Mengoptimalkan Peran Ayah, Cukupkah dengan Cuti Ayah?
🖤 Admin MKM
Berdasarkan penjelasan di atas, memberikan cuti ayah untuk membentuk pribadi yang baik pada generasi muda bukanlah solusi yang tepat. Hal itu karena berbagai persoalan muncul akibat penerapan sistem, bukan karena ketidakhadiran ayah di masa awal kehidupan anak-anak.
OPINI
Oleh Mariyatul Qibtiyah
Pegiat Literasi
MKM_OPINI,Sebentar lagi, cuti melahirkan tidak hanya dinikmati oleh para ibu setelah melahirkan. Nah, pemerintah berencana memberikan cuti kepada para ayah yang menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Rencana ini disampaikan oleh Abdullah Azwar Anas, MenpanRB. (kompas.com, 14/03/2024)
Latar Belakang Pemberian Cuti
Pemerintah berpendapat bahwa suami memiliki peran yang sangat penting dalam mendampingi istri saat melahirkan. Peran suami juga dibutuhkan pada fase-fase awal setelah istri melahirkan. Oleh karena itu, suami berhak mendapatkan cuti yang disebut dengan cuti ayah.
Dengan diberikannya cuti ini, para ayah dapat membantu melakukan pengasuhan di masa awal kehidupan anak-anak. Bagaimanapun, peran seorang ayah dibutuhkan dalam membentuk kepribadian seorang anak. Dengan demikian, mereka akan menjadi sosok yang berakhlak mulia dan cerdas, yang siap menjadi pemimpin di masa depan.
Korban sistem
Sayangnya, saat ini para ayah juga menjadi korban penerapan sistem kapitalis. Sistem yang telah menciptakan kemiskinan struktural ini membuat para ayah mengalami kesulitan dalam melaksanakan kewajiban mereka. Mereka harus bekerja membanting tulang siang dan malam, sehingga tidak ada waktu untuk membersamai anak-anak. Bahkan, banyak juga di antara mereka yang tidak mempunyai pekerjaan. Akibatnya, mereka tidak dapat memberikan nafkah kepada keluarga.
Padahal, hidup dalam sistem ini mengharuskan mereka memiliki banyak uang. Hal itu karena semua kebutuhan hanya dapat mereka peroleh dengan uang. Selain kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, mereka juga membutuhkan uang untuk pendidikan dan kesehatan.
Kerusakan Generasi
Sistem kapitalis juga meniscayakan kebebasan dalam berbagai aspek kehidupan. Kebebasan bertingkah laku telah menyeret kaum muslim, termasuk generasi mudanya ke dalam pergaulan bebas. Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2023 menyebutkan, bahwa 60 persen remaja usia 16–17 tahun melakukan seks pranikah. Dua puluh persen dari mereka yang berada di rentang usia 14–15 tahun dan 19–20 tahun juga melakukan seks pranikah. (solopos.com, 04/08/2023)
Selain itu, banyak dari mereka yang terbiasa mengonsumsi minuman beralkohol, terlibat tawuran, dan mengonsumsi obat-obatan terlarang. Yang lebih menyedihkan, mereka juga terlibat dalam kasus-kasus kriminal, mulai dari penganiayaan hingga pembunuhan. Semua ini terjadi karena mereka tidak mampu menemukan jati diri mereka yang sebenarnya.
Bukan Solusi Mendasar
Berdasarkan penjelasan di atas, memberikan cuti ayah untuk membentuk pribadi yang baik pada generasi muda bukanlah solusi yang tepat. Hal itu karena berbagai persoalan muncul akibat penerapan sistem, bukan karena ketidakhadiran ayah di masa awal kehidupan anak-anak.
Memang, memberikan waktu kepada ayah untuk mendampingi ibu setelah melahirkan akan memberikan ketenangan kepada para ibu. Namun, kehadiran ayah juga dibutuhkan pada masa-masa setelahnya. Anak-anak akan terus tumbuh dan berkembang. Mereka membutuhkan sosok-sosok yang akan mengarahkan mereka dalam mencari jati diri.
Islam Solusi Hakiki
Baik tidaknya generasi, tidak hanya bergantung kepada ibu. Memang, ibu adalah "ummun warabbatul bait". Namun, peran ayah tetap dibutuhkan dalam membentuk generasi emas.
Sebagai agama yang sempurna, Islam telah memberikan peran yang sangat penting pada ayah dalam keluarga. Ayah adalah pemimpin keluarga. Dalam surah An-Nisa [5]: 34, Allah Swt. telah menyatakan hal ini.
الرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَآ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
Artinya: “Laki-laki adalah pemimpin perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki )atas sebagian yang lain (perempuan).”
Di samping itu, seorang ayah juga berkewajiban menafkahi semua anggota keluarganya, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Baqarah [2]: 233. Dengan demikian, seorang ayah memiliki tanggung jawab yang besar dalam memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Ia juga harus memastikan, bahwa mereka mendapatkan pengasuhan yang baik dari ibunya dan tidak ditelantarkan. Hal ini merupakan upaya penjagaan jiwa (hifzh al-nafs) yang telah diwajibkan oleh Allah Swt. kepadanya.
Di samping itu, sosok ayah dibutuhkan dalam proses pembentukan kepribadian anak. Kasih sayang, perhatian, dan keteladanannya, berperan penting dalam membentuk kepribadian anak. Oleh karena itu, sesibuk apa pun dia, seorang ayah harus dekat dengan anak-anaknya. Ia harus memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang dan penuh perhatian.
Rasulullah saw. telah memberikan suri teladan terbaik sebagai sosok ayah. Meskipun beliau sangat sibuk mengurus negara, berdakwah, menegakkan hukum Islam, berperang, dan sebagainya, beliau sangat bertanggung jawab dan perhatian kepada keluarganya. Perhatian itu tidak hanya diberikan kepada para istri, tetapi juga anak, serta cucu. Bahkan, beliau juga memperhatikan anak-anak lainnya.
Selain itu, untuk membentuk generasi yang siap menjadi pemimpin masa depan, dibutuhkan kurikulum pendidikan yang tepat. Dengan penerapan kurikulum ini, anak-anak akan menjadi sosok yang berilmu dan berakhlak mulia. Dengan demikian, mereka akan terhindar dari berbagai tindakan amoral serta pelanggaran terhadap hukum syara.
Demikianlah, Islam telah memberikan solusi yang terbaik bagi setiap persoalan manusia. Oleh karena itu, solusi inilah yang seharusnya kita ambil agar kerusakan generasi ini dapat segera teratasi. Namun, solusi ini hanya dapat diambil jika Islam diterapkan secara kafah.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar