Khilafah Itu Tajul Furud, Tidak Perlu Diwaspadai!

❤ Admin MKM 

Kita harus menyadari bahwa Khilafah adalah  Tajul Furud  (mahkota kewajiban) yang keberadaannya harus diperjuangkan. Jika kita belum mampu menjadi pejuangnya, maka janganlah menjadi penentangnya.


OPINI


Oleh Yuli Ummu Raihan

Aktivis Muslimah Tangerang


MKM, Opini_Narasi-narasi yang menyatakan Khilafah sebagai ancaman kembali muncul menjelang 100 tahun runtuhnya Kekhalifahan Utsmaniyah. Pada tanggal 3 Maret 1924 lalu, kekhilafahan Islam runtuh sehingga umat Islam ibarat anak ayam kehilangan induknya. Terpecah belah dan menjadi santapan serta rebutan negara penjajah.

Dilaporkan dari Beritasatu.com, Mohammad Iqbal Ahnaf, sejarawan dari Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada, mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk tetap mewaspadai narasi-narasi kebangkitan Khilafah. Dikatakannya, narasi ini berpotensi mendapatkan momentum pada tahun 2024, yang bertepatan dengan 100 tahun runtuhnya Kekhalifahan Utsmaniyah. Gagasan Khilafah yang ditawarkan menjadi semacam obat mujarab atau obat segala penyakit dan mampu meredakan kekecewaan, ketidakadilan, dan emosi negatif lainnya. “Ini tentu akan membuat masyarakat tergiur,” ucap M. Iqbal.


Menurut M. Iqbal, narasi kebangkitan Khilafah ini masih sebatas gagasan atau teoretis. Ia memperkirakan narasi ini kemungkinan akan digunakan oleh para politikus untuk kepentingan pemilu mereka. (Tribunnews.com, 10/1/2024)


Khilafah adalah Tajul Furud

Sebagai seorang muslim kita wajib terikat dengan hukum syarak dalam segala aktivitas kehidupan. Termasuk ketika mengeluarkan pendapat, misalnya tentang Khilafah. Khilafah adalah syariat Islam yang wajib hukumnya. Bukan sekedar gagasan teoretis.

Khilafah juga bukan semacam “obat mujarab”. Ketika syariat Islam diterapkan secara kafah oleh institusi negara bernama Khilafah, memang bertujuan menjadikan rahmat bagi sekalian alam.

Allah berfirman dalam QS. Al-Anbiya ayat 107: “Dan Kami tidak mengutusmu Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menyebut Khilafah sebagai a’dzamul wajibat atau kewajiban paling agung. Karena tanpa Khilafah, maka hukum-hukum Allah yang berkaitan dengan sistem politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lainnya tidak akan pernah bisa diterapkan. Kini Khilafah terus menjadi perbincangan, mulai dari warung kopi hingga diskusi publik. Pelan tapi yang pasti, Khilafah akan terus dikaji dan dipahami sebagai kewajiban, bukan ancaman.

Sistem Khilafah adalah sistem kepemimpinan umat yang menjadikan Islam sebagai ideologi, serta undang-undangnya berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunah. Sementara Khilafah sendiri adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengembangkan dakwah ke seluruh dunia.

Dalam menanggapi ide Khilafah, saat ini umat terbagi menjadi tiga kelompok. Artinya, kelompok yang menolak, mendukung, dan tidak menyetujui.

Kelompok yang menolak dipecah menjadi dua keadaan, yaitu kultural dan ideologis. Kelompok yang menolak secara kultural ini biasanya adalah kelompok yang sudah merasa “senang” meskipun semu dengan kondisi saat ini, di mana Khilafah tidak lagi ada. Mereka enggan berpindah dari kondisi ini karena merasa belum ada kepastian, apakah jika Khilafah tegak mereka akan mendapatkan kesenangan. Kebanyakan mereka hanya ikut-ikutan dan setia kepada kepemimpinan yang memberikan manfaat dan kesenangan duniawi semata.

Sementara itu, mereka yang menolak secara ideologis adalah non-muslim dan muslim yang pemikirannya memiliki ideologi teracuni selain Islam. Sedangkan kelompok yang mendukung dan tidak menyetujui juga beragam tingkatannya. Di dalamnya dibutuhkan pemahaman yang jernih. Pemahaman Yakni yang bisa menguatkan perjuangan dan tidak menjadikan kelompok yang belum tenang justru berubah menjadi penentang bahkan penghalang.

Saat ini Khilafah belum tegak, maka perjuangannya adalah sebuah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin. Tidak ada tetapi dan nanti, bahkan melalaikannya adalah salah satu bentuk kemaksiatan.

Dalil kewajiban menegakkan Khilafah dalam Al-Qur'an termaktub dalam QS. Al-Maidah ayat 48: “Maka putuskanlah perkara di antara manusia dengan apa yang Allah turunkan, dan janganlah engkau menuruti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.”

Hukum Allah tidak mungkin bisa diterapkan jika Khilafah tidak ada. Kita bisa menyaksikan hari ini begitu banyak hukum Allah tidak bisa diterapkan, seperti potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, kisas bagi pembunuh, dan lainnya.

Sementara dalil kewajiban Khilafah dari As-Sunah, salah satunya HR. Bukhari dan Muslim yang mana Rasulullah saw. bersabda: "Dahulu Bani Israil dipimpin dan diurus oleh para nabi. Jika para nabi itu telah wafat, Allah menggantikannya dengan nabi yang baru. Sungguh, setelah Aku tidak ada lagi seorang nabi, tetapi akan ada khalifah yang banyak."

Khalifah tidak mungkin ada kecuali dalam sistem Khilafah. Para sahabat juga bersepakat tentang kewajiban menegakkan Khilafah. Mereka sepakat merayakan pemakaman Rasulullah saw. sampai terpilihnya seorang khalifah yaitu Abu Bakar as-Siddiq. 

Jadi, sudah sangat jelas jika Khilafah ini adalah syariat Islam, bukan sekedar gagasan teoritis apalagi utopis. Setelah Rasulullah saw. wafat, umat Islam dipimpin oleh seorang khalifah dan menerapkan Islam secara kafah. Hasilnya, umat Islam hidup sejahtera, menjadi umat terbaik, dan mampu menciptakan peradaban gemilang. 

Hal ini sangat mungkin terwujud karena Allah sendiri telah berfirman dalam QS Al-A'raf ayat 96: “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, ternyata tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan."

Berbagai permasalahan umat yang terjadi saat ini semua disebabkan karena kita tidak lagi menggunakan aturan Allah untuk mengatur kehidupan. Padahal, Allah melalui syariat Islam telah sangat sempurna mengatur seluruh aktivitas kehidupan kita, mulai dari hal terkecil hingga skala pemerintahan.

Hari ini kita dengan sombong mencampakkan hukum Allah tersebut dan lebih memilih hukum buatan manusia. Padahal, kita tahu bahwa kemampuan manusia itu terbatas. Telah terbukti hukum buatan manusia tidak mampu memberikan ketenangan, kebaikan, apalagi kesejahteraan. Faktanya kerusakan demi kerusakan justru terjadi hampir di seluruh aspek kehidupan.

Maka, sangat aneh jika ada seorang muslim yang menolak bahkan membuat narasi buruk tentang Khilafah. Jika belum tahu seharusnya mencari tahu agar tidak gagal paham. Khilafah adalah solusi, bukan ancaman. Kita harus menyadari bahwa Khilafah adalah Tajul Furud (mahkota kewajiban) yang keberadaannya harus diperjuangkan. Jika kita belum mampu menjadi pejuangnya, maka janganlah menjadi penentangnya.

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan