Ketika Dunia Tak Seindah Dongeng
![]() |
🖤Admin MKM |
CERPEN
Oleh Arda Sya'roni
Aktivis Muslimah
MKM, CERPEN _“Mas, tolong dong cari solusinya gimana? Capek juga aku kalau harus gini terus. Kenzo juga masih harus bolak-balik dokter. Aku juga udah terlalu lelah,” desak Khinta pada Denta suaminya.
“Nah, terus gimana lagi? Kita juga butuh duit untuk cicilan rumah. Orang tua kita juga dalam kondisi seperti itu. Kalau kamu keluar kerja malah jadi masalah,” jawab Denta dengan nada tinggi.
***
Khinta menerima pinangan Denta karena saat itu dinilainya agama Denta lebih baik darinya. Khinta berharap Denta mampu membimbingnya menjadi salihah. Denta yang merdu suaranya saat membaca Al-Qur'an membuat Khinta terpukau hingga meneriman pinangannya, meski Khinta tak mengenalnya lebih dalam. Khinta yakin bahwa Denta mampu membawanya menuju keluarga samara.
Alhamdulillah, harapan Khinta terwujud di awal pernikahan. Sebulan setelah pernikahan mereka pun telah dikaruniai seorang anak yang tertanam di rahim Khinta. Setahun kemudian mereka pun memutuskan untuk membeli rumah KPR di lokasi dekat tempat kerja Khinta. Mereka merasa tak bebas bila terus-menerus berada di rumah orang tua, sehingga akad kredit rumah pun mereka ambil.
“Alhamdulillah, Dik. Akad kredit KPR kita disetujui, kita bisa segera menempati rumah baru. Bayi kita nanti juga akan lahir di rumah barunya.” Denta menyampaikan kabar itu dengan perasaan penuh bahagia.
“Berapa cicilan tiap bulannya, Mas? Apa cukup dengan penghasilan kita yang masih segini?” tanya Khinta kurang yakin, tapi hati kecilnya merasa lega bila keluar dari rumah mertuanya.
“Nanti gaji kita digabung untuk membayar cicilannya, untuk kebutuhan hidup insyaallah nanti bisa dari sisa gaji kita berdua. Nanti kita bisa cari tambahan dengan menjual apa gitu,” jelas Denta meyakinkan Khinta.
***
Tibalah kelahiran bayi mungil di antara mereka, bayi lelaki imut, tampan, berkulit putih bersih, dan berambut ikal tebal. Kenzo namanya. Bahagia menyelimuti keduanya. Namun, sayang kebahagiaan itu hanya sebentar mereka rasa karena Khinta harus kembali bekerja setelah tiga bulan cuti melahirkan. Masalah pengasuh yang harus mereka cari menjadi masalah pertama mereka. Alhamdulillah, solusi didapatkan. Ada kerabat asisten rumah tangga saudara yang bersedia mengasuh. Usianya masih belia, tetapi beban hidup yang ditanggung telah mendewasakan dirinya sehingga di usia yang baru menginjak 16 tahun telah mampu mengasuh seorang bayi layaknya ibu muda.
Khinta bersyukur karena pengasuh yang didapatkan cukup salihah. Dia lebih senang menghabiskan waktunya untuk ibadah daripada nongkrong dengan para tetangga atau para pengasuh lainnya di kompleks perumahan itu. Meski tidak mengenakan hijab, tetapi salat dan puasanya sungguh luar biasa. Puasa Senin Kamis rutin dilakukannya, selepas salat Isya' juga rutin membaca Al-Qur'an. Sudah perjanjian di antara Khinta dan si pengasuh bahwa bila Khinta berada di rumah, Kenzo akan dipegang sendiri olehnya, pengasuhan hanya membantu seperlunya saja atau membantu dalam urusan kerjaan rumah. Karenanya dia mempunyai waktu untuk merutinkan bacaan Qur'annya dan sunnah-sunnah lainnya.
***
“Mas Denta, ini ibu semalam dibawa ke rumah sakit, kena stroke. Gula darahnya sangat tinggi, tekanan darah juga tinggi. Mas Denta nanti bisa minta tolong mampir rumah sakit ya!” kabar Dilla, adik Denta, melalui gawai.
Di Hari Ahad yang cerah di mana mereka menantikan untuk beristirahat dan bercanda dengan Kenzo pudar sudah. Bergegas Denta berganti pakaian dan segera meluncur ke rumah sakit bersama Khinta.
Sesampainya di rumah sakit didapati mereka sang Ibu terbaring lemah dengan berbagai selang di tubuhnya. Selang sonde memasuki hidungnya dan tersambung ke lambung untuk memasukkan makanan. Selang kateter juga terpasang untuk memudahkannya buang air kecil. Selang infus terpasang di tangan kirinya. Terbayang bagaimana tak nyamannya kondisi yang dirasakannya. Mulutnya terbungkam tak bisa berkata-kata pun tak bisa menelan segala bentuk makanan, bahkan air putih sekalipun. Sedih sekali melihat kondisi beliau yang demikian. Denta juga pastinya hatinya bergejolak tak menentu. Ada rasa ingin menemani sang ibunda, tetapi apa daya berjuang mencari nafkah juga suatu kewajiban, apalagi pada kondisi ekonomi sulit seperti ini.
Dua pekan sudah ibu Denta dirawat dan hari Ahad ini diperbolehkan pulang. Denta, Khinta, dan Kenzo pun turut menyambut kedatangan sang ibu di rumah ibu. Mereka sengaja menunggu di rumah karena mengajak Kenzo. Meskipun sudah diperbolehkan pulang, tetapi beliau masih harus menggunakan sonde dan kateter karena kerongkongannya sudah benar-benar tidak bisa digunakan untuk menelan. Karena penggunaan sonde dan kateter yang kemungkinan jangka panjang ini, maka harus ada anggaran lebih buat Denta dan adik-adiknya untuk menyewa jasa home care saat penggantian sonde dan kateter.
***
Baru juga Denta dan Khinta bernapas lega karena ibu diperbolehkan pulang, meski kondisinya belum kembali seperti sedia kala, datanglah kabar lain yang tak kalah mengguncang jiwa.
“Khinta, tenangkan hatimu dulu ya. Aku tahu ibu mertuamu lagi membutuhkan dirimu, tetapi di sini ayah juga barusan ke dokter dan vonisnya adalah ayah terkena kanker usus stadium 2. Ini kemungkinan dalam pekan ini ayah harus operasi. Dokter masih mengatur jadwal operasi ayah,” jelas Hanif, kakak Khinta, melalui panggilan video aplikasi WhatsApp.
Tampak di sana ayah Khinta terbaring lemah, padahal beliau orangnya aktif tak pernah bisa diam, ada aja yang dilakukan di rumah. Julukan MacGyver disandangnya, karena ada aja idenya dalam menyelesaikan masalah baik di rumah maupun di kampung.
“Sejak kapan ayah sakit?” tanyanya.
“Sudah sejak sebulan ini Ayah mondar-mandir rumah sakit untuk cek kesehatan sebelum operasi. Kanker usus baru diketahui sekitar satu setengah bulan lalu saat ayah semakin susah buang air besar,” jelas Hanif.
Dunia seakan terhenti sejenak bagi Khinta. Gundah bergelayut, sesak dada terasa, entah harus mengadu ke siapa. Tak terasa airmata menetes membasahi pipi. Belum juga ibu mertuanya pulih dari sakitnya, kini sang ayah pun turut menambah beban pikirannya. Namun, Khinta yakin bahwa Allah takkan membebani hamba-Nya dengan beban yang melebihi kemampuannya. “Aku pasti bisa melewati ini semua.” Afirmasi Khinta pada dirinya sendiri.
Tanpa berpikir lebih panjang, Khinta langsung mengirim pesan pada atasannya untuk mengajukan cuti kerja esok hari agar bisa turut serta menunggu sang ayah operasi. Hatinya tak tenang bila tak melihat langsung kondisi sang Ayah.
***
Dua belas purnama pun berlalu bagai berlayar di lautan lepas. Khinta bagaikan terombang-ambing oleh ombak dan badai hingga kerap dirinya limbung. Dirinya seakan melayang. Penat oleh berbagai ujian yang mendera.
Pagi ini, asisten rumah tangga yang selama ini menemaninya juga turut mengajukan pengunduran diri karena dipaksa menerima pinangan anak juragan beras di desanya. Dengan demikian terpaksa mereka menitipkan Kenzo di tempat penitipan anak dekat kantor Khinta. Pada mulanya tak terlalu bermasalah Kenzo di TPA ini. Namun, beberapa minggu kemudian Kenzo terkena bronkitis akut karena mereka harus menitipkan Kenzo pagi hari dengan menempuh perjalanan yang tak dekat dan baru dijemput menjelang Maghrib. Angin malam menyebabkan membaran bronkus Kenzo bermasalah sehingga sering bolak-balik dokter dan rumah sakit.
Di samping itu kantor tempat Khinta bekerja pun memutuskan untuk merger dan mengalihkan semua karyawan administrasi pada perusahaan outsourcing. Kompleks sudah permasalahan yang mendera. Belum lagi kantor suami juga melakukan pengurangan karyawan sehingga banyak kebijakan yang dibuat tak masuk akal yang semakin membuat karyawan tak nyaman.
Waktu pun berhenti sesaat bagi Khinta. Otaknya tak lagi berfungsi sempurna untuk berpikir jernih menghadapi semuanya.
“Ya Allah, cobaan apa lagi ini? Apa dosaku hingga aku harus mengalami cobaan yang tiada henti ini? Aku tak sanggup, Ya Allah, beri aku petunjuk apa yang harus kulakukan” batin Khinta dalam sujudnya di tengah malam.
Setelah menumpahkan seluruh kesah di hadapan Illahi, Kinta mengambil Al-Qur'an, dibukanya secara acak dengan harapan Allah memberi jawaban atas pertanyaannya hingga matanya tertuju pada surat Al Baqarah Ayat 278-280, yaitu "Wahai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba, jika kalian adalah orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak meninggalkan, maka umumkanlah perang kepada Allah dan Rasul-Nya.
“Ya Allah, jadi karena riba inikah? Dan kini Kau memerangi kami? Ya Allah, ampuni kami? Bantu kami agar segera terbebas dari jerat riba ini. Bantu kami untuk menemukan jalan keluarnya. Sungguh Engkau Maha Pengampun dan Engkau adalah sebaik-baik mengatur.” Tangis Khinta terus berderai tiada henti. Terisak mengakui dosanya.
***
Beberapa bulan kemudian Denta memutuskan untuk mengijinkan istrinya mengundurkan diri. Toh kini setelah outsourcing, pendapatan dan tunjangan yang diterima Khinta berbeda jauh. Apalagi saat proses merger lalu Khinta sudah mendapatkan pesangon hasil dari 5 tahun dedikasinya. Cukuplah itu untuk menutup sisa riba serta menutup belakang rumah agar aman dan nyaman ditempati.
Semenjak menjadi ibu rumah tangga masalah demi masalah mulai terurai. Ayah Khinta akhirnya menghadap Illahi setelah 2 tahun berjuang melawan kanker. Seminggu kemudian ibu Denta menyusul setelah 2 tahun pula berjuang dengan stroke beserta komplikasinya. Kenzo juga semakin pintar, sehat dan menggemaskan. Dan yang terpenting bahwa keharmonisan keluarga kembali terjalin, tak seperti sebelumnya yang kerap diliputi emosi dalam menyelesaikan masalah.
Benar apa yang tertera dalam Al Qur'an, bahwa dosa riba sungguh ngeri. Dosa riba tak hanya ditanggung di akhirat, tapi juga di dunia tepat sejak riba itu disetujui.
Sidoarjo, 22 Juni 2024
Komentar
Posting Komentar