Gaji Dosen Rendah, Kesejahteraan Pendidik Terabaikan
![]() |
🖤Admin MKM |
Akibat dari pemberian jaminan hidup yang baik kepada para pendidik, membuat dosen tidak terbebani masalah untuk memenuhi kebutuhan.
OPINI
Oleh Siti Khaerunnisa
Aktivis Muslimah
MKM, OPINI_Dari hasil survei yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Kampus (SPK) didapatkan bahwa, mayoritas dosen di negeri ini menerima gaji bersih kurang dari Rp3 juta per bulan pada kuartal pertama tahun 2023. Sebanyak 76% responden atau dosen mengaku harus mengambil pekerjaan sampingan sebagai imbas dari rendahnya gaji dosen. Sekitar 61% responden merasa gaji mereka tidak sejalan dengan beban kerja dan kualifikasi mereka. (Tempo.co, 02/05/2024)
Di luar hasil survei tersebut, pemerintah sendiri sebenarnya sudah menetapkan aturan terkait gaji dosen. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019, gaji dosen dihitung berdasarkan pangkat dan golongan PNS. Misalnya dosen PNS yang bekerja 0-1 tahun berada pada golongan III, maka gajinya antara Rp2.688.500 - Rp4.797.000 per bulan. Sedangkan untuk gaji paling tinggi adalah Rp5,9 juta per bulan untuk golongan IVe.
Selain gaji pokok dosen juga bisa mendapatkan tunjangan sesuai dengan kualifikasi yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Menteri (Permen). Sedangkan untuk gaji dosen di kampus swasta memiliki nominal gaji dan tunjangan berbeda-beda tergantung kebijakan tiap-tiap kampus yang menaunginya. Meskipun demikian pemerintah menetapkan gaji dosen swasta adalah sebesar Upah Minimum Provinsi (UMP) sesuai wilayah dosen itu bekerja, yang diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (Kompas.com, 22/02/2024)
Hanya saja, jika dilihat secara umum gaji dosen hanya berkisar dari 2 juta sampai 5 juta per bulan, masih tergolong lebih kecil dibanding pegawai BUMN lainnya, tentu sangat memprihatinkan. Ditambah kondisi ekonomi saat ini yang semua serba sulit dan mahal yang dirasakan di semua kalangan membuat mereka tentu harus berusaha ekstra memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan gaji yang seadanya. Jadi untuk menambah pendapatan, dosen memilih melakukan pekerjaan sampingan atau berburu proyek-proyek penelitian dan pengabdian masyarakat yang nilainya bisa lebih besar dibanding gaji seorang dosen. Namun, konsekuensinya Tri Dharma Perguruan Tinggi lainnya, seperti mengajar, harus mengikuti padatnya program penelitian dan pengabdian dengan setumpuk administrasinya.
Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa negara masih gagal dalam menjamin kesejahteraan para dosen. Apalagi untuk bisa mendapatkan kenaikan gaji ataupun tunjangan, mereka harus bekerja ekstra untuk memenuhi setiap tugas agar bisa naik jabatan dan mendapat sertifikasi, serta wajib menghasilkan jurnal internasional berindeks Scopus agar keberadaannya diakui. Namun, untuk bisa melakukan penelitian dan memasukkan jurnal dengan biaya yang cukup mahal, karena tidak semua dosen bisa mendapatkan kesempatan untuk memperoleh penelitian hibah.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa negara gagal dalam menyejahterakan dosen sebagai pemilik ilmu yang mendidik generasi, perlakuannya terhadap guru tak sebanding dengan peran besar mereka. Inilah bentuk nyata kelemahan sistem yang digunakan pemerintah saat ini, yaitu sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini tidak memiliki visi mencerdaskan generasi, malah lebih mendorong dan menjadikan mereka pekerja, gagap dalam memaknai perkembangan teknologi, dan visi pendidikan mencetak generasi seolah hilang seiring dengan kebijakan yang diambil.
Berbeda dengan sistem Islam yang memandang mulia ilmu dan pendidikan. Dalam Islam, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi rakyat. Sehingga negara wajib menyelenggarakan pendidikan gratis, menyediakan sarana prasarana, serta menyediakan SDM andal untuk melahirkan generasi cerdas dan berkarakter Islam untuk melanjutkan peradaban.
Peran strategis para akademisi ini membuat negara berkewajiban untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan mereka. Sebagai gambaran, pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, misalnya, guru digaji hingga 15 dinar/bulan (1 dinar setara dengan 4,25 gram emas). Jika mengacu pada harga emas saat ini, per 16 Mei 2024, 1 gram emas seharga Rp1.354.000, maka gaji guru Rp86.317.500 per bulan.
Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, penghargaan bagi orang berilmu pun sangat besar. Gaji pengajar kala itu mencapai 1.000 dinar/tahun. Khalifah juga memberikan gaji dua kali lipat bagi pengajar Al-Qur’an. Bahkan, ketika pengajar atau ilmuwan menghasilkan buku, mereka akan mendapatkan penghargaan sesuai berat buku tersebut (dalam dinar). Ini adalah bukti bahwa Islam sangat menghargai ilmu dan orang yang berilmu.
Akibat dari pemberian jaminan hidup yang baik kepada para pendidik, membuat dosen tidak terbebani masalah untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga dosen pada masa itu terfokuskan untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia.
Sedangkan untuk menggaji para pengajar, Islam punya konsep sendiri dalam mengelola keuangan, yakni melalui baitulmal. Pemasukan baitulmal berasal dari jizyah, fai, kharaj, ganimah, dan pengelolaan seluruh SDA. Semua pemasukan tersebut akan dikelola oleh negara untuk mengurusi kebutuhan pokok rakyatnya, termasuk gaji para pendidiknya.
Jaminan yang diberikan negara ini menjadikan dosen bisa hidup sejahtera, sehingga mereka akan fokus mencetak generasi yang berkepribadian Islam, yaitu punya pola pikir dan sikap Islam. Ketika sudah lulus, mereka akan mempraktikkan ilmunya. Bukan sekadar cari uang, melainkan agar ilmunya bermanfaat di tengah masyarakat. Islam memberikan solusi atas semua problematika yang ada. Dengan diterapkannya syariat Islam yang dapat menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Wallahualam bisawab.
Komentar
Posting Komentar