THR Tidak Merata, Potret Lemahnya Jaminan Negara atas Kesejahteraan Pegawai
![]() |
🖤 Admin MKM |
Sebuah kebijakan akan tepat sasaran, manakala sistem pengaturan kehidupan dalam bernegara merujuk kepada sistem yang berasal dari Sang Maha Pengatur kehidupan, yaitu Allah Swt. Al-Qur'an dan sunnah Rasul saw. dijadikan pedan dalam menyusun kebijakan, dalam hal ini yang terkait jaminan bagi kesejahteraan rakyat oleh negara.
OPINI
Oleh Junari, S.I.Kom.
Aktivis Muslimah
MKM, OPINI_Bulan Ramadan adalah bulan yang selalu ditunggu, karena di dalamnya terdapat banyak keberkahan. Termasuk di antaranya adalah meraih ketakwaan, meningkatkan keimanan, dan memperbanyak amal saleh. Selain itu, pada bulan Ramadan para pekerja akan memperoleh hadiah berupa Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 dari pemerintah.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menjelaskan bahwa jumlah anggaran yang dicairkan untuk pembayaran THR dan gaji ke-13 tersebut mencapai Rp99,5 triliun rupiah. Dengan rincian: Rp48,7 triliun rupiah dialokasikan untuk THR dan Rp50,8 triliun rupiah untuk gaji ke-13. Keduanya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (voaindonesia.com, 16/03/2024)
Pemberian THR dan gaji ke-13 merupakan upaya pemerintah untuk menstabilkan daya beli masyarakat. Di antaranya melalui pembelanjaan aparatur negara, pensiunan, penerima pensiun, dan penerima tunjangan di masyarakat. Dengan demikian diharapkan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Ketidakadilan Lahir dari Kapitalisme
Kebijakan pemberian THR ini menuai kontroversi. Pasalnya, alih-alih pemerintah memberikan THR dan gaji ke-13 dengan tujuan menyejahterakan masyarakat, nyatanya kebijakan ini dianggap tidak merata. Honorer yang non-PNS dan non-PPPK yang diangkat bekerja di instansi pemerintah, seperti guru honorer dan perangkat desa, tidak termasuk dalam golongan pencairan THR. Padahal seperti halnya guru, mereka berkontribusi dalam proses belajar mengajar guna mencerdaskan anak bangsa, selayaknya mereka pun mendapatkan THR. Perbedaan ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam menyejahterakan rakyat yang lahir dari sistem yang rusak, yaitu kapitalisme.
Hal ini menunjukkan, adanya kebijakan yang tidak dilirik secara menyeluruh dalam sistem yang diadopsi oleh negeri ini. Kapitalisme memiliki kelemahan, yaitu ketidakmampuannya dalam menghasilkan sistem ekonomi yang unggul. Kapitalisme pun tidak akan mampu menyejahterakan rakyatnya, disebabkan keterbatasan sumber pemasukan yang tidak mencukupi.
Pendapatan negara dalam kapitalisme terdiri dari pajak PPH dan pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPNBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta penerimaan bukan pajak. Hibah termasuk ke dalam pendapatan negara. Bahkan rakyat tidak bisa jauh dari kontribusi untuk membayar pajak lewat kebutuhan pokok ataupun kebutuhan lainnya dengan membayar pajak untuk pemasukan negara.
Masihkah kita mengemban kapitalisme yang rusak yang sudah sangat terlihat ketidakadilannya? Sistem inilah yang memisahkan agama dari kehidupan dan yang melahirkan pejabat-pejabat yang tidak takut terhadap dosa atas mengemban jabatannya.
Islam Solusi Tuntas Permasalahan Umat
Sebuah kebijakan akan tepat sasaran, manakala sistem pengaturan kehidupan dalam bernegara merujuk kepada sistem yang berasal dari Sang Maha Pengatur kehidupan, yaitu Allah Swt. Al-Qur'an dan sunnah Rasul saw. dijadikan pedan dalam menyusun kebijakan, dalam hal ini yang terkait jaminan bagi kesejahteraan rakyat oleh negara.
Dalam Islam, sebuah negara yang menerapkan syariat akan menjamin hak atas semua pegawai untuk mendapatkan akses kesejahteraan. Hal ini karena dalam sistem Islam, berbagai sumber pemasukan dialokasikan sesuai pos pemasukan masing-masing. Dengan demikian, Islam mewujudkan menjamin kesejahteraan bagi seluruh pegawai dan bagi yang berhak mendapatnya, termasuk rakyat.
Syekh Abdul Qadim Zallum menyampaikan dalam kitab Al-Amwal Fi Daulah Al-Khilafah, bahwa ada tiga bagian pemasukan negara, yaitu: pertama, bagian fai dan kharaj yang meliputi ganimah, kharaj, status tanah, jizyah, fai, pajak. Kedua, kepemilikan umum berupa migas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, dan mata air, hutan dan padang rumput, serta aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus. Ketiga, berupa sedekah yang meliputi: zakat uang, zakat pertanian, zakat perdagangan, dan zakat ternak. Semua itu merupakan harta milik negara yang dikelola oleh negara. Allah Swt. berfirman, "Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota, maka untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang- orang kaya saja di antara kamu." (QS. Al-Hasyr: 7)
Islam sudah sangat sempurna mengatur semua sumber pemasukan dan tepat pendistribusiannya, karena Islam bukan hanya agama spritual. Islam adalah sebuah ideologi yang sempurna berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah yang mengatur seluruh kehidupan. Walhasil kesempurnaan Islam akan diraih dengan menerapkan syariah oleh sebuah daulah khilafah. Dengannya akan terjamin kesejahteraan dan kemakmuran yang merata untuk seluruh warga, bukan hanya wacana. Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar