Miris! Gandeng China Atasi Krisis Pangan di Negeri Agraris

🖤Admin MKM

Menilik sektor pertanian merupakan kebutuhan pokok yang sangat vital, maka pada masa kekhilafahan mendapat perhatian serius. Negara menjamin ketersediaan dan keterjangkauan kebutuhan pokok. 

OPINI

Oleh Nur Fitriyah Asri

Penulis Ideologis Bela Islam Akademi Menulis Kreatif


MKM, OPINI_Bagai tikus mati di lumbung padi. Inilah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi rakyat Indonesia yang mengalami krisis pangan di negara agraris, yakni negara yang memiliki sebagian besar lahan pertanian yang subur gemah ripah loh jinawi, (kekayaan alam yang berlimpah). Seharusnya Indonesia mampu memenuhi kebutuhan berasnya sendiri. Ironis! 

Dalam menghadapi beras langka yang menyebabkan harga membumbung tinggi dan orang miskin hanya bisa makan sehari sekali, pemerintah harus mengimpor beras sebanyak 1,5-3 juta ton per tahun. Inilah yang dijadikan alasan pemerintah menggandeng China untuk mengembangkan lahan sawah seluas satu juta hektar di Kalimantan Tengah dalam mengatasi masalah beras nasional. Program tersebut telah disepakati dalam pertemuan ke-4 High Level Dialogue and Cooperation Mechanism (HDCM) di Labuhan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada 20 April 2024 dan akan dimulai Oktober 2024.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan investasi, Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan telah meminta China menstransfer teknologi di bidang pembibitan padi. Lantaran China dinilai sukses mencapai swasembada beras lewat inovasi padi hibrida. Sementara dalam unggahan di instagram (Luhut) mengindikasikan proyek satu juta hektare lahan ditanami padi akan berlangsung di kawasan food estate yang telah ditetapkan pemerintah di Kalimantan Tengah. (bbcnewsindonesia.com, 26/4/2024)

Adapun Koordinator Nasional Pantau Gambut, Lola Abas menyoroti kebijakan pengembangan food estate (lumbung pangan) di Kalimantan Tengah luasnya 2,3 juta hektare. Di antaranya 743.793 hektare merupakan wilayah eks proyek lahan gambut yang berpotensi bencana ekologis makin bertambah, mengingat bencana sebelumnya belum berhasil diatasi.


Kegagalan yang Berulang

Banyak pakar menilai program tersebut tidak realitis dan hanya akan mengulangi kegagalan-kegagalan yang pernah terjadi. Sebab, untuk menanam benih hibrida dari China tidak semudah itu. Pasalnya, China adalah negara dengan empat musim, sedangkan Indonesia hanya dua musim. Sudah tentu hal ini memengaruhi karakter sifat tanah, cuaca/iklim, budi daya, ungkap Khudori, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).

Telah diketahui bahwa kondisi lahan gambut adalah sulfat masam. Oleh sebab itu, petani hanya menanam varietas lokal saja, selain itu tidak dapat ditanami varietas yang lainnya. Apalagi China tidak mempunyai lahan pasang surut dengan jenis sulfat masam. Dapatkah varietas padi hibrida China dikembangkan di Kalimantan Tengah?

Selain itu, bekerja sama dengan China sungguh berbahaya terhadap kedaulatan negara. China tidak hanya sekadar berinvestasi modal dan alat teknologi pertanian, akan tetapi ikut sertakan tenaga kerjanya (TKA). Hal ini makin melanggengkan penjajahan. Setidaknya akan terjadi pengambilan hak kepemilikan lahan dari masyarakat lokal dan berpotensi memunculkan konflik.


Sistem Ekonomi Kapitalis Biang Krisis

Krisis ini terjadi karena negara kita menganut sistem ekonomi kapitalis yang berasaskan sekularisme, yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak boleh mengatur urusan publik. Sebab, aturan dibuat oleh manusia sendiri yang bersumber dari akalnya yang terbatas dengan asas manfaat. Wajar, jika penguasa hanya sebagai regulator (pembuat hukum), bukan untuk menyejahterakan rakyatnya melainkan berpihak pada pemilik modal dan korporasi. Contohnya, UU Omnibus Law, UU Penanaman modal, UU Minerba dan lainnya. 

Sejatinya, semua UU tersebut merupakan pintu masuk penguasaan sumber daya alam (SDA). Mereka berkiprah dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Akibatnya salah kelola, banyak tanah produktif beralih fungsi menjadi infrastruktur, pabrik-pabrik, maal, gedung perkantoran dll. Bahkan dengan dalih investasi pula banyak tanah terlantarkan. Tentu semua itu memengaruhi produktivitas padi. 

Sementara sekularisme menjauhkan umat Islam dari agamanya hingga banyak yang tidak bisa membedakan haram dan halal. Transaksi berbasis ribawi pun dianggap hal biasa seperti, sewa/gadai lahan, utang berbunga, menimbun, ijon dll. Dampaknya sektor pertanian pangan khususnya produksi padi menghadapi tantangan yang berat dikarenakan biaya produksi sangat tinggi. Hal ini dikarenakan sewa tanah mahal, langkanya pupuk karena ditimbun, dan mahalnya tenaga kerja. Akhirnya, berpengaruh pada produksi padi.  

Ditambah rusaknya tata niaga pangan yang dikuasai pedagang nakal, dengan mudahnya memanipulasi harga dan melakukan penimbunan barang. Itulah akibat diterapkannya sistem rusak yang menyebabkan negara agraris mengalami krisis pangan, sungguh ironis. Saatnya kita tinggalkan sistem demokrasi kapitalis yang nyata-nyata menyengsarakan rakyat dan kembali ke sistem Islam yang diridai Allah Swt.


Cara Islam Mencegah Krisis Pangan

Islam agama sempurna yang mengatur semua lini kehidupan termasuk bagaimana cara menjamin ketersediaan pangan. Islam mempunyai seperangkat mekanisme aturan, di antaranya:

Pertama, politik negara Islam berasaskan akidah Islam bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar seperti, pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi seluruh rakyat. Terkait pangan, agar kebutuhan tersedia dan terjangkau maka negara berkewajiban mendorong produksi pangan, mengatur mekanisme pasar, dan memberikan bantuan dengan berpegang pada syarak.

Kedua, untuk mendorong produksi pangan, negara wajib memberikan insentif bagi petani yang kesulitan, yakni berupa lahan, bantuan benih, sarana dan prasarana produksi, maupun edukasi teknik pertanian.

Ketiga, dalam sistem Islam, biaya produksi lebih efisien karena tidak ada biaya sewa lahan pertanian. Karena menurut pendapat yang raajih sewa lahan pertanian dilarang dalam syariah. Adapun terkait produktivitas tanah syarak melarang pemiliknya menelantarkan tanah pertanian selama tiga tahun. 

Sebagaimana sabda Rasulullah saw. "Barang siapa mempunyai tanah (pertanian) hendaklah ia mengelolanya atau memberikannya kepada saudaranya." (HR. Bukhari)

Jika pemiliknya menelantarkan lahannya selama tiga tahun, maka hak kepemilikannya akan hilang. Negara bertanggung jawab mendistribusikan kepada mereka yang membutuhkan untuk menggarapnya. 

Keempat, negara mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah mati, yakni tanah yang tidak produktif dengan memberikan kepada siapa saja yang mampu menghidupkan.

Rasulullah bersabda, "Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, tanah itu adalah miliknya." (HR. Bukhari)

Kelima, Islam melarang semua bentuk transaksi berbasis riba, termasuk investasi dan pengelolaan modal asing. Sebab, Allah telah mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah [2]: 275). Islam juga melarang penimbunan barang kebutuhan pokok karena dapat menyebabkan kenaikan harga yang tidak wajar. 

Keenam, terkait mekanisme pasar, negara senantiasa melakukan pengawasan pasar yang diwakili oleh qaadhi hisbah. Tugasnya untuk mengawasi dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran yang merugikan publik, seperti penipuan, pengkhianatan, dan menyembunyikan cacat dalam produksi dan perdagangan yang dilakukan oleh pedagang maupun pekerja.

Selain itu, di masa Khalifah Umar bin Kaththab, salah satu kebijakan yang diterapkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan membiarkan wilayah-wilayah yang ditaklukkan dikelola oleh penduduk asli tanpa pembagian hasil. Tujuannya agar tanah lebih produktif di tangan penduduk asli yang lebih memahami dan mampu mengembangkan lahan daripada pihak lain. Berbeda dengan negara demokrasi kapitalis justru menyerahkan ke China untuk mengelolanya.

Menilik sektor pertanian merupakan kebutuhan pokok yang sangat vital, maka pada masa kekhilafahan mendapat perhatian serius. Negara menjamin ketersediaan dan keterjangkauan kebutuhan pokok. Ketika terjadi masa paceklik di masa Khalifah Umar r.a. beliau mengeluarkan harta-harta Baitulmal untuk mengurusi rakyatnya dengan memberikan makanan selama masa paceklik.

Demikianlah sebagian gambaran sistem Islam dalam menjamin ketersediaan pangan untuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Hanya saja semua itu bisa terwujud jika syariat Islam diterapkan secara benar dan menyeluruh.

Walhasil, solusi hakiki untuk mengatasi krisis pangan hanya dengan sistem Islam, bukan dengan cara menggandeng China. Justru melanggengkan sistem kapitalis penyebab terjadinya kerusakan di semua aspek kehidupan. 

Wallahualam bissawwab.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan