Harga Tiket Mahal, Negara Berdagang dengan Rakyat?
![]() |
🖤 Admin MKM |
Transportasi pada saat mudik sangat dibutuhkan umat. Oleh karena itu, negara berkewajiban menyediakan sarana transportasi yang harganya murah, aman, nyaman, dan berkualitas. Penyediaan fasilitas transportasi ini akan diberikan oleh negara sebagai ri'ayah (pengurusan rakyat oleh penguasa). Setiap warga negara harus memahami peran negara sebagai pelaksana ri'ayah ini agar tidak diam ketika hak-haknya dilalaikan oleh penguasa.
OPINI
Oleh Hasni Surahman, S.Tr Pi
MKM, OPINI_Memasuki minggu kedua bulan Ramadan, masyarakat yang dipisahkan oleh jarak dan waktu dari sanak saudara dan jauh di perantauan, memanfaatkan waktu libur Lebaran untuk segera kembali ke kampung halaman. Namun naas, riang gembira mudik ini dihalangi oleh harga tiket yang melangit.
Tujuh maskapai RI (PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Nam Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi), mendapatkan himbauan tegas agar tidak menaikan harga tiket pesawat pada mudik Lebaran 2024.
Franshurullah Asa selaku Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta maskapai untuk melapor sebelum pemutusan kenaikan harga tiket pada masyarakat. Hal ini mengacu pada Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1811 K/Pdt.Sus-KPPU/2022 pada 2023. Putusan KPPU ini diharapkan dipatuhi oleh maskapai penerbangan
(Bisnis.com 16/3/2024).
Transportasi pada saat mudik sangat dibutuhkan umat. Oleh karena itu, negara berkewajiban menyediakan sarana transportasi yang harganya murah, aman, nyaman, dan berkualitas. Penyediaan fasilitas transportasi ini akan diberikan oleh negara sebagai ri'ayah (pengurusan rakyat oleh penguasa). Setiap warga negara harus memahami peran negara sebagai pelaksana ri'ayah ini agar tidak diam ketika hak-haknya dilalaikan oleh penguasa.
Pola pikir untung rugi yang digaungkan oleh kapitalis ini telah meracuni sendi-sendi kehidupan di negeri ini. Walhasil, perusahaan penerbangan mengalihfungsikan layanannya sebagai bisnis.
Pernyataan ini selaras dengan prinsip reinverting government (mewirausahakan birokrasi) dimana pemerintah berperan sebagai pedagang. Fenomena ini merupakan buah pengelolaan kekuasaan dan wewenang negara yang dilandaskan pada paradigma sekuler (good governance, reinventing government, atau new public management).
Konsep di atas bermuara pada paham yang sama, yaitu kapitalisme. Walhasil, ada beberapa komoditas yang dikomersilkan.
Pertama, komoditas yang memenuhi hajat hidup umat (pangan, air bersih, perumahan, energi, dan transportasi). Demikian juga dalam bidang jasa (kesehatan dan pendidikan). Komoditas ini dikomersialkan sehingga tidak heran harganya terus naik setiap tahun.
Kedua, pola pikir untung rugi menjadi ruh yang mengikat hubungan penguasa dan masyarakat. Hadirnya pemerintah hanya sebagai pelayan dari para korporasi. Dua pandangan menjadi ini menjadi inti sari dari paradigma good governance dan reinventing government, yang melahirkan paham berbahaya dan menyebabkan negara kehilangan fungsi asli negara.
Realitas ini berlawanan dengan Islam. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap aturan Allah Swt. Dalam Islam, negara berfungsi sebagai pelayan (raa’in) dan pelindung rakyat (junnah). Rasulullah saw bersabda, “Pemerintah adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari)
Dalam Islam, moda transportasi dibangun untuk menjaga interaksi dan kesucian lawan jenis, seperti pemisahan antara penumpang laki-laki dan perempuan. Harga murah dan gratis adalah bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya. Hal ini dilakukan karena insfrastruktur transportasi merupakan kebutuhan publik, sehingga menjadi tanggung jawab penguasa untuk mengadakannya.
Negara mampu mewujudkannya sebab memiliki sumber pemasukan yang beragam, di antaranya adalah rampasan perang, ganimah, dan fai’, kharaj atas tanah jizyah dari nonmuslim, pemilikan negara, pemilikan umum, 1/10 (al ‘usyur) dan al-jamarik (bea cukai). Selain itu juga diperoleh dari harta orang-orang yang tidak ada ahli warisnya, harta orang-orang yang murtad dari Islam, semua jenis zakat, 1/5 rikaz (barang temuan) dan barang tambang yang sedikit). Ragam sumber pemasukan negera ini akan dikelola dengan sebaik mungkin dan hasilnya digunakan untuk kebutuhan rakyat, mulai dari pangan hingga papan serta berbagai akses lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Negeri ini sudah seharusnya berlandaskan pada syariat yang dengan gamblang menggambarkan bagaimana harusnya negara hadir dalam meringankan beban setiap warga negaranya. Bukan justru berkiblat pada Barat dengan segala peradabannya. Dengan demikian, masyarakat tidak menjadi korban dari setiap kebijakan yang diambil oleh negara.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar