Tren Bunuh Diri Marak Terjadi, Cermin Rusaknya Mental Generasi?

๐Ÿ’“ Admin MKM

Menilik beragam profil buram generasi hari ini, telah terjadi kemerosotan yang signifikan. Sangat miris, kondisi remaja yang kian jauh dari tuntunan agama dan serba bebas tanpa aturan (liberalisme). Bukan hanya kehilangan jati diri, perilaku generasi kini hanyut dalam kubangan kemaksiatan, hingga terjebak pada kerusakan akidah, mental dan moral. Mulai dari pergaulan bebas, maraknya perzinaan, hingga melakukan bunuh diri.


OPINI


Oleh Ummu Raffi

Ibu Rumah Tangga


MKM, Opini_Remaja merupakan generasi masa depan. Mereka adalah aset terbesar bangsa dalam membangun serta perjuangan yang akan membawa pada kebangkitan Islam. Lantas bagaimanakah cermin pemuda saat ini?

Seperti yang disampaikan Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar S.H.M.S baru-baru ini. Beliau menyampaikan setidaknya ada 20 kasus bunuh diri pada anak berusia di bawah 18 tahun sejak Januari 2023. Kasus tersebut tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini adalah dampak psikis yang dialami remaja karena kekerasan ataupun perundungan sehingga mengakibatkan depresi, hingga melakukan bunuh diri. (rri,11/11/2023)

Menilik beragam profil buram generasi hari ini, telah terjadi kemerosotan yang signifikan. Sangat miris, kondisi remaja yang kian jauh dari tuntunan agama dan serba bebas tanpa aturan (liberalisme). Bukan hanya kehilangan jati diri, perilaku generasi kini hanyut dalam kubangan kemaksiatan, hingga terjebak pada kerusakan akidah, mental dan moral. Mulai dari pergaulan bebas, maraknya perzinaan, hingga melakukan bunuh diri. 

Tak hanya itu, kasus kekerasan, bullying, serta tindak kejahatan (kriminalitas) remaja sering kali terjadi. Bahkan, pelakunya pun tidak sedikit masih di bawah umur. Pemuda saat ini tidak lepas dari mental illness, yakni mudah tertekan dan depresi. Bahkan, tak sedikit memutuskan untuk mengakhiri hidupnya seperti yang marak terjadi baru-baru ini. Konsumerisme dan hedonisme kian membelenggu pemuda hari ini. Menjadikan mereka sosok yang gemar mencari kesenangan semata. Gaya hidup yang lahir dari sistem kapitalis sekuler, sangat mengagungkan kebebasan. Landasan perbuatan mereka hanya sebatas manfaat materil. 

Di sisi lain, tata kehidupan sistem ini terbukti telah menjadikan hidup terasa sempit. Tak sedikit para ibu kini diharuskan membantu suami, untuk mencari tambahan biaya agar terpenuhi kebutuhan pokoknya. Tentu saja yang menjadi korban adalah anak-anak. Pendidikan agama dan karakter menjadi tidak optimal, bahkan sirna. Pemuda saat ini dididik oleh media yang terus menggiring mereka untuk bergaya hidup liberal. Sehingga, perlahan menggerus pola pikir dan pola sikap generasi.

Membahas problem remaja memang tak kunjung usai. Masalahnya pun kian hari semakin kompleks. Maka jika ditelaah penyebabnya antara satu dengan faktor lainnya sangat berkaitan. Tentu saja untuk mengatasi tren bunuh diri yang kian marak menjangkiti pemuda, tidak cukup dengan upaya peran keluarga atau individu semata. Melainkan harus ada peranan masyarakat serta negara yang tidak disetir oleh kepentingan segelintir orang.

Peranan tersebut hanya didapatkan dalam pengaturan Islam. Dalam Islam, peran negara sangatlah dibutuhkan. Oleh sebab itu, untuk membentengi pemuda dari pergaulan yang dapat merusak mental generasi harus ditempuh dengan beberapa mekanisme berikut. 

Pertama, negara wajib menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Pendidikan Islam diterapkan sedini mungkin. Anak-anak dikenalkan terhadap Sang Pencipta yaitu Allah Swt. Diajarkan pula pada mereka tentang sosok-sosok muslim tangguh, seperti para Nabi dan Rasul, serta sahabat Rasulullah saw. Sehingga, akan menambah ketakwaan, keimanan, serta menjadikan rasa takut dan cinta kepada Allah Swt.

Begitu pula orang tua dapat membekali tsaqafah dan pemikiran Islam kepada anak-anaknya. Agar mereka memahami tentang perintah serta larangan Allah Swt. Alhasil, melalui kurikulum pendidikan yang kokoh dan konsisten, anak-anak dapat mengenal dirinya sebagai seorang muslim berpola pikir dan pola sikap Islami dalam kehidupannya.

Kemudian ketika anak-anak telah mumayyiz, orang tua sudah mulai menumbuhkan kesadaran akan hukum-hukum syariat secara detail. Khususnya berkaitan dengan sistem pergaulan dalam Islam. Sehingga, pada saat anak beranjak baligh (taklif), mereka telah memahami bahwa setiap perbuatan yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di yaumil akhir.

Peraturan inilah yang dapat membentengi anak-anak, agar terhindar dari berbuat kemaksiatan. Dengan bekal ketakwaan yang mereka miliki, mampu mencegah dari perbuatan-perbuatan melanggar hukum syarak.

Kedua, negara wajib menerapkan sistem ekonomi Islam. Sistem ini akan memastikan kekayaan alam milik umum dikelola negara untuk kemaslahatan umat, termasuk pendidikan di dalamnya. Sehingga dapat memberikan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi para suami, agar mampu memenuhi nafkah keluarganya. Dengan demikian, peran ibu hanya fokus mendidik generasi.

Ketiga, negara wajib memberikan peraturan yang tegas untuk media. Hal itu dilakukan untuk mencegah tersebarnya tontonan atau informasi yang bisa merusak mental generasi dari pemikiran apa pun yang dapat menjauhkan dari ketaatan, serta melemahkan keyakinan kepada Allah Swt..

Islam sangat mengharamkan bunuh diri. Pelakunya akan mendapatkan siksa kelak di hari kiamat. Allah Swt berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 29, yang artinya, “Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Oleh karena itu, sudah semestinya kita menjadikan Islam sebagai dasar menjalankan sistem kehidupan. Menjadikan keimanan serta ketakwaan sebagai pondasinya. Sehingga, mampu melahirkan karakter generasi bermental kokoh dan tangguh, serta memiliki semangat juang yang tinggi sebagai penerus peradaban mulia.

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan