Remaja Sadis Marak, Butuh Solusi Sistemik

 

                          🖤Admin MKM


Kasus seperti di PPU dan lainnya di mana pelakunya berstatus pelajar remaja semakin mengindikasikan potret buram pendidikan negeri ini. Bagaimana mungkin pelajar yang telah mengenyam pendidikan bertahun-tahun justru tumbuh menjadi sadis seperti ini?


OPINI 


Oleh Khaulah

Aktivis Dakwah


MKM_OPINI,Kasus terbunuhnya satu keluarga di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, menghebohkan publik. Bagaimana tidak, pelaku yang bertindak sadis membunuh lima anggota keluarga serta memerkosa jasad korban (anak pertama dan ibu) masih berstatus pelajar kelas 3 SMK. (Republika.co.id, 8/2/2024)

Dari keterangan pelaku, motifnya menghabisi satu keluarga yang juga tetangganya itu, lebih dari persoalan asmara remaja. Menurut Supriyanto, Kapolres PPU AKBP, kedua pihak memang kerap berselisih atau cekcok sebelum peristiwa nahas tersebut terjadi, seperti masalah ayam atau masalah korban yang meminjam helm, tetapi tidak dikembalikan hingga 3 hari. (Jawapos.com, 8/2/2024)

Masih dari keterangan Supriyanto, dari percekcokan tersebut, timbul rasa dendam dalam diri pelaku. Hingga puncaknya pada Selasa malam, 6 Februari 2024, pelaku yang sempat mabuk bersama temannya di dekat TKP kemudian melakukan aksi pembunuhan tersebut. Awalnya, pelaku mengaku menjadi saksi, kemudian mengaku membunuh ketika olah TKP mengarah padanya.

Kasus seperti ini bukan sekali dua kali terjadi, tetapi sudah berulang kali. Mulai dari menenggak miras hingga akhirnya menghilangkan nyawa manusia. Sebut saja, seorang ibu di Rote yang tega membunuh anak kandungnya karena mabuk, seorang anak di Bangka Selatan yang membunuh ayahnya karena mabuk, seorang pria di Rote yang membunuh kakaknya karena mabuk dan sederet kasus lainnya yang tak habis disebut di sini.

Apabila menyelisik fakta, pelaku pembunuhan karena mabuk yang masih berusia remaja pun tak kalah banyak. Seperti di Lampung, dua remaja membunuh tetangga karena kesal dinasihati saat mabuk, tiga remaja di Bandung membunuh seorang anak di saat mabuk, dua remaja di Banyumas yang menganiaya teman hingga tewas saat pesta miras, dan tentunya masih banyak lagi.

Kasus seperti di PPU dan lainnya di mana pelakunya berstatus pelajar remaja semakin mengindikasikan potret buram pendidikan negeri ini. Bagaimana mungkin pelajar yang telah mengenyam pendidikan bertahun-tahun justru tumbuh menjadi sadis seperti ini? Bagaimana mungkin orang yang diharapkan mampu menjadi generasi pembawa perubahan justru menjadi keji begini?

Padahal dalam pidatonya, Bung Karno menyebutkan "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan ku cabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia.” Kutipan ini menunjukkan bahwa pemuda yang bersatu dapat menghimpun kekuatan luar biasa yang dapat mengubah dunia. Lantas, apa yang kita harapkan dari potret pemuda yang bahkan melanggar hukum Allah, berbuat sadis dan keji pada manusia?

Sama halnya dengan pernyataan Nelson Mandela, bahwa pendidikan merupakan senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. Alih-alih menjadi pribadi yang mampu mengubah dunia, untuk mengubah diri sendiri menjadi pribadi yang lebih baik atau menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat saja tak berhasil dalam sistem pendidikan hari ini. 

Ya, jika kembali menilik terkait pendidikan, memang telah gagal mewujudkan peserta didik/generasi yang berkepribadian terpuji, berpikir kritis, berkarakter lagi cerdas. Hal ini karena asas pendidikan dalam sistem kapitalisme hari ini adalah sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Agama yang harusnya menjadi penunjuk jalan justru ditinggalkan. Lantas apa yang mesti diharapkan?

Selain itu, kasus ini juga menggambarkan lemahnyan sistem sanksi karena tidak mampu mencegah individu melakukan kejahatan. Lihat saja berderet fakta yang memiliki pola yang sama, yakni mabuk-membunuh-melecehkan-diperiksa polisi-ditangkap-mendekam di penjara. Pola ini cenderung berulang, dari tahun ke tahun, dari satu pelaku ke pelaku yang lain, dan dari satu motif ke motif yang lain.

Di sisi lain, menunjukkan efek buruk minuman keras, yang membahayakan manusia. Kemudaratan miras dari sisi kesehatan dan sosial kemasyarakatan memang sudah gamblang dipaparkan. Dengan kasus-kasus seperti ini, lebih membuat melek bahwa memang benar miras adalah induk kejahatan: pemerkosaan, penganiayaan, pembunuhan. Allah SWT bahkan menyifati khamr sebagai perbuatan setan yang semakin mengindikasikan dampak buruknya.

Terkait keharamannya, Rasulullah saw. bersabda, “Aku didatangi oleh Jibril dan ia berkata, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah melaknat khamar, melaknat orang yang membuatnya, orang yang meminta dibuatkan, penjualnya, pembelinya, peminumnya, pengguna hasil penjualannya, pembawanya, orang yang dibawakan kepadanya, yang menghidangkan, dan orang yang dihidangkan kepadanya.” (HR. Ahmad)

Dari hadis ini bisa kita tarik benang merah, bahwa tidak hanya meminum miras yang dilarang, melainkan juga pembuatnya (pabrik/produsen), konsumennya, penjualnya, pembelinya, yang membawa dan menghidangkan, serta semua yang terlibat dengannya. Oleh karena itu, negaralah yang memiliki andil besar untuk melarang produksi miras. Karena bagaimana mungkin melarang orang mengonsumsi miras jika masih ada produksinya?

Namun sejatinya, dalam sistem demokrasi hari ini, negara tidak mungkin melarang usaha yang menambah pundi rupiah. Bagaimanapun, uang (materi) adalah segalanya, bahkan mengesampingkan aturan Sang Maha Pencipta. Maka jelas, solusi untuk remaja sadis yang marak hanyalah solusi sistemik yakni mengganti sistem hari ini dengan sistem yang menjalankan aturan Allah secara menyeluruh.

Adalah Islam sistem kehidupan terbaik, berasaskan akidah Islam. Di dalamnya, semua lini kehidupan diatur dengan Islam. Di antaranya adalah sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi berkualitas dan berkepribadian Islam dan sistem sanksi yang menjerakan, sehingga kasus-kasus seperti disebutkan dalam tulisan ini tidak akan pernah berulang. 

Sistem Islam memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah tindak kejahatan. Selain sanksi yang tegas lagi menjerakan, salah satu lainnya yakni dengan pengharaman khamar yang merupakan induk kejahatan. Selain itu, adanya penanaman akidah sejak dini dan atmosfer amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat akan menjadi pelindung dan pencegah terjadinya kemaksiatan dan kejahatan.

Wallahualam bisawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan