Khilafah Benarkah Ancaman atau Solusi Kehidupan?

❤ Admin MKM 


Justru, yang seharusnya diwaspadai dan dienyahkan adalah ideologi transnasional bernama sekuler kapitalisme, yang ditancapkan ke negeri ini melalui sistem demokrasi. Sistem ini, adalah buatan manusia yang merupakan hasil berpikir orang-orang Eropa Setelah mengalami penindasan oleh kerajaan yang bekerja sama dengan pihak gereja. Sistem ini, memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan manusia berdaulat atau hukum.


OPINI


Oleh Amanah Andriani, S.Pd. 

Pemerhati Generasi


MKM, Opini_Akademisi dari Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada Muhammad Iqbal Ahnaf mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk tetap mewaspadai narasi-narasi kebangkitan Khilafah. Menurutnya, narasi-narasi tersebut berpotensi untuk mendapatkan momentum pada 2024 atau bertepatan dengan 100 tahun runtuhnya kekhilafahan Utsmaniyah.

Dalam siaran resmi Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Jakarta, Muhamamad Iqbal mengatakan "Potensi ancaman dari ideologi transnasional itu akan selalu ada. Gagasan Khilafah yang ditawarkan menjadi semacam panacea atau obat segala penyakit dan mampu menyembuhkan kekecewaan, ketidak-adilan dan emosi negatif lainnya. Jelas (itu) menggiurkan bagi beberapa masyarakat." Meskipun ada kemungkinan tersebut, dia berpendapat masyarakat Indonesia tidak terlalu mendukung kepemimpinan atau model pemerintahan Khilafah. Iqbal juga menegaskan, bahwa narasi kebangkitan Khilafah sejauh ini, masih terbatas pada ranah gagasan atau teoretis. (Tribunnews.com, 10/01/2024)

Sebagai seorang muslim, wajib bagi dirinya untuk senantiasa terikat dengan hukum syariat dalam setiap amalnya. Kaidah syarak mengatakan, hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum Allah. Kaidah ini, dijelaskan oleh Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Al-Syakhsyiyyah al-Islamiyyah juz III halaman 19, Imam As- Suyuthi dan Syekh Dr. Mahmud al-Khalidi juga berpendapat demikian. Sehingga, ketika seorang muslim itu berpendapat, tentu pendapat yang dia berikan seharusnya terikat dengan hukum syariat, termasuk berpendapat terkait tentang Khilafah. 

Secara dalil, kewajiban Khilafah hukumnya jelas dan terang benderang yakni fardu kifayah. Hal itu, dapat dipahami melalui tafsir Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 30, surah An-Nur ayat 55, dan surah An-Nisa ayat 59. Begitupun, hukum yang berkaitan dengan sanksi (uqubat) seperti qisas, rajam, cambuk, potong tangan dan lainnya, tidak bisa ditegakkan kecuali dengan adanya khilafah. Artinya, keberadaan Khilafah wajib hukumnya. Jika belum tegak, maka fardu 'ain bagi setiap muslim untuk memperjuangkannya. Sebab, tidaklah suatu kewajiban itu selesai, kecuali kewajiban tersebut dilaksanakan dengan tuntas secara sempurna. 

Demikian juga dalil As-Sunnah tentang kewajiban Khilafah telah jelas, salah satu di antaranya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Dahulu Bani Israil dipimpin dan diurus oleh para nabi. Jika para nabi itu telah wafat, mereka digantikan oleh Nabi yang baru. Sungguh, setelah aku tidak ada lagi Seorang nabi, tetapi akan ada para khalifah yang banyak. " (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan seorang khalifah tidak mungkin ada kecuali dalam sistem Khilafah. Dalil ijmak sahabat tentang kewajiban Khilafah tampak, ketika para sahabat menunda pemakaman Rasulullah saw. disebabkan kesibukan mereka dalam baiat untuk mengangkat khalifah, hingga akhirnya suasana terkendali dengan terpilihnya Abu Bakar as-Siddiq. Hal ini, dinyatakan oleh Az-Zarqani Rahimahullah di dalam Syarh Al-Muwatha Juz 2 halaman 94 dan Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim Bab 12 halaman 205, menyatakan bahwa, "Mereka (para imam mazhab) telah bersepakat bahwa wajib atas kaum muslim mengangkat seorang khalifah".

Bahkan, Imam Al- Qurthubi dalam Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an Juz 1 halaman 264, menegaskan, "Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban tersebut (mengangkat khalifah) di kalangan umat dan para imam mazhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan oleh Al-'Asham (yang tuli terhadap syariat) dan siapa saja yang berkata dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya".

Maka, telah jelas Khilafah adalah bagian syariat Islam yang wajib hukumnya. Khilafah, bukan gagasan teoretis semata. Namun Khilafah itu, nyata dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para khalifah setelahnya ketika memimpin sebuah negara. Hingga, Khilafah Utsmaniyah diruntuhkan oleh antek Inggris, Mustafa Kemal Laknatullah pada 3 Maret 1924 melalui konspirasi keji nan licik. 

Khilafah bukan semacam "panacea" sebab penerapan syariat dilakukan secara praktis oleh negara. Khilafah akan menjadikan alam semesta merasakan rahmat-Nya, ini berdasarkan Al-Qur'an surah Al-Anbiya ayat 107,

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Artinya: "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." 

Selain itu, dengan diterapkannya syariat Islam, maka keberkahan dari langit dan bumi akan datang untuk penduduk negeri, sebagaimana dalam Al-Qur'an surah Al-A'raf ayat 96,

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

Artinya: "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Justru, yang seharusnya diwaspadai dan dienyahkan adalah ideologi transnasional bernama sekuler kapitalisme, yang ditancapkan ke negeri ini melalui sistem demokrasi. Sistem ini, adalah buatan manusia yang merupakan hasil berpikir orang-orang Eropa Setelah mengalami penindasan oleh kerajaan yang bekerja sama dengan pihak gereja. Sistem ini, memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan manusia berdaulat atau hukum. Padahal, Allah Swt. telah memberi peringatan dalam surah Thaha ayat 124, 

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى

Artinya: "Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”

Terbukti dalam penerapan sistem kapitalisme demokrasi, umat hanya merasakan kerusakan nyata di berbagai bidang. Kezaliman oligarki di mana-mana, kebatilan tersebar luas atas nama kebebasan. Negara lepas tanggung jawab terhadap urusan rakyat, dan para kapital berkuasa di segala ranah kehidupan.

Maka, sangat aneh ketika seorang muslim menolak Khilafah dengan membuat narasi yang menyesatkan pemikiran umat terkait Khilafah. Namun di saat yang sama, justru membela mati-matian sekularisme, kapitalisme, dan demokrasi. Padahal, sistem tersebut tidak pernah dicontohkan oleh rasul dan tidak ada dalam syariat Islam, bahkan bertolak belakang dengan akidah Islam, dan hanya membawa kerusakan. Khilafah tidak boleh dianggap sebagai ancaman, namun kewajiban yang harus diperjuangkan. 

Umat harus menyadari bahwa Khilafah adalah mahkota kewajiban. Inilah yang dikatakan oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dan Imam Al-Ghazali. Imam Al-Qurthubi pun menyebut Khilafah sebagai a'dzamul wajibat yaitu kewajiban paling Agung. Sebab tanpa adanya institusi khilafah, maka hukum-hukum Allah yang berkaitan dengan sistem politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sistem pergaulan, juga sistem sanksi, tidak akan pernah terwujud. Mengingat saat ini Khilafah belum ada, maka umat harus berjuang untuk mewujudkannya dengan berjuang bersama partai Islam ideologis yang ingin melangsungkan kembali kehidupan Islam melalui tegaknya Khilafah.

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan