Kasih Ibu Lenyap, Akibat Beban Hidup Semakin Berat

🖤Admin MKM

OPINI

Oleh Laura Nabila

Aktivis Dakwah dan Pengajar Tahfidzul Qur'an


Kasih ibu kepada beta

Tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi tak harap kembali

Bagai sang surya menyinari dunia


MKM OPINI_Itulah penggalan lirik lagu "Kasih Ibu" ciptaan SM Mochtar yang mengisahkan betapa besarnya kasih sayang seorang ibu. Anak adalah anugerah dan amanah dari Allah. Ironisnya, saat ini justru banyak ibu yang tega membunuh anaknya sendiri. Padahal, di luar sana, banyak wanita yang menginginkan keturunan, tetapi belum mendapatkannya.

Sebagaimana yang dilansir dalam laman Kumparannews, (24/1/2024), di Desa Membalong, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, seorang ibu bernama Rohwana (38) tega membunuh bayinya sendiri. Pembunuhan itu dilakukan dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air, sesaat setelah dilahirkan. Setelah sang bayi kehilangan nyawa, dibuangnya sang bayi ke semak-semak kebun milik warga setempat.

Ibu tersebut mengaku tega membunuh putranya tersebut karena tidak memiliki biaya untuk membesarkannya. Pelaku sudah memiliki dua anak dan suaminya hanya bekerja sebagai buruh.

Fakta ini menunjukan bahwa akibat penerapan sistem kapitalis hari ini, harga kebutuhan sehari-hari semakin melonjak tinggi. Beban ekonomi yang kian mencekik telah mematikan fitrah berupa naluri kasih sayang seorang ibu. Sehingga, berani untuk membunuh anaknya sendiri. Dengan alasan tidak sanggup lagi merawatnya sampai tumbuh dewasa di saat penghasilannya pas-pasan bahkan kurang.

Selain itu, lemahnya iman dan pemahaman konsep rezeki telah membuat ibu gelap mata dan tidak bisa berpikir jernih. Ia tidak menyadari bahwa kelak pada hari akhir ibu dan ayah akan mempertanggungjawabkan pengasuhan dan pendidikan sang anak kepada Allah Taala.

Selain faktor keimanan, faktor keluarga juga berperan penting untuk mencegah kasus ibu membunuh bayinya sendiri. Keluarga seharusnya bisa menjadi support system para ibu untuk menjalankan tugas utamanya yaitu menjadi ummu wa robbatul bait. Sayangnya, dalam naungan sistem kapitalis, kaum ibu justru dipaksa oleh keadaan untuk turut menanggung beban ekonomi keluarga. Sehingga memiliki anak dianggap menjadi beban keluarga.

Sementara itu, sistem kapitalis telah membentuk masyarakat yang individualis. Hanya memikirkan nasib diri sendiri dan tidak peduli pada orang lain. Menyebabkan lemahnya kepedulian masyarakat melihat keadaan di sekitarnya. 

Pilunya lagi, negara yang seharusnya ada di garda terdepan sebagai pelindung kaum ibu, nyatanya hanyalah delusi. Kesejahteraan hanya milik segelintir orang saja. Angka kemiskinan semakin menjadi di tengah penguasa yang sibuk beretorika dengan bualan belaka mengenai pertumbuhan ekonomi, investasi, dan pemberantasan korupsi. Sedangkan di depan matanya banyak kaum ibu yang bergelut dengan keadaan, merasai nestapa. Penguasa justru berdedikasi kepada kepentingan para kapitalis oligarki. Semua kebijakan negara dibuat demi melayani kepentingan pemilik modal.

Pada sistem kapitalis sekuler, negara lepas tangan dalam urusan ekonomi setiap rakyat dengan prinsip "siapa yang paling kuat dia akan bertahan". Sementara kehidupan liberal saat ini membentuk keluarga muslim tidak menjadikan Islam sebagai konsep dalam pernikahan. Sehingga, minimnya kesadaran dan persiapan seorang wanita untuk kelak berperan sebagai seorang ibu, yang keberadaannya sangat penting untuk mencetak generasi terbaik.

Berbeda dengan sistem Islam, Islam sangat memuliakan seorang ibu dengan menjaga fitrahnya. Sebab, dari seorang ibulah akan lahir generasi penerus peradaban yang gemilang.

Terdapat mekanisme pengaturan pemenuhan kebutuhan dalam Islam. Jika seorang suami meninggal atau tidak mampu mencari nafkah sesuai alasan yang dibenarkan syara, maka jalur penafkahan akan beralih kepada saudaranya. Jika tidak memiliki saudara, maka jalur penafkahan beralih kepada negara. Islam menjamin terwujudnya hak atas individu dengan adanya jaminan pendidikan dan kesehatan secara gratis dan berkualitas, serta kebutuhan pangan yang baik dan terjangkau. Sehingga, setiap individu termasuk para ibu tidak terbebani dalam pemenuhan kebutuhan yang bukan menjadi kewajibannya.

Islam mendudukkan peran seorang istri dan suami sesuai fitrahnya. Selanjutnya, negara berkewajiban untuk menjamin terlaksananya peran tersebut. Dimana istri sebagai pengurus rumah tangga sedangkan suami berkewajiban mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Oleh karena itu, untuk mengembalikan fitrah keibuan, para ibu dan calon ibu harus meningkatkan ketakwaan dirinya kepada Allah. Mempelajari tsaqofah Islam mengenai hukum keibuan seperti mengandung, melahirkan, serta bagaimana mendidik anak sesuai dengan panduan syara'. Sekaligus menyadari bahwa menjadi seorang ibu adalah aset akhiratnya sekaligus tanggung jawab yang besar di hadapan Allah.

Imam Ghazali pernah berpesan, "Didiklah anak-anakmu 25 tahun sebelum ia dilahirkan." Artinya seorang ibu haruslah pandai dan memiliki ilmu yang mumpuni dalam menyiapkan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya kelak. Sebab, ibu adalah pusatnya peradaban.

Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,

أدب ابنك فإنك مسؤول عنه ما ذا أدبته وما ذا علمته وهو مسؤول عن برك وطواعيته لك

Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.”(Tuhfah al Maudud hal. 123). 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Hakim, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما نحل والد ولده أفضل من أدب حسن

Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (HR. Al Hakim : 7679).

Seorang ibu haruslah memiliki cita-cita besar yang tidak hanya bertakwa. Namun, menjadi sosok ibu yang juga berkontribusi besar untuk kebangkitan generasi. Ibu yang hebat akan melahirkan sosok yang hebat pula. 

Sebagaimana Muhammad Al-Fatih telah membebaskan Konstantinopel dalam usia yang masih belia karena dibentuk dan dididik oleh seorang ibu yang bervisi besar. Begitu juga kehebatan Anas bin Malik seorang pelayan setia Nabi sekaligus periwayat ribuan hadist. Sejak dini ibunya, Ummu Sulaim telah menyerahkan Anas bin Malik untuk belajar dan berkhidmat kepada Rasulullah saw. Dengan begitu, Anas bin Malik kecil menjadi sosok hebat dalam sejarah Islam. Ini semua akan bisa dirasakan masyarakat ketika negara mau mengambil dan menerapkan Islam secara kafah dalam aspek kehidupan. Sebab, negara memiliki tanggung jawab yang besar terhadap apa yang terjadi pada masyarakatnya. 

Wallahualam bishawwab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan