Pemukiman Kumuh Akibat Sistem Sekuler Kapitalis
![]() |
🖤 Admin MKM |
Masalah rumah kumuh ini, membuktikan kelalaian negara dalam memberikan jaminan rumah layak huni bagi masyarakat. Dampak dari penerapan sistem sekuler yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan dan kapitalisme menjadikan pandangan hidup hanya untuk mencapai materi. Tata kelola pembangunan perumahan yang dilakukan negara bukan untuk kepentingan rakyat melainkan demi kepentingan bisnis para pengusaha.
OPINI
Oleh Siti Mukaromah
Aktivis Dakwah
MKM, OPINI_Masalah rumah kumuh di berbagai daerah, masih menjadi persoalan besar negeri ini dan semakin menunjukkan bahwa negara gagal dalam menemukan akar masalahnya.
Dikutip dari databoks.katadata.co. (13/2/2024), terdapat 10 provinsi presentasi rumah tangga yang menempati rumah kumuh tertinggi di Indonesia pada tahun 2023 diantaranya Papua 37,98%, NTT 21,90%, DKI Jakarta 19,27%, Kepulauan Bangka Belitung 15,33%, Jawa Barat 11, 66%, Banten 9,02%, Kepulauan Riau 8,44%, Sulawesi Tengah 8,44%, Sulawesi Barat, 8,20%, Maluku 8,02%.
Meskipun pemerintah mengklaim sudah melakukan berbagai upaya pengentasan pemukiman kumuh, seperti membuat program 'Kota Tanpa Kumuh' (Kotaku). Namun fenomena rumah kumuh ini terus berlanjut, tanpa ada solusi tuntas. Disebabkan masyarakat masih sulit membeli rumah layak huni, sehingga mereka terpaksa tinggal di pemukiman kumuh.
Masalah rumah kumuh ini, membuktikan kelalaian negara dalam memberikan jaminan rumah layak huni bagi masyarakat. Dampak dari penerapan sistem sekuler yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan dan kapitalisme menjadikan pandangan hidup hanya untuk mencapai materi. Tata kelola pembangunan perumahan yang dilakukan negara bukan untuk kepentingan rakyat melainkan demi kepentingan bisnis para pengusaha. Salah satu buktinya melalui berbagai kebijakan, negara memberikan kewenangan dalam pengelolaan pembangunan perumahan kepada para oligarki dengan alasan membangun rumah bersubsidi.
Terlebih negara tidak memiliki kemampuan yang memadai dari segi pendanaan untuk membangun perumahan, akhirnya menyerahkan pengelolaan perumahan kepada pihak swasta. Mulai dari penetapan bahan baku bangunan hingga harga rumah bersubsidi ditetapkan oleh swasta. Akhirnya program perumahan bersubsidi ini membuat rakyat makin kesulitan untuk mengaksesnya, mengapa berbanding terbalik? Bukankah dengan subsidi seharusnya rakyat mudah untuk mendapatkan akses perumahan.
Ketika tata kelola perumahan diserahkan kepada oligarki maka target dan tujuannya adalah mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bukan murni untuk membantu rakyat miskin. Walhasil ini memicu tingginya harga rumah yang makin memberatkan rakyat miskin. Selain itu kewenangan negara dalam konsep kapitalisme hanya sebagai regulator yang berfungsi melayani para oligarki. Tidak mungkin program pengentasan pemukiman kumuh akan bisa terwujud dalam sistem sekularis kapitalis.
Berbeda dengan sistem Islam negara wajib mengutamakan kepentingan rakyatnya serta menjamin pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan termasuk perumahan yang aman, nyaman dan syar'i. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda "Imam (khalifah) adalah pengurus dan ia akan bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya" (HR. Bukhari).
Wujud pelayanan negara dalam Islam kepada rakyatnya adalah mengurusi urusan umat dengan menutup celah berbagai bisnis terhadap pelayanan publik. Negara dalam Islam akan membangun rumah yang pembiayaannya berbasis baitulmal dan bersifat mutlak.
Negara akan mengupayakan dana yang dibutuhkan untuk menjamin akses rumah layak huni bagi rakyat miskin yang membutuhkan. Bahkan negara bisa memberikan gratis kepada rakyat miskin rumah layak huni tanpa syarat. Penguasa dalam Islam tidak membiarkan swasta atau individu mengadakan pembangunan perumahan apalagi mengambil keuntungan, sebab semua itu sudah menjadi kewajiban yang harus dikelola oleh negara.
Kemudahan-kemudahan solusi yang diberikan oleh negara dalam sistem kehidupan Islam meniscayakan terwujudnya pengentasan rumah kumuh. Tidakkah kita rindu dengan penerapan sistem dalam kehidupan Islam kafah yang menjamin kesejahteraan umatnya? Oleh karena itu mari kita bersama-sama untuk mewujudkan kembali jaminan kesejahteraan umat melalui negara untuk menerapkan aturan Islam Kaffah dalam kehidupan.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar