Antisipasi Makan Siang Gratis, Awas! Tikus-Tikus Mengendus
🖤Admin MKM
Sejak awal, program makan siang gratis menuai pro dan kontra. Di antaranya kritikan dari Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi IPB University, Dwi Andreas Santosa. Andreas mengatakan, ini program yang aneh, dengan anggaran sangat besar Rp400-Rp500 triliun per tahun untuk program yang berbentuk natura, artinya banyak celah disunat dan diselewengkan.
OPINI
Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Ideologis Bela Islam Akademi Menulis Kreatif
MKM_OPINI,Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Hashim Djojohadikusomo, adalah adik kandung Prabowo Subianto (Presiden terpilih Indonesia periode 2024-2029), memberikan sambutan dalam acara halal bihalal dan syukuran Laskar Prabowo 08. Hashim memberikan apresiasi atas dedikasi dan kerja keras sebagai salah satu relawan Prabowo-Gibran, di Markas Prabowo 08, Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan, Sabtu (20/4/2024).
Lebih lanjut, Hashim meminta semua pengurus, kader, dan relawan Laskar Prabowo 08 yang ada di 17 provinsi untuk terus mendukung dan mengawal program kerja pemerintah Prabowo-Gibran terutama 'program makan siang gratis'. Ini merupakan program inti dan unggulan Prabowo-Gibran yang memerlukan dana besar hingga Rp450 triliun setiap tahun. (Jawapos.com, 21/4/2024)
Tikus-Tikus Mengendus
Sebagaimana pepatah, "Di mana ada gula, di situ ada semut. Di mana ada makanan, di situ ada tikus." Menilik besarnya dana program makan siang gratis yang fantastis hingga Rp450 triliun per tahun yang akan didistribusikan kepada 82,9 juta penerima, melalui 48.000 dapur yang tersebar di seluruh Indonesia. Wajar, jika Prabowo merasa was-was diendus tikus-tikus yang hendak mencuri makanan anak-anak. Di sinilah peran penting Laskar Prabowo 08 di 17 provinsi untuk mengantisipasi tidak boleh ada korupsi. "Target kita Rp0,- No dikorupsi," tegas Hashim.
Tentu saja hal ini memunculkan berbagai pertanyaan. Benarkah Laskar Prabowo 08 mampu menghalau tikus-tikus rakus? Dari mana sumber dana sebesar itu? Apa benar makan siang gratis dapat direalisasikan? Bagaimana pula cara Islam memberantas korupsi dan menyejahterakan rakyatnya?
Sejak awal, program makan siang gratis menuai pro dan kontra. Di antaranya kritikan dari Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi IPB University, Dwi Andreas Santosa. Andreas mengatakan, ini program yang aneh, dengan anggaran sangat besar Rp400-Rp500 triliun per tahun untuk program yang berbentuk natura, artinya banyak celah disunat dan diselewengkan.
Pernyataan Andreas masuk di akal. Pasalnya, siapa yang bisa menjamin keamanan dalam pendistribusian panjang hingga sampai ke penerima Rp15.000 per kepala? Sementara sistemnya yang acakkadul, memungkinkan hanya dinikmati oleh suplier yang punya kedekatan dengan pemerintah. Demikian pula penerima tidak mendapatkan hak sepenuhnya karena disunat di sana-sini.
Di sisi lain, apakah bisa dipastikan penerima makan gratis sesuai data fakta atau hanya fiktif, sebagaimana kasus data bansos yang tidak tepat sasaran dan jumlahnya dimanipulatif. Hal ini sulit dilakukan pengecekan. Seandainya ada sejuta penerima fiktif dikali Rp15 ribu, dikali 25 hari sekolah dalam sebulan, maka nilainya sekitar Rp375 miliar. Bagaimana kalau setahun, bahkan lima tahun?
Apalagi korupsi di negeri ini sudah merasuk ke tiga ranah trias politik, yaitu legislatif (parlemen/DPR), yudikatif (peradilan), dan eksekutif (instansi pemerintah), juga swasta. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak berdirinya hingga 2023 telah menjerat koruptor sebanyak 333 anggota legislatif (DPR/DPRD). Di Yudikatif ada 11 jaksa, 31 hakim dan pejabat, serta Ketua Mahkamah Kostitusi (MK). Di sektor eksekutif ada 24 gubernur, 162 bupati dan wali kota, 363 pejabat eselon 1-IV, serta 14 menteri (enam di era Jokowi), salah satunya korupsi dana bantuan sosial (bansos) Covid-19 mencapai Rp100 triliun bahkan lebih. (cnbcindonesia.com, 8/5/2021)
Terbaru, kasus mega korupsi sebesar Rp271 triliun terjadi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Seolah tiada hentinya praktik korupsi di negeri ini. Mimpi, jika berharap pada Laskar Prabowo 08 untuk bisa mengantisipasi korupsi dan mengamankan program makan siang gratis. Sedangkan selevel negara saja tidak mampu memberantas korupsi, buktinya korupsi makin menggurita.
Berpotensi Utang Lagi
Telah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato (23/2/2024), anggaran program makan siang gratis akan dimasukkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 secara bertahap.
Merujuk pada APBN 2024, untuk pembayaran bunga utang saja setara 20,15% dari total APBN sebesar Rp3.325 triliun. Jika anggaran program makan siang gratis dibebankan pada APBN sudah tentu APBN tambah devisit, karena sumber pemasukannya 80% dari pajak. Sedangkan SDA yang harusnya menjadi sumber pemasukan tidak bisa diharapkan karena banyak yang diprivatisasikan ke asing dan aseng. Oleh sebab itu, agar program makan siang gratis bisa direalisasikan mau tidak mau negara akan menambah utang lagi atau dengan mengurangi subsidi dan rakyat dipalak melalui pajak.
Sejatinya, dalam peradaban demokrasi kapitalis, "tidak ada makan siang gratis," kalau tidak dibayar dengan uang maka dibayar dalam bentuk lain, seperti menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN), TDL, subsidi BBM dan subsidi pupuk dikurangi atau dicabut, biaya kesehatan dan pendidikan makin mahal, dll. Betapa nestapanya nasib rakyat. Padahal ketika kampanye, jika Prabowo-Gibran terpilih program makan siang gratis akan langsung direalisasikan. Faktanya, pelaksanaannya saja bertahap (berseri). Lagi dan lagi rakyat gigit jari.
Islam Solusi Tuntas
Akar dari semua permasalahan ini karena asas negaranya sekularisme, yakni sistem yang melarang agama mengatur urusan publik, akibatnya merusak tatanan kehidupan. Sebab, tidak mengenal haram dan halal. Sedangkan kebahagiaan diukur dengan banyaknya materi. Alhasil, penguasa menghalalkan segala cara. Lumrah jika korupsi makin menjadi-jadi karena tidak merasa diawasi Allah Swt.
Berbeda dengan sistem Islam. Akidah Islam sebagai asasnya, baik dalam kehidupan individu, bermasyarakat, maupun bernegara. Sementara itu, arti kebahagian hanyalah semata-mata mencari rida Allah. Oleh karenanya, tolok ukur perbuatannya berdasarkan haram dan halal sesuai dengan syarak yang bersumber pada Al-Qur'an dan Hadis.
Dengan akidah dan keterikatan kepada hukum syarak tentu saja akan menjadikan insan bertakwa, yaitu melaksanakan perintah dan meninggalkan semua larangan-Nya, termasuk korupsi.
Sistem Islam mempunyai mekanisme untuk mencegah korupsi, di antaranya:
Pertama, rekrutmen SDM aparat negara wajib memenuhi kriteria profesionalitas, integritas, kapabilitas, dan berkepribadian Islam yaitu pola pikir dan pola sikapnya berlandaskan Islam. Sebab, Nabi saw. melalui lisannya mengingatkan: "Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat." (HR. Bukhari)
Kedua, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya. Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja yang bekerja untuk kami, tapi tidak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Kalau tidak punya istri, hendaklah dia menikah. Kalau tidak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu dan kendaraan." (HR. Ahmad)
Ketiga, syarak melarang para aparat menerima suap dan hadiah. Dalam riwayat Abu Dawud, Rasul saw. bersabda: "Barang siapa yang menjadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka selain di luar itu adalah harta yang curang." Adapun tentang hadiah Nabi saw. bersabda, "Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah haram dan suap yang diterima hakim adalah kekufuran." (HR. Ahmad)
Keempat, keteladan pemimpin. Islam mewajibkan seorang pemimpin beriman, bertakwa, jujur, bertanggung jawab, dan amanah. Dengan begitu tidak mudah mengumbar janji, apalagi membohongi rakyatnya. Karena meyakini di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban.
Selain itu, dalam sistem Islam ada peran aktif dan kontrol dari masyarakat yang senantiasa beramar makruf nahi mungkar. Jika tidak bisa dinasihati maka dilaporkan kepada yang berwenang. Sebab, korupsi adalah penyalahgunaan (penyelewengan) wewenang yang dilakukan oleh pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga, teman, atau kelompoknya.
Adapun modusnya berupa penggelapan uang negara disebut khianat, suap menyuap (risywah), fee proyek (hadiah, hibah tidak sah). Semua modus korupsi tersebut hukumnya haram, karena melanggar syarak. Dampaknya memiskinkan negara dan menyengsarakan orang lain.
Oleh sebab itu, sistem sanksi hukum untuk koruptor masuk ranah ta'zir yang ditentukan oleh hakim. Hukuman bersifat tegas dan memberikan efek jera. Kadar hukuman tergantung berat ringannya kesalahan, jenisnya berupa cambuk, diasingkan, dipenjara, dimiskinkan (harta hasil korupsi disita), hingga hukuman mati. Dalam Islam tidak ada banding dan remisi. Adapun proses pelaksanaannya disaksikan oleh publik agar tidak diikuti oleh pelaku berikutnya. Jadi hukum Islam bersifat zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa) di akhirat tidak dihisab.
Demikianlah gambaran sekilas cara memberantas korupsi secara tuntas. Hanya saja syariat Islam harus diterapkan secara menyeluruh di semua aspek kehidupan, maka rahmatan lil alamin akan terwujud. Saatnya kita ganti sistem demokrasi kapitalis yang menyengsarakan dengan sistem Islam yang menjejahterakan.
Wallahualam bissawwab.
Komentar
Posting Komentar