Kemiskinan Penyebab Utama Berulangnya Kasus Penjualan Bayi

 

                           ๐Ÿ–คAdmin MKM 


Kehidupan dalam sistem kapitalis sekuler yang serba mahal dan mencekik, telah membuat para ayah tak mampu menopang kehidupan keluarga seorang diri. Maka mau tidak mau ibu pun harus turut ambil peran untuk membantu perekonomian keluarga.


OPINI 


Oleh Isna Anafiah

Aktivis Muslimah


MKM, OPINI_Di dunia ini tidak ada manusia yang baik-baik saja, semua sedang berjuang dengan ujiannya masing-masing. Maka cukuplah jadikan Allah Swt. sebagai penolong. Namun sayangnya, hari ini banyak manusia yang lemah keimanannya dalam menghadapi ujian hidup yang silih berganti.

Dikutip dari halaman berita Kompas.com (14/08/2024), seorang ibu berinial SS (27) di Kota Medan Sumatra Utara ditangkap polisi karena telah menjual bayinya seharga Rp20 juta. Saat Polrestabes Medan melakukan pemeriksaan, pelaku mengatakan alasan menjual bayinya yaitu karena masalah ekonomi.

Dalam kasus ini, Polrestabes Medan mengungkap ada empat pelaku yang terlibat. Keempat pelaku pun kini di jerat dengan UU No.35 tahun 2014 dengan lama hukuman 15 tahun penjara.

Mirisnya, fenomena ibu menjual bayi terus berulang. Bukan kali ini saja kasus ibu menjual bayinya, melainkan sudah terjadi berulang kali. Pada 1/03/2024, ada seorang ibu muda (18) di Kabupaten Labuhan Batu Utara rela menjual bayinya sendiri seharga Rp4 juta. Setelah polisi melakukan pemeriksaan, ibu muda itu terpaksa menjual bayinya agar bisa pulang kampung ke Tapanuli Tengah.

Pada 23/02/2024, hal serupa terjadi pada seorang ibu T (35) di Tambora Jakarta Barat menjual bayinya seharga Rp4 juta karena impitan ekonomi. Setelah polisi melakukan pemeriksaan, pelaku akan menebus bayinya jika sudah mendapatkan pekerjaan dan penghasilan.

Dengan terungkapnya fenomena ibu kandung menjual bayi di tahun ini, sampai berulang dengan alasan masalah ekonomi. Ini menunjukkan matinya naluri keibuan. Seharusnya dalam kondisi sesusah apa pun, seorang ibu tidak menjual bayinya sebagai solusi atas permasalahan hidupnya.

Kehidupan dalam sistem kapitalis sekuler yang serba mahal dan mencekik, telah membuat para ayah tak mampu menopang kehidupan keluarga seorang diri. Maka mau tidak mau ibu pun harus turut ambil peran untuk membantu perekonomian keluarga.

Harga kebutuhan pokok yang terus melangit membuat para ibu menjerit, dan kehidupan pun kian terasa pahit. Ditambah dengan lahirnya seorang anak, tentu kebutuhan juga akan bertambah. Karena tumbuh kembangnya anak juga memerlukan biaya agar bisa tumbuh optimal.

Tidak adanya jaminan kesejahteraan dari negara, membuat orang tua harus menanggung banyak pengeluaran. Terkadang ada ayah yang tak bertanggung jawab kepada kehidupan keluarganya, hingga akhirnya membuat sang ibu harus berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya. 

Dalam sistem kapitalis sekuler, keluarga yang kurang mampu akan terus dalam kekurangannya. Karena bantuan sosial dari negara yang diperuntukkan bagi orang tak mampu, tidak semua keluarga miskin mendapatkannya. Walaupun dapat bantuan sosial yang diberikan pemerintah, jumlahnya tak seberapa serta harus dipotong administrasi dan lain-lain, sehingga kemiskinan terus menyelimuti hidupnya.

Ketika rasa lelah menghampiri, ibu tak lagi mampu menjaga kewarasannya, hingga mengambil jalan pintas dengan cara menjual anak pun dijadikan solusi untuk keluar dari masalah ekonomi yang mengimpit. Mereka tak lagi memikirkan keputusan yang dilakukan baik atau tidak. Ini menunjukkan betapa abainya pemerintah, pemerintah tak mampu menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Akhirnya kemiskinan pun tak kunjung teratasi. 

Itulah kenyataan hidup dalam sistem kapitalis sekuler yang telah menjadikan materi sebagai tujuan. Aturan hidup yang berasal dari Sang Pencipta diabaikan. Bahkan aturan agama hanya dijadikan identitas semata, sedangkan dunia menjadi prioritas.

Beratnya beban hidup telah menghilangkan akal sehat dan kewarasan ibu. Fitrahnya sebagai seorang ibu sudah terkikis, hingga membuatnya rela menukar anak yang dilahirkannya dengan sejumlah uang. Ironis, keimanan tak lagi mampu menjadi benteng untuk bertahan.

Dengan mencermati fakta-fakta tersebut, apa pun alasannya menjual bayi adalah aktivitas perdagangan anak dan merupakan sebuah kejahatan yang dilarang oleh agama dan negara. Bahkan salah satu Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryani, mengungkap jual beli anak merupakan sebuah pelanggaran hak asasi manusia. Ironisnya yang menjadi pelaku kejahatan tersebut adalah ibu yang telah melahirkannya.

Pemerintah sebenarnya sudah berupaya memutus mata rantai jual beli anak dengan menjerat para pelaku menggunakan UU PTTPO No 21/2007 dengan tuntutan hukum maksimal 15 tahun dan jika pelakunya adalah orang tua akan ditambah hukumannya 1/3 dari pidana maksimal. Selain itu, dalam UU PA No.35 tahun 2014 juga berlaku hukuman 15 tahun dan jika pelakunya adalah orang tua, maka masa hukumannya akan ditambah 1/3 dari pidana.

Sayangnya, upaya pemerintah untuk memutus mata rantai jual beli anak belum membuahkan hasil. Terbukti dengan terus berulangnya kasus dan alasan yang sama juga yaitu impitan ekonomi. Seharusnya pemerintah mampu menghetikan praktik jual beli anak dengan membuat kebijakan yang mampu melahirkan solusi terbaik agar kasus serupa tidak terulang lagi.

Kegagalan pemerintah dalam memutus mata rantai jual beli anak karena sanksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan tersebut tidak tegas dan tidak mampu memberikan efek jera, sehingga dengan mudahnya orang melakukan kasus serupa. Faktor utama orang tua terpaksa menjual bayinya karena kemiskinan dan lapangan pekerjaan yang tidak memadai. Seharusnya pemerintah mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup.

Mengingat sumber daya alam Indonesia melimpah. Semestinya SDA yang berlimpah mampu menjadi modal utama untuk menyejahterakan kehidupan rakyat. Karena pemerintah negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis, dampaknya problem ekonomi masyarakat tidak mampu terurai. Kesejahteraan dalam hidup pun hanya akan menjadi sebuah mimpi di siang hari.

Jika pemerintah menerapkan syariat Islam secara sempurna di negeri ini, kesejahteraan dalam hidup tak lagi menjadi sebuah mimpi. Karena Islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap, sehingga semua permasalahan hidup bisa terselesaikan termasuk kesejahteraan ibu dan anak.

Sistem ekonomi Islam mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya termasuk ibu dan anak-anaknya. Kesejahteraan dalam pandangan Islam tidak hanya sebatas materi, namun juga dinilai dari non-materi. Kebutuhan non-materi tersebut mencakup kebutuhan spiritual, terjaganya nilai-nilai moral, terwujudnya keharmonisan sosial.

Masyarakat dapat dikatakan sudah sejahtera jika dua faktor tersebut terpenuhi. Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, negara akan melakukan berbagai mekanisme untuk memastikan setiap individu rakyat kebutuhannya terpenuhi. Baik itu pangan, sandang, dan papan. Bahkan negara pun memberikan kebutuhan pokok dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan bagi ayah, laki-laki yang sudah balig dan berakal sehat dengan upah yang layak, untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya.

Allah Swt. berfirman:

ูˆุนู„ู‰ ุงู„ู…ูˆู„ูˆุฏ ู„ู‡ ุฑุฒู‚ู‡ู† ูˆูƒุณูˆุชู‡ู† 

ุจุงู„ู…ุนุฑูˆู 

"Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf." (QS. Al-Baqarah: 233)

Jika kepala keluarga tidak mampu lagi memberikan nafkah untuk keluarganya karena sakit, cacat atau sudah tua, atau kepala keluarga meninggal dunia, maka kewajiban memberikan nafkah keluarga berpindah pada ahli warisnya sesuai perwalian.

Allah Swt berfirman:

ูˆุนู„ู‰ ุงู„ูˆุงุฑุซ ู…ุซู„ ุฐู„ูƒ

"Dan warisan pun berkewajiban demikian." (QS. Al-Baqarah: 233)

Dengan demikian ketika kepala keluarga meninggal dunia, seorang istri tidak harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya. Anak-anaknya akan menjadi tanggungan wali dari kerabat suaminya. Sedangkan istri kembali menjadi tanggung jawab ayah atau walinya yang lain.

Jika kepala keluarga dan kerabat tidak ada atau ada, namun tidak mampu memberikan nafkah untuk keluarga, maka negara akan menafkahi keluarga yang miskin melalui kas negara (Baitulmal), sehingga kebutuhan ibu dan anak tetap terpenuhi. 

Islam memiliki sistem pendidikan yang mampu membentuk kepribadian Islam. Pendidikan di dalam Islam diberikan secara gratis untuk semua lapisan masyarakat. Kurikulum yang digunakan adalah berasaskan akidah Islam, sehingga mampu membentuk kepribadian Islam dan mampu membentuk generasi yang tangguh dan berkualitas.

Dengan seperti itu, setiap individu di masyarakat menjadi bertakwa. Mereka senantiasa mengaitkan perbuatannya dengan syariat Islam. Mereka tumbuh menjadi manusia yang bertakwa, bermental baja, dan tangguh sehingga mampu menjalani kehidupan.

Selain itu, negara juga membuat mekanisme untuk mengontrol tayangan-tayangan yang ada di platform media. Untuk menjaga ketaatan dan keimanan masyarakat serta mencerdaskan umat. Konten-konten yang tidak bermanfaat dan tidak mengedukasi umat seperti konten mengumbar aurat, pornografi, situs judi online, situs yang tidak berfaedah akan dilarang tayang.

Dalam sistem Islam pun terdapat sanksi yang tegas dan mampu memberikan efek jera bagi yang melanggar aturan Islam. Seperti ayah dan laki-laki balig, berakal sehat, mampu bekerja namun bermalas-malasan tidak mau bekerja, negara akan memberikan sanksi takzir dan negara juga akan memberikan sanksi kepada kepala keluarga yang tidak memberikan nafkah dengan baik.

Sanksinya akan diputuskan oleh qadi (hakim). Termasuk kejahatan memperdagangkan manusia pelakunya akan diberikan sanksi yang tegas dan mampu memberikan efek jera, sehingga kasus serupa tidak terulang lagi.

Rasulullah saw. bersabda,

"Imam atau khalifah adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)

Begitulah cara Islam mengatur dan mengurus rakyat, hingga mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya termasuk ibu dan anak-anaknya. Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan