Toleransi Tanpa Batas, Imbas Liberalisme

🖤 Admin MKM

Islam tidak menerapkan toleransi yang mencampuradukkan antara yang hak dan batil. Islam juga tidak memaksakan kehendak dalam beragama. Islam sangat menghargai keberagaman. Hanya saja, kebebasan dalam beragama bukan berarti bebas bertindak sesuka hati, melainkan ada aturan yang harus dipatuhi. 

OPINI

Oleh Siska Juliana 

Pegiat Literasi


MKM, OPINI_Video viral di media sosial kembali menggegerkan masyarakat. Dalam video tersebut, menampilkan kedatangan 44 Biksu Thudong di Masjid Baiturrohman, Bengkal, Temanggung. Mereka dijamu oleh warga setempat dan takmir masjid pada Ahad (19/05). (kumparan.com, 21/05/2024) 

Thudong merupakan ritual religi dengan berjalan kaki berkilo-kilometer untuk menyambut Hari Raya Waisak. Kali ini, jarak yang ditempuh dari Semarang ke Candi Borobudur. Video tersebut memantik perdebatan di antara masyarakat. Untuk itu, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Temanggung, Fatchur Rochman menjelaskan bahwa pada mulanya para biksu tersebut meminta izin untuk beristirahat sejenak. 

Warga setempat dan pihak masjid menjamu dengan menyediakan camilan dan minuman. Akan tetapi, hal yang mengusik adalah terlihat pihak masjid mendoakan para biksu dengan cara Islam. Begitupun sebaliknya, para biksu mendoakan kebaikan di dalam masjid. Apakah benar, ini merupakan wujud toleransi? Sebenarnya bagaimana batasan toleransi?

Kritik pun datang dari Ketua MUI, Cholil Nafis. Beliau menyampaikan bahwa hal itu kebablasan. Masjid digunakan untuk beribadah, tidak untuk kepentingan lainnya. Seharusnya ada ruangan lain untuk menjamu tamu nonmuslim. Beliau juga menegaskan bahwa batasan toleransi tidak masuk ke ranah akidah dan syariat agama lain. Karena ini, akan menyebabkan terjadinya penistaan dan penghinaan agama.

Ada beberapa hal yang perlu dicermati dari peristiwa tersebut. Menjamu tamu merupakan hal yang dianjurkan, tetapi seharusnya tidak menyambut tamu nonmuslim di dalam masjid. Hal itu bisa dilakukan di ruangan lain, sehingga tidak menimbulkan polemik. 

Islam mengajarkan toleransi, hanya saja bukan toleransi yang kebablasan. Toleransi memiliki batas tidak boleh mencampuri akidah. Adanya moderasi agama, jelas harus diwaspadai. Sebab, menimbulkan kerancuan di masyarakat seolah-olah semua agama dapat beribadah di tempat agama lainnya. 

Toleransi tanpa batas ini merupakan akibat diterapkannya sistem kapitalisme sekuler. Sistem sekuler merupakan sistem yang menafikan aturan agama dalam kehidupan. Agama hanya dipandang sebagai aktivitas ritual semata. Sementara aturan kehidupan diserahkan pembuatannya pada manusia. Tak heran, sistem ini melahirkan berbagai kebebasan. 

Sistem kapitalisme sekuler setidaknya melahirkan 4 kebebasan yaitu kebebasan beragama, bertingkah laku, berpendapat, dan kepemilikan. Dengan adanya ide kebebasan itu, anggapan bahwa semua agama benar makin digencarkan. Maka, adanya toleransi kebablasan seperti yang terjadi saat ini, sangat mungkin terjadi di sistem kapitalisme sekuler. 

Hal ini tentu sangat berbeda dengan sistem Islam. Sistem sahih yang berasal dari Sang Pencipta dan Pengatur, Allah Swt.. Islam menghendaki setiap individu terikat dengan hukum syarak. Tidak ada kebebasan, sebab sejatinya setiap manusia merupakan hamba yang harus senantiasa taat pada Allah Swt..

Islam tidak menerapkan toleransi yang mencampuradukkan antara yang hak dan batil. Islam juga tidak memaksakan kehendak dalam beragama. Islam sangat menghargai keberagaman. Hanya saja, kebebasan dalam beragama bukan berarti bebas bertindak sesuka hati, melainkan ada aturan yang harus dipatuhi. 

Sebagaimana firman Allah, "Tidak ada paksaan dalam (memasuki) Islam, sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dan jalan yang sesat ...". (TQS. Al-Baqarah: 256).

Islam melarang tegas orang yang murtad (keluar dari Islam). Ini bukan bentuk pengekangan, tetapi merupakan penjagaan terhadap akidah. Islam membebaskan pemeluknya untuk menjalankan ajaran agamanya, sepanjang tidak melanggar batas syariat dan akidah.

Toleransi beragama ditunjukkan oleh Rasulullah saw. saat menerima delegasi Kristen Najran. Ketika sampai waktunya untuk beribadah, Rasulullah mempersilakan mereka untuk beribadah. Cerminan toleransi juga dilakukan oleh Sultan Muhammad al-Fatih saat menaklukkan Konstantinopel. Ketika memasuki Hagia Sophia, Muhammad al-Fatih menemui umat Kristen yang bersembunyi di gereja, sebab mereka tidak ikut berperang. 

Saat itu, beliau mendekati wanita dan anak-anak yang ketakutan. Beliau berkata dengan ramah, "Jangan takut, kita adalah satu bangsa, satu tanah, dan satu nasib. Kalian bebas menjaga agama kalian." Ucapan itu, membuat umat Kristen gembira. Dengan demikian, toleransi hakiki hanya bisa terwujud ketika Islam diterapkan secara kafah. Islam membuat kaum muslim dan nonmuslim hidup berdampingan dengan damai. 

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan