Pendidikan Sekuler, Masihkah Perlu Dipertahankan?
![]() |
🖤Admin MKM |
Halal haram tak lagi menjadi acuan dalam aktivitasnya, semua diterjang asal itu bermanfaat bagi dirinya. Negara sebagai pengurus rakyat juga tidak mengambil peran, sebagaimana sumpah jabatan yang diucapkannya. Semua diukur dengan cuan, cuan, dan cuan.
OPINI
Oleh Arda Sya'roni
Pegiat Literasi
MKM, OPINI_Potret buruk pendidikan di Indonesia kembali terjadi, di mana seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) meninggal bunuh diri di kamar indekosnya di Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman pada Senin (12-8-2024) kemarin. Mahasiswi ini berasal dari jurusan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Berita ini pun telah dibenarkan oleh pihak UGM (kumparan news, 13-8-2024). Di hari yang sama di tempat lain (12-8-2024), mahasiswa PPDS Anestesi Fakultas Kedokteran Undip (Universitas Diponegoro) Semarang, juga ditemukan tewas di kamar kosnya dengan menyuntikkan obat bius jenis Roculax ke dalam tubuhnya. (radar Semarang.id, 15-8-2024)
Tak hanya dua kasus bunuh diri ini saja yang terjadi, ada juga seorang mahasiswa baru IPB yang ditemukan tewas tergantung di kamar mandi sebuah penginapan di dekat area kampus IPB (Republika.co.id, 9-8-2024). Ini hanyalah segelintir kasus yang mewarnai dunia pendidikan belakangan ini. Sebelumnya, telah ditemukan banyak kasus serupa yang menimpa mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Melansir dari Republika.co.id, Jumat (9-8-2024), ada sekitar 5 mahasiswa IPB sejak 2015 yang melakukan bunuh diri. Sedang dilansir dari Radar Semarang (Jawa Pos Group) Sabtu (17-8-2024), telah banyak ditemukan kasus bunuh diri mahasiswa.
Potret buruk pendidikan ini menandakan bahwa kondisi pendidikan di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Tak hanya soal mahalnya biaya pendidikan yang menjadi pemicu, tetapi juga permasalahan lain yang menyertai, mulai dari persoalan asmara, depresi, utang, pinjol, judol, perundungan hingga tekanan dalam proses studi. Cara untuk menghabisi nyawanya juga bermacam-macam, ada yang menyuntikkan obat bius, gantung diri, hingga terjun dari gedung. Ada apa dengan pendidikan di Indonesia?
Ulama besar Imam Syafi'i pernah berkata, “Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan.” Hal ini menunjukkan bahwa belajar sangatlah penting karena menanggung kebodohan jauh lebih menyakitkan daripada menanggung beratnya komitmen belajar. Sayangnya, perkataan Imam Syafi'i yang begitu berharga diabaikan saat ini. Karut-marut dunia pendidikan saat ini makin jelas, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi menorehkan beragam catatan kelam. Pendidikan saat ini tidaklah menghasilkan bibit unggul yang tangguh dan berpikiran cemerlang, justru melahirkan pemuda pemudi yang lemah dalam hal apa pun sehingga wajar bila bunuh diri dijadikan solusi bagi para mahasiswa ini.
Potret Pendidikan Sekuler
Pendidikan di Indonesia yang dibangun atas dasar sekularisme kapitalisme, takkan pernah bisa mencetak generasi yang gemilang. Bagaimana mungkin impian mencetak generasi emas sebagaimana slogan kemerdekaan, "Nusantara Baru, Indonesia Maju'' bisa terwujud bila berlandaskan pada sekularisme yang menjauhkan ajaran agama dari kehidupan, serta didukung oleh kapitalisme yang mengukur segala sesuatu dengan manfaat dan uang. Indonesia maju hanya angan-angan semata karena kemajuan hanya akan diperoleh bila bangsa tersebut telah bangkit dan kebangkitan hanya bisa diraih dengan adanya perasaan, pemikiran, dan aturan yang satu dari masyarakat. Sifat sekularisme yang menjauhkan agama dalam kehidupan hanya akan mewujudkan lahirnya manusia-manusia yang mendewakan hawa nafsu semata.
Tak hanya itu, kapitalisme yang diusung juga makin membuka jalan bagi dunia pendidikan untuk menjauhkan agama dalam pengajaran. Tak peduli sistem pengajaran yang diterapkan itu berdampak buruk bagi generasi ataupun keluar dari koridor aturan syariat, yang penting meraup banyak cuan. Pantaslah bila kemudian lahir generasi yang lemah, mudah putus asa, pasif, dan tak mampu berpikir solutif sehingga menjadikan bunuh diri sebagai solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Padahal dalam Islam bunuh diri haram hukumnya. Hal ini termaktub dalam QS. An-Nisa ayat 29-30, “... Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. ”
Pendidikan dalam Islam
Wajar bila generasi yang bimbang dan labil terlahir dari sistem pendidikan sekuler ini. Bahkan, banyak mahasiswa yang masih belum bisa menentukan arah, ke mana kaki akan melangkah ketika gelar sarjana telah diraih. Belum lagi perundungan yang juga tak pernah bisa dihapus total. Sikap senioritas ataupun strata sosial kerap mendominasi pergaulan bahkan di level universitas pun masih kerap terjadi. Hal ini karena agama dijauhkan dari kehidupan sehingga setiap individu tidak menyadari apakah tindakannya itu berdosa di mata Allah atau tidak. Halal haram tak lagi menjadi acuan dalam aktivitasnya, semua diterjang asal itu bermanfaat bagi dirinya. Negara sebagai pengurus rakyat juga tidak mengambil peran, sebagaimana sumpah jabatan yang diucapkannya. Semua diukur dengan cuan, cuan, dan cuan.
Hal demikian tak akan ditemui bila Islam diterapkan secara kafah. Pendidikan Islam akan menekankan akidah sebagai landasan utamanya. Semua aktivitas didasarkan atas hukum syarak. Negara juga hadir dalam menjaga dunia pendidikan agar berjalan di atas akidah Islam. Kontrol masyarakat pun turut andil menjaga setiap individu berjalan di atas rel hukum syarak. Dengan demikiaan, hal-hal yang menjadi penyebab depresi dan tindakan bunuh diri, yaitu pergaulan bebas, judol, pinjol, perundingan, jelas takkan pernah terjadi karena negara menutup segala pintu maksiat tersebut. Pemahaman akan akidah pun telah ditanamkan sejak usia dini sehingga terbentuklah individu yang tangguh, kuat mental, tak mudah putus asa, cerdas, dan solutif.
Kegemilangan dunia pendidikan dalam Islam ini terbukti ketika Islam berjaya di masa kekhilafahan. Pada saat itu banyak terlahir ilmuwan dan cendekiawan muslim. Tokoh muslim yang tangguh tak terkalahkan hingga mampu berpikir di luar nalar, banyak bermunculan bahkan di usia yang masih belia. Sebut saja Muhammad al-Fatih, Khalid bin Walid, Sa'ad bin Abi Waqash, Zubair bin Awwam, dan masih banyak lagi.
Bila melihat fakta pendidikan di era kekhilafahan dan saat ini jelas tampak perbedaannya. Lantas, akankah kita mempertahankan sistem pendidikan sekuler yang secara nyata merusak, ataukah kita perlu segera beralih ke sistem Islam?
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar