TERGIUR BISNIS SAHAM
🖤Admin MKM
Tiba-tiba Sang sekretaris bertanya, "Kamu tidak ingin tahu, dari siapa barang-barang ini?"
"Tidak," sahut I Bondeng. Lanjutnya lagi, "Jika Allah berkehendak, maka setan pun akan patuh."
OPINI
Oleh Andi Nursalam
Pegiat Literasi, Pendidik Generasi, dan Member AMK.
MKM_CERPEN,Kali ini I Bondeng betul-betul terpuruk setelah bisnis saham yang diikutinya merugi. Dia tergiur ajakan I Cundu, sahabatnya, yang mengajaknya ikut bermain saham agar cepat kaya. Begitu kata I Cundu.
Kehidupan I Cundu memang cepat berubah. Dari usaha jualan online ia merambah ke bisnis saham. Siapa sangka, dari usaha olshop itu ia juga belajar tentang bagaimana memainkan saham. I Cundu beruntung mendapatkan mentor seorang pialang saham yang piawai.
Setelah berhasil, ia pun mengajak sahabat SMP-nya, I Bondeng. Sambutan hangat diterimanya dari I Bondeng. Ia sudah bosan hidup sederhana.
Tabungan satu-satunya yang sudah dikumpulkan bertahun-tahun bersama La Upe, suaminya, digunakan untuk bermain saham. Uang itu juga akan digunakan untuk melunasi ONH tahun depan. 'Siapa tau bisa nambah-nambah untuk pembeli oleh-oleh nanti di Mekkah,' pikir I Bondeng.
Pada awalnya, I Bondeng dapat bonus transfer 10% dari total uang yang diinvestasikannya. Betapa senangnya I Bondeng. Dengan mata berbinar ia menceritakan hal tersebut ke suaminya.
"Pintar memang istri cantikku," ucap La Upe sambil menowel pipi tembem sang istri.
"Aah ...." Pipi bakpao itu memerah.
Kekalutan I Bondeng mulai terjadi pada jadwal transfer ketiga. Seharusnya dering notifikasi transfer sudah ia dengar sejak tanggal 10. Namun belum juga terdengar hingga tanggal 20. I Bondeng terus menunggu hingga akhir bulan, hingga berganti bulan pun tetap tak ada. I Cundu sudah tak bisa dihubungi lagi.
"Ke mana gerangan senyum manis istri cantikku? Bagi-bagi dulu transfernya, Mak." La Upe menautkan jemarinya dengan jemari I Bondeng. Namun I Bondeng tetap bergeming. Bahkan wajahnya semakin kusut.
"Saya mau kasih tau sesuatu. Tetapi jangan marah, ya, Sayang," pinta I Bondeng, yang dibalas dengan anggukan La Upe.
Mengalirlah cerita I Bondeng tentang bisnis sahamnya. Tak dinyana, La Upe langsung bangkit dengan wajah merah padam. Tinjunya mengepal dua-duanya siap menghantam apa pun di depannya. I Bondeng terbirit-birit masuk kamar dan menguncinya. Di balik pintu ia mendorong pintu itu kuat-kuat. Terdengar benturan bertubi-tubi di bagian luar pintu disertai getaran yang dahsyat. Sambil bercucuran air mata, ia mengharap pertolongan Allah. Apa pun yang terjadi akan diterimanya. Dahinya dirapatkan ke lantai sambil memohon ampun kepada Allah Swt. Ia sangat menyesali perbuatannya. Sebuah kesalahan fatal, tidak memberitahu suaminya terlebih dahulu sebelum berinvestasi dalam bentuk saham.
Ajaib, suara di luar melemah dan hilang.
"Mohon ampun dan bertaubatlah engkau kepada Allah, yang menciptakanmu. Ingat, suamimu itu adalah pintu surgamu. Hargai dia, walau tidak setampan yang kau impikan, walau tidak sekaya yang engkau inginkan, tetapi dialah yang Allah kirimkan untukmu. Bersyukurlah."
"Iya ... iya, Mak. Saya janji." I Bondeng memeluk ibundanya, namun lututnya terbentur pada tembok. Sekuat tenaga ia berusaha membuka matanya yang terasa berat. Dilihatnya langit-langit yang masih sama, juga pakaian La Upe yang bergelantungan di belakang pintu. Ia sadar kalau itu hanya mimpi belaka. Emaknya sudah berpulang saat I Bondeng masih bocah.
Perempuan berpipi tembem itu membuka pintu. Gelap. Ia meraba saklar lampu sambil mengingat-ingat kejadian tadi sore.
"Maafkan saya, ya, Sayang. Itu memang kesalahanku. Tapi kamu jangan pergi. Izinkan saya menata kembali hati dan jiwa ini. Saya sadar bahwa tidak ada rezeki nomplok tanpa kerja keras. Barangkali Allah ingin menguji kita dengan semua kejadian ini. Kembalilah, Sayangku." Air mata penyesalan tak mampu ia bendung. Uang hilang, suami pun pergi.
Samar-samar terdengar suara radio tetangga. Acara 'Bisikan Kalbu'.
Ia pun meraih radio kenangan suaminya. Tak sulit menemukan frekuensi acara tersebut.
Ia mulai menelepon yang disambut suara announcer (penyiar). Ketika dipersilakan menyampaikan bisikannya, dengan rendah hati dan kalimat yang terbata-bata, I Bondeng mengulas kisahnya.
Pada akhir bisikannya, announcer bertanya, "Jadi apa keinginan Ibu sekarang?"
"Saya minta pertolongan dari Allah Swt."
Seorang pendengar di seberang sana mendengar suara I Bondeng. Ia segera memerintahkan sekretarisnya untuk menyiapkan makanan, minuman, dan keperluan sehari-hari yang sangat banyak. Tak lupa ia mengingatkan sekretarisnya bahwa sekiranya I Bondeng bertanya barang-barang itu dari mana, katakan saja bahwa itu dari setan.
Sang sekretaris pun menjalankan perintah bosnya.
Setibanya di rumah I Bondeng, sang sekretaris menurunkan semua barang-barang yang sudah disiapkan. I Bondeng sangat bersyukur dan menyambutnya dengan gembira, walau duka hatinya tak sepenuhnya pulih karena La Upe belum pulang.
Tiba-tiba Sang sekretaris bertanya, "Kamu tidak ingin tahu, dari siapa barang-barang ini?"
"Tidak," sahut I Bondeng. Lanjutnya lagi, "Jika Allah berkehendak, maka setan pun akan patuh."
Makassar, 15 Februari 2024.
Komentar
Posting Komentar