Pajak Naik Bukan Prestasi

🖤Admin MKM

Sistem ekonomi Islam tidak menetapkan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara, meskipun dalam Islam pajak juga ada pengaturannya.


Penulis: Ria Nurvika Ginting, SH, MH 

Dosen dan Aktivis Muslimah


MKM, OPINI_Pada peringatan Hari Pajak Nasional, 14 Juli 2024 yang lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, untuk membangun negara yang sejahtera dan adil diperlukan dukungan penerimaan pajak yang baik. Selain itu, dia menambahkan agar suatu bangsa dan negara dapat mencapai cita-citanya, maka pajak merupakan instrumen yang penting sekaligus menjadi tulang punggungnya. Dalam kesempatan tersebut juga disampaikan oleh Sri Mulyani, bahwa perkembangan penerimaan negara setiap masanya terus membaik dilihat dari pencapaian pajaknya. (liputan6.com, Minggu, 14 Juli 2024) 

Di sisi lain, Kepala Departemen Hukum Bisnis dan Perpajakan Monash Universitas John Bevacqua, mengatakan bahwa penerimaan penting bagi negara berasal dari pajak. Sehingga menurutnya harus ada kepatuhan pajak, agar meningkatkan penerimaan negara tersebut. Selain itu, dengan adanya kepatuhan pajak maka otoritas pajak memiliki wewenang secara tepat dan memadai. Tujuannya adalah ingin memastikan kepada mereka yang tidak sukarela dalam membayar pajak, akan dipaksa untuk patuh bayar pajak. Dia juga menilai bahwa kepatuhan pajak ini menjadi masalah yang dialami setiap negara, dalam meningkatkan penerimaan negaranya, termasuk Indonesia dan Australia. (liputan6.com, Senin 22 April 2024)

Inilah yang menjadi latar belakang kolaborasi di antara kedua negara tersebut. Pada tanggal 22 April 2024 di Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Direktorat jenderal Pajak (DJP) Indonesia dan Kantor Pajak Australia (ATO), menandatangani Nota Kesepahaman untuk pengaturan pertukaran informasi cryptocurrency. Tujuannya untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di salah satu negara. Artinya, otoritas pajak dapat berbagi data dan informasi terkait aset kripto dengan lebih baik, serta bertukar pengetahuan untuk memastikan kepatuhan terhadap pajak. (liputan6.com, Senin 22 April 2024)

Hal ini terjadi karena dalam sistem kapitalis-sekuler yang menjadi pilar ekonominya adalah pungutan pajak. Menurutnya tidak akan ada pembangunan tanpa ada pajak.


Pajak Pilar Ekonomi Kapitalis

Penerimaan dari sektor pajak menjadi sesuatu yang dibanggakan, bahkan menjadi prestas bagi suatu negara. Hal ini merupakan hal yang wajar, sebab, saat ini sistem yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat kita bahkan di seluruh dunia adalah sistem kapitalis-sekuler. Sekulerisme memisahkan agama dari kehidupan. Di atas sistem inilah berdiri sistem ekonomi yang memberikan kebebasan kepada siapa saja yang memilliki modal untuk menguasai apa saja termasuk bidang-bidang strategis, namun tidak menjadi salah satu sumber penerimaan negara. Penerimaan negara yang utama adalah Pajak. 

Pajak merupakan pungutan yang diambil oleh negara dari rakyat. Rakyat menjadi pihak yang terbebani dan ini merupakan bentuk kedzaliman. Hal ini menjadi bukti bahwa negara dalam sistem kapitalis-sekular hanya menjadi regulator bukan peri’ayah umat dan penjamin kesejahteraan rakyat. Mengapa demikian? karena dalam sistem kapitalis-sekuler yang berkuasa adalah si pemilik modal.

Mengutip pernyataan seorang pemikir dan cendekiawan muslim bernama Ibnu Khaldun, yang menyatakan, “Ciri-ciri negara akan hancur adalah banyaknya pungutan dan pajak yang memberatkan rakyatnya.” Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan para pakar ekonomi di atas yang mengatakan pajak menjadi tulang punggung pembangunan dan pencapaian cita-cita bangsa. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang tegak di atas pilar aqidah Islam. Pilar yang sesuai dengan fitrah manusia yang akan memberikan solusi untuk semua permasalahan, termasuk masalah ekonomi.


Sistem Ekonomi Islam

Islam merupakan sistem kehidupan yang sempurna dan paripurna, sistem yang berasal dari Sang Pencipta. Sistem yang berdiri di atas dasar Aqidah Islam. Hanya Sang Khaliq yang berhak untuk membuat hukum. Di atas dasar inilah berdiri aturan-aturan yang mengatur sistem kehidupan manusia termasuk ekonomi. 

Sistem ekonomi Islam tidak menetapkan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara, meskipun dalam Islam pajak juga ada pengaturannya. Sumber penerimaan negara dalam sistem Islam banyak sekali. Sumber penerimaan negara tetap akan ada walaupun tidak ada kebutuhan apa-apa yang merupakan hak kaum muslim. Harta yang termasuk dalam Baitulmal yakni: 1. Fai’ ; 2.Jizyah; 3. Kharaj; 4. ‘Usyur; 5. Harta milik umum yang dilindungi negara; 6. Harta haram pejabat dan pegawai negara; 7. Khumus Rikaz dan tambang; 8. Harta orang yang tidak mempunyai ahli waris; 9. Harta orang murtad.

Pada saat kondisi Baitulmal ini kosong dan tidak mencukupi untuk membiayai besaran belanja, maka dalam kondisi seperti ini khalifah (kepala negara) akan mengambil beberapa kebijakan yang sesuai dengan hukum syara’. Salah satunya dengan cara memungut pajak kepada rakyat.

Namun, pajak yang dipungut tidak diwajibkan kepada semua kaum muslim apalagi non-muslim. Pajak hanya diambil dari kaum muslim yang mampu. Dari kelebihan, setelah dikurangi kebutuhan pokok dan sekundernya yang proposional (ma’ruf) sesuai dengan standar hidup mereka di wilayah tersebut. 

Pajak hanya pungutan insidental yang akan diambil jika Baitulmal dalam kondisi kosong. Apabila Baitulmal telah berfungsi, pajak tidak akan dipungut lagi. Sehingga tidak ada namanya pajak wajib, yang biasanya akan dibayarkan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan per masanya seperti saat ini, pertahun atau perbulan atau setiap melakukan aktivitas yang dilakukan oleh rakyat. Apalagi sampai dikenakan denda karena tidak membayar pajak atau saat membayar pajak tidak tepat waktu. 

Pajak bukan sumber pembangunan negara. Negara dibangun dengan sumber-sumber pendapatan yang sudah jelas. Salah satunya adalah berasal dari kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah yang akan dimiliki oleh negara untuk digunakan manfaatnya sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Berbeda dengan negara seperti saat ini yang memalak rakyat secara tidak langsung dengan kebijakan (beban) pajak kepada semua rakyatnya sebagai solusi permasalahan ekonominya. Sudah saatnya kita kembali pada sistem Islam yang sesuai dengan fitrah manusia.

Wallahu'alam bishawaab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan