Di Balik Skandal KPU Politik Transaksional Seksual
![]() |
🖤 Admin MKM |
Hilangnya rasa malu (sifat kebinatangan) inilah yang menggelincirkan moral dan merusak tatanan kehidupan. Lumrah, jika pacaran (pergaulan bebas), perselingkuhan atau berzina pun dianggap sesuatu hal yang biasa. Mirisnya tidak ada sanksi hukum, jika pun ada hukum bisa dimanipulasi dan sebatas sanksi moral yang tidak memberikan efek jera. Wajar, jika pergaulan bebas dan seksual tumbuh subur dalam sistem demokrasi sekuler yang rusak dan merusak. Masihkah akan dipertahankan?
OPINI
Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Ideologi Bela Islam Akademi Menulis Kreatif
MKM, OPINI_Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada 3 Juli 2024, memberhentikan dengan tidak hormat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari. Hasyim terbukti melakukan kejahatan seksual terhadap salah seorang Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) untuk wilayah Eropa, Cindra Aditi Tejakinkin (CAT). Sebelumnya Hasyim melakukan beberapa kali pelanggaran berat, tetapi hanya diberi sanksi peringatan keras saja. Adapun pemecatan merupakan buntut kejahatan yang kelima kalinya.
Berikut ini, adalah rentetan bentuk kejahatan Hasyim Asy'ari:
Pertama, melanggar etika dengan melakukan perjalanan bersama Hasnaeni atau 'Wanita Emas' pada tanggal 17/8/2022. Hasnaeni mengaku menjual dirinya kepada Hasyim Asy'ari agar Partai Republik Satu miliknya bisa diloloskan. Menurut majelis, ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Kedua, kesalahan menghitung kuota minimal 30% untuk perempuan calon anggota DPR/DPRD. Akibatnya pada tanggal 10/10/2023 Hasyim Asy'ari diberi sanksi peringatan keras yang menyebabkan ketidakpastian hukum dan berdampak pada peserta pemilu.
Ketiga, Hasyim Asy'ari dan enam anggota KPU ditetapkan melanggar pasal 15 huruf c, yakni menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres sebelum merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023 setelah putusan MK. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai ketua KPU beliau telah bertindak tidak profesional dan ceroboh. Hal ini menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat karena ada mosi tidak percaya pada hasil pemilu.
Keempat, kasus rekrutmen calon anggota KPU Kabupaten Nias Utara, mengakibatkan KPU yang terpilih mendadak gagal dilantik.
Kelima, kejahatan tindak asusila (perzinaan) dengan CAT. Padahal, Ketua KPU Hasyim masih terikat dalam pernikahan yang sah. Aristo, kuasa hukum korban (CAT) mengungkap bahwa perbuatan asusila diduga dilakukan sepanjang September 2023 hingga Maret 2024. Keduanya bertemu ketika melakukan kunjungan dinas ke Eropa atau CAT melakukan kunjungan ke Indonesia. Tindakan pelanggaran kode etik ini berupa mendekati, merayu, hingga melakukan perzinaan. (tempo.com, 4/7/2024)
Hilangnya Rasa Malu, Sekularisme Biangnya
Inilah dampak dari penerapan asas negara kita sekularisme, yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, menjauhkan anak bangsa dari agamanya. Iman menjadi terkikis seiring dengan hilangnya rasa malu. Padahal, sifat malu adalah fitrah yang diberikan Allah Swt. kepada hamba-Nya untuk membentengi diri dari perbuatan tercela (melanggar syariat). Karenanya rasa malu juga termasuk bagian dari keimanan.
Ironisnya, Hasyim Asy'ari ketika menjadi khatib salat Iduladha di hadapan presiden dan jamaah menyampaikan ceramah yang berisi seruan 'sembelihlah sifat kebinatangan'. Seolah Hasyim seperti sosok yang beriman dan bertakwa, faktanya berulang kali melakukan kejahatan. Artinya, sudah tidak mempunyai rasa malu bagaikan binatang liar yang sesat jalannya.
Mirisnya, kesalahan fatal yang berulang terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini membuktikan adanya pembiaran sesama kolega (teman sejawat/kawan sepekerjaan). Wajar jika ini terjadi untuk saling menutupi kesalahan atau dosa berjamaah. Sejatinya pembiaran merupakan bentuk kejahatan yang tidak bisa dilepaskan dari politik transaksional demokrasi. Ada keterkaitan dengan skandal yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang ujung-ujungnya bermuara pada politik dinasti.
Lazim, jika di balik skandal KPU tercium aroma busuk adanya transaksional politik demokrasi. Tidak hanya transaksional seksual, tetapi transaksional yang lainnya. Seperti, politik uang, koalisi, bagi-bagi kursi yang berakibat menyuburkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Faktanya selama satu tahun terakhir di era Jokowi terjadi skandal besar yang menjerat tiga Kepala Lembaga Tinggi Negara, yaitu Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Ketua KPK Firli Bahuri, dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang merupakan paman Gibran, alias adik ipar Presiden Jokowi.
Padahal, ketiga lembaga tinggi negara tersebut mempunyai peran sangat penting. Menjadi salah satu penentu nasib bangsa, yakni melalui pemilu akan menghasilkan para pemimpin yang memberikan perubahan dan dapat menyejahterakan rakyat.
Mana mungkin sistem demokrasi bisa menyejahterakan rakyat, jika aturannya dibuat oleh manusia yang berasaskan hawa nafsu dan manfaat. Apalagi standar perbuatan bukan berdasarkan halal dan haram.
Alhasil, pemilu demokrasi hanya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang tamak untuk kepentingan dirinya sendiri/kelompoknya, dan para koruptor yang tidak punya rasa malu, serta menyengsarakan rakyat.
Hilangnya rasa malu (sifat kebinatangan) inilah yang menggelincirkan moral dan merusak tatanan kehidupan. Lumrah, jika pacaran (pergaulan bebas), perselingkuhan atau berzina pun dianggap sesuatu hal yang biasa. Mirisnya tidak ada sanksi hukum, jika pun ada hukum bisa dimanipulasi dan sebatas sanksi moral yang tidak memberikan efek jera. Wajar, jika pergaulan bebas dan seksual tumbuh subur dalam sistem demokrasi sekuler yang rusak dan merusak. Masihkah akan dipertahankan?
Syariat Islam Membasmi Seks Bebas
Berbeda halnya dengan sudut pandang Islam, pacaran (pergaulan bebas) dilarang dalam Islam. Apalagi pelecehan seksual (perzinaan) termasuk dosa besar yang harus diberikan sanksi hudud (had). Yaitu sanksi kemaksiatan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an dan hadis. Dalam hudud tidak berlaku pemaafan oleh siapapun karena hak Allah.
Telah disebutkan dalam nash bahwa sanksi hudud bagi pelaku zina muhshan (mereka yang terikat pernikahan atau sudah pernah menikah) sanksinya dirajam, yaitu dikubur setinggi dada kemudian dilempari batu hingga mati. Sedangkan pezina ghairu muhshan (belum menikah) saksinya dicambuk seratus kali. Sebagaimana dalam hadis, Rasulullah saw. bersabda:
"Ambillah dariku, ambillah dariku, ambillah dariku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar (hukuman) untuk mereka (pezina). Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera (cambuk) seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya seratus kali dan rajam." (HR. Muslim)
Sanksi yang tegas akan memberikan efek jera bagi pelakunya, juga bagi yang lainnya. Karenanya, sanksi hukum Islam bersifat jawabir (pencegahan) dan zawajir (penebus dosa) kelak di akhirat tidak dihisab.
Selain itu, Islam mempunyai seperangkat aturan, termasuk mengatur interaksi pria dan wanita. Hal ini penting, karena dalam interaksi pria dan wanita bisa membangkitkan syahwat, sementara keduanya dibolehkan berinteraksi untuk tolong menolong demi kemaslahatan di masyarakat; seperti pendidikan, kesehatan, perdagangan, dll.
Oleh sebab itu, syariat Islam mengatur interaksi tersebut, di antaranya:
Pertama, perintah menundukkan pandangan (ghadhdhul bashar), yaitu menundukkan pandangan dari apa-apa yang haram dilihat dan membatasi apa yang dihalalkan untuk dilihat. (QS. An-Nur: 30-31)
Kedua, perintah atas wanita untuk menutup auratnya dengan menggunakan jilbab, yakni pakaian longgar/jubah yang terulur ke bawah di atas baju rumahnya ketika keluar rumah (QS. Al-Ahzab: 59) dan kerudung (khimar), untuk menutupi kepala hingga dada. (QS. An-Nuur: 31)
Ketiga, larangan berkhalwat (berdua-duaan antara pria dan wanita yang tidak disertai mahramnya). Juga larangan ber-ikhtilat (campur baur pria dan wanita).
Keempat, Islam melarang wanita keluar rumah tanpa seizin suaminya.
Kelima, larangan atas wanita bepergian selama sehari semalam, kecuali disertai mahramnya.
Keenam, larangan ber-tabarruj (memamerkan kecantikan dan tubuhnya kepada pria yang bukan mahramnya) dan larangan memakai minyak wangi ketika keluar rumah.
Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32).
Demikianlah cara Islam membasmi pergaulan bebas dan seksual (perzinaan) hingga ke akar-akarnya. Hanya saja harus ada institusi negara yang berasaskan akidah Islam untuk menerapkan syariat Islam secara kafah, yakni Khilafah. Karena itu kewajiban seluruh umat Islam untuk menegakkannya kembali.
Wallahualam bissawwab.
Komentar
Posting Komentar