Goresan Takdir
![]() |
🖤Admin MKM |
CERPEN
Oleh Nurmaila Sari
Pegiat Literasi
MKM, CERPEN _Langit yang semula cerah perlahan tapi pasti meninggalkan hari. Berganti awan kelabu yang bergerak pasti. Menandakan hari mulai mendung dan sebentar lagi akan turun hujan. Tak ada yang mampu menahan langit cerah agar tetap di sini. Sekeras apapun kita berusaha, langit akan tetap pergi.
"Hidup itu seperti hari, tak ada yang tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Orang-orang cuma tahu nama-nama hari, tapi tak ada yang tahu apa yang akan terjadi," ucap Angga, seolah tahu apa yang tengah aku pikirkan. Entah sejak kapan Angga duduk di bangku yang sama denganku, aku tak menyadari kehadirannya. Sepertinya aku terlalu asik dengan duniaku sendiri.
Namanya Angga, bendahara komunitas pecinta lingkungan yang tengah aku ikuti. Setahuku orangnya tidak banyak bicara dan aku tak pernah berbicara sedekat ini dengannya. Ya, walau aku tahu tak banyak bicara bukan berarti bisu. Aku menoleh kearahnya yang ternyata sedang memandang langit seperti yang aku lakukan tadi.
"Kau menempati tempatku" ucapnya lagi seraya menoleh kepadaku.
"Oh sorry bro," jawabku, tetap berada di tempat dan tak beranjak. Pantas saja dia di sini pikirku.
Hening. Kami sama-sama diam menikmati ketenangan, tenggelam dalam pikiran masing-masing tanpa ada yang mengusik.
"Mang Ujang, hati-hati nanti jatuh!" jeritku pada Mang Ujang, tukang kebun ketua komunitas yang rumahnya kami jadikan basecamp. Aku agak ngeri melihat Mang Ujang berdiri di atas atap rumah berlantai dua ini.
"Siap Den, ini sedikit lagi," jawabnya sambil menjerit seperti yang aku lakukan tadi. Sepertinya ia tengah memperbaiki pemanas air.
"Hati-hati atau tidak, kalau memang sudah ditakdirkan jatuh ya jatuh aja." Angga kembali berucap.
"Iya sih, kalau Allah sudah menakdirkan jatuh pasti terjatuh. Tapi setidaknya kita sudah berusaha yang terbaik, bagaimanapun hasilnya itu bukan urusan kita," timpalku.
"Jika semua sudah ditentukan akhirnya oleh Allah, untuk apa kita berusaha?" jawabnya sambil menoleh serius padaku.
Aku tersenyum. "Kau ga pernah berusaha maksimal ya Angga?" tanyaku padanya, sambil memperhatikan Mang Ujang berjalan di atap dengan santai. Sepertinya ia tak takut terjatuh atau mungkin sudah terbiasa. Entahlah aku tak tahu yang mana.
Angga menghembuskan napas, lalu berucap palan, "Aku selalu berusaha, bro. Tapi tidak maksimal, ya sekedarnya. Karena pertanyaan itu tuh selalu menghantui. So, aku ga pernah semaksimal itu ngelakuin apapun. Menurut aku toh semuanya sudah diatur, untuk apa kita terlalu efort."
"Kau percaya Allah Maha mengatur? Kau percaya akan surga dan neraka?" tanyaku lagi.
Angga tampak bingung, jidatnya berkerut. Kemudian terkekeh dan menjawab pertanyaanku. "Ya jelaslah, aku percaya itu. Kau ini aneh-aneh saja pertanyaannya."
"Jika ada anak kecil datang menempelkan tanggannya yang kotor pada baju yang kau gunakan ini, apa kau akan diam saja? Atau kau berusaha melarang?" ucapku sembari menunjuk kaosnya yang berwarna putih.
"Ya jelas dilarang lah. Masa aku biarkan. Enak saja, susah mencuci baju putihku ini!" sewotnya.
"Kalau anak itu tidak mau, apa kau akan pasrah atau malah berusaha menghindar?" timpalku lagi.
"Ya aku akan kabur lah. Awas saja anak itu, aku jitak nanti kepalanya kalau sampai beneran ada," jawabnya masih sewot.
"Kenapa?" tanyaku santai. "Kenapa kau berusaha segitu keras, bukannya kalau memang ditakdirkan maka kau tidak bisa berbuat apa-apa?" tanyaku lagi.
"Ya bukan begitu, aku menghindar setidaknya untuk meminimalisir terkena kotoran itu." Balas Angga kembali.
"Nah, itu jawabannya. Allah memang Maha mengatur, tapi semuanya itu tergantung hambanya. Di akhirat nanti akan ada balasan surga dan neraka. Kita berusaha mendapatkan surga, dan juga berusaha menghindari yang menjerumuskan kita ke neraka," ucapku tenang pada Angga.
Angga diam mendengarkan. "Kita disuruh berusaha, untuk meminimalisir hal yang buruk terjadi. Namun jika tetap terjadi, maka itu bukan urusan kita. Tentunya hasil dari usaha kita tidak dihitung dalam amal perbuatan kita, itu suka-sukanya Allah. Namanya juga aturan Allah. Yang menjadi perhitungan amal ada pada bagian proses usaha kita tadi, dan inilah yang akan diberi balasan surga atau neraka," lanjutku kembali menjelaskan.
"Woeey woey woey, cerdas sekali. Baru kali ini aku dapat jawaban yang bagus. Thanks, bro," ujarnya heboh dan aku pun tersenyum melihatnya.
"Sudah yuk masuk yang lain sudah ngumpul itu di dalam. Hujan juga sudah mulai turun," ucapku sambil beranjak.
Anggga mengekor dibelakangku. Menuju pintu samping halaman rumah.
"Ehh." Aku kaget karena terpeleset. Hampir saja terjatuh kalau Angga tak bergerak cepat menangkap tanganku.
"Hati-hati, Den!" Mang Ujang mengingatkan, sambil berjalan menenteng perkakas yang digunakannya tadi masuk ke rumah.
"Allah tak mengizinkan kau jatuh, bro." Angga berucap tengil.
Kamipun tertawa bersama.
Komentar
Posting Komentar