pusat. Alhasil, korupsi di berbagai level pejabat menjadi salah satu penyebab lambatnya penurunan prevalensi stunting. Padahal, dana itu sejatinya sangat dibutuhkan untuk kebutuhan gizi anak Indonesia agar terhindar dari stunting.
Namun, hati nurani mereka telah dibutakan karena mahalnya kontestasi pemilu yang berujung menggali sumber materi untuk dirinya, keluarganya, dan partainya demi mengembalikan modal dan menambah pundi-pundi mereka. Inilah, sistem politik demokrasi yang melahirkan para pejabat yang korup dan abai terhadap persoalan rakyat. Karenanya, berharap seluruh alokasi dana sampai kepada pihak yang membutuhkan ibarat "mimpi di siang bolong".
Selain persoalan korupsi, patut kita cermati bahwa berbagai program yang dijalankan tidak menyentuh akar persoalan sehingga mandul dalam penyelesaiannya. Hal ini, senada dengan apa yang dinyatakan UNICEF bahwa penyebab stunting adalah ibu kekurangan nutrisi saat hamil, anak kekurangan gizi dalam dua tahun usianya, dan sanitasi yang buruk. Kekurangan gizi baik pada ibu hamil maupun anak, terjadi karena tingginya angka kemiskinan. Jadi, selama kemiskinan ini tidak dituntaskan maka persoalan stunting akan sulit diatasi.
Oleh karena itu, kemiskinan inilah yang harus menjadi perhatian penguasa. Hanya saja, jika mengharapkan pada kepemimpinan politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme, persoalan kemiskinan sulit diberantas karena sistem ini sumber dari mengguritanya kemiskinan ekstrem.
Sistem kapitalisme meniscayakan peran pemerintah hanya sebatas regulator. Sementara, seluruh urusan rakyat diserahkan kepada pihak swasta yang mengutamakan keuntungan semata, bukan kesejahteraan seluruh rakyat. Wajar, hal ini berdampak pada kesenjangan yang nyata antara yang miskin dan kaya. Orang kaya mampu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka, tetapi sebaliknya yang miskin sulit mendapatkan pemenuhan gizi balita. Jangankan gizi, sekadar makan tiga kali saja butuh perjuangan ekstra.
Islam Solusinya
Kondisi ini, jelas berbeda ketika Islam dijadikan sebagai sumber hukum bagi seluruh persoalan bangsa termasuk masalah stunting. Tersebab, sistem politik Islam akan melahirkan pemimpin yang amanah dan kapabel sehingga tidak ada rakyat yang diabaikan dalam urusannya. Seluruh kebutuhan dasar rakyat akan terpenuhi oleh negara. Negara membuka lapangan pekerjaan dan memastikan setiap kepala keluarga mendapatkan upah yang layak. Jika, ada kepala keluarga yang tidak mampu bekerja karena sakit atau cacat sedangkan kerabat mereka tidak mampu menanggung nafkah, maka keluarga tersebut akan disantuni negara dengan dipenuhi seluruh kebutuhan dasarnya termasuk pangan bergizi hingga tidak ada lagi yang sengsara.
Sebagaimana pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab, beliau rela memanggul sendiri gandum kemudian dimasaknya, dan diberikan kepada seorang ibu bersama anak-anaknya yang kelaparan karena tidak ada makanan. Rasa tanggung jawab akan terwujud hanya pada sistem Islam, karena ini merupakan perwujudan rasa takut yang begitu besar pada pemimpin Islam dihadapan Allah Swt., di mana penguasa akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Hal ini, disampaikan Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang artinya, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”
Khatimah
Dengan demikian, stunting merupakan masalah serius akibat dari kemiskinan ekstrem yang lahir dari sistem kapitalisme demokrasi. Satu-satunya jalan untuk mengentaskan kemiskinan adalah mengganti sistem buatan manusia dengan sistem Islam. Sistem ini, telah terbukti selama 14 abad melahirkan masyarakat sejahtera dan makmur. Karenanya, penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah sangat urgen agar rakyat terlepas dari kemiskinan.
Wallahu a'lam bishawab
Komentar
Posting Komentar