Guru Honorer dan Anggota DPR, Nasibmu Kini
![]() |
🖤 Admin MKM |
Anggota DPRD yang seharusnya mendengarkan keluh kesah warganya dan merealisasikan aspirasi rakyatnya, kini hanya tinggal janji manis. Sistem bobrok kapitalis sekularis memandang hanya orang yang mempunyai kekuasaan yang didengar aspirasinya. Aspirasi-aspirasi rakyat menengah ke bawah tidak akan digubris oleh anggota dewan. Padahal sejatinya anggota dewan digaji oleh rakyat untuk mendengar aspirasi rakyat sehingga bisa membela rakyat, untuk dapat mensejahterakan rakyat. Janji tinggal janji, rakyat akhirnya makin terpuruk di sistem rusak ini.
OPINI
Oleh Harnita Sari Lubis SPdi
Pengusaha Muslimah
MKM, OPINI_Beredar sebuah video aksi demo guru honorer di Kantor DPRD Garut. Dalam video tampak guru honorer tak sanggup menahan air mata saat menyuarakan aspirasinya tersebut.
Ketua DPRD Garut Euis Ida Wartiah diduga mengejek guru honorer yang menangis saat demonstrasi. Ibu Euis Ida Wartiah sambil turun dari mobilnya berkata kepada para demonstran dengan bahasa Sunda "Sok narangis di dinya nya. Sing sae (Silakan menangis di situ. Yang bagus)," ucap Euis merespons demo guru honorer. (DetikJabar, Minggu, 16Juni 2024)
Adapun tuntutan para guru honorer tersebut adalah kejelasan status pengangkatan, dari honorer menjadi aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Namun tuntutan mereka tidak digubris oleh anggota dewan tersebut, dan malah seperti mengejek sehingga ada para demonstran yang sampai menangis tersedu-sedu.
Anggota DPRD yang seharusnya mendengarkan keluh kesah warganya dan merealisasikan aspirasi rakyatnya, kini hanya tinggal janji manis. Sistem bobrok kapitalis sekularis memandang hanya orang yang mempunyai kekuasaan yang didengar aspirasinya. Aspirasi-aspirasi rakyat menengah ke bawah tidak akan digubris oleh anggota dewan. Padahal sejatinya anggota dewan digaji oleh rakyat untuk mendengar aspirasi rakyat sehingga bisa membela rakyat, untuk dapat mensejahterakan rakyat. Janji tinggal janji, rakyat akhirnya makin terpuruk di sistem rusak ini.
Seharusnya kita kembali ke sistem Islam. Karena hanya di dalam sistem Islamlah rakyat akan disejahterakan. Aspirasi rakyat didengarkan tidak pandang bulu mau kaya ataupun miskin, mau pegawai ataupun pengemis, semua didengarkan dan disejahterakan.
Seperti pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau yang pertama kali memberikan gaji terhadap aktivitas belajar di masanya. Beliau juga memberikan gaji rutin kepada warga yang mau menghapal dan mempelajari Al-Qur’an.
Lanjut pada masa Daulah Umayyah, gaji guru semakin ditingkatkan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada saat itu mengambil kebijakan untuk mengundang ulama-ulama guna mengajari anak-anak suku Arab pedalaman tentang persoalan agama dan memberikan mereka gaji yang besar.
Puncaknya pada masa Daulah Abbasiyyah, kesejahteraan para guru sangat diperhatikan oleh pemerintah. Mereka diberikan gaji fantastis. Beberapa ulama yang turut mengajar para putra Khalifah di antaranya adalah Imam Al-Kisa’i, beliau mengajar putra Harun Al-Rasyid dan mendapat upah awal 10.000 dirham beserta pemenuhan semua kebutuhannya.
Bayaran yang melimpah juga diberikan kepada Ibnu As-Sikkit yang mengajar putra-putra Khalifah Al-Mutawakkil. Bayaran yang diberikan yaitu sampai 50.000 dinar dan ada juga gaji rutin sepanjang hidup, tempat tinggal, makanan, dan hadiah lainnya. Tidak jauh berbeda, guru di luar istana pun gajinya tetap melimpah.
Di era Harun Al-Rasyid, gaji tahunan untuk penghafal Al-Qur’an, penuntut ilmu, dan pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Adapun periwayat hadits dan ahli fiqih mendapatkan dua kali lipatnya, yaitu 4.000 dinar. Semakin tinggi keilmuan yang dimiliki, semakin tinggi pula upah yang diberikan. Ulama ahli Al-Qur’an dan hadits paling populer waktu itu Imam Al-Waqidih mendapatkan upah tahunan mencapai 40.000 dinar.
The Historical Standard menyebutkan bahwa kurs 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas murni dan kurs 1 dirham sama dengan 2,975 gram perak murni (Ahamed Kameel, dalam Islamic Gold Dinar). Bayangkan 1 gram emas saat ini adalah 1,1 juta rupiah (Rp1,132,000 per 27 Februari 2024) maka besaran gaji rata-rata pendidik umum di masa Harun Al-Rasyid adalah 9,35 miliar per-tahun. Sedangkan pengajar spesialis hadits dan fiqih adalah 18,7 miliar rupiah per-tahun. Jumlah yang tentunya sangat fantastis.
Melihat jejak sejarah perhatian Daulah Umayyah dan Abbasiyyah yang sangat besar terhadap kesejahteraan para guru di masanya, sehingga wajar jika era tersebut dikatakan sebagai era keemasan (golden age) umat Islam. Tetapi dengan sistem pemerintahan kapitalis sekuleris seperti sekarang ini tidak akan bisa dijumpai gaji guru yang fantastis seperti di jaman kegemilangan Islam. Maka dari itu, belajar dari sejarah, seharusnya kita kembali ke sistem Islam. Sistem yang memuliakan manusia, sistem yang memuliakan guru, dan mensejahterakan guru. Bahkan tidak hanya guru tetapi mensejahterakan seluruh umat. Wallahu a'lam bisshawwab.
Komentar
Posting Komentar