Selamatkan Generasi dari Liberalisasi Perilaku
Alih-alih memberikan layanan kesehatan reproduksi bagi anak usia sekolah dan remaja, UU ini justru memberikan “lampu hijau” pergaulan bebas di kalangan remaja. Kebijakan ini berpotensi salah dalam memahami dan disalahgunakan karena akan mengarahkan pada dugaan, bahwa pemerintah memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan dengan pemberian alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja. Hal ini sama saja dengan pelegalan zina.
OPINI
Oleh Yani Ummu Qutuz
Pegiat literasi
MKM, OPINI_Miris, menyaksikan perilaku remaja saat ini. Mereka makin terjerembab dalam kebebasan berperilaku. Campur baur, pacaran, seks bebas tidak lagi menjadi hal yang tabu dalam keseharian mereka. Rasa malu seolah sudah hilang dari kamus hidup mereka. Tak terbayang mau jadi apa mereka nanti, apalagi ketika pemerintah membuat aturan menyediakan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Dikutip dari laman detiknews.com (6-8-2024), Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17/2023, tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
Dalam pasal 103 menyebut soal upaya kesehatan sistem reproduksi anak usia sekolah dan remaja diwajibkan mendapat edukasi kesehatan reproduksi mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi.
Selain itu, anak usia sekolah dan remaja juga diminta mendapat edukasi mengenai perilaku seksual berisiko beserta akibatnya. Tidak hanya itu, anak dinilai penting untuk mengetahui Keluarga Berencana sampai kemampuan melindungi diri dari tindakan hubungan seksual atau mampu menolak ajakan tersebut (ayat 2)
Adapun pelayanan kontrasepsi tercantum dalam pasal 103 ayat 4 yaitu, deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Kebijakan ini menuai berbagai kontroversi. Salah satunya datang dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih, mengecam terbitnya PP yang memfasilitasi alat kontrasepsi bagi pelajar. Dia menyayangkan terbitnya beleid yang salah satunya mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja usia sekolah. Menurutnya kebijakan ini tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasas budi pekerti yang luhur dan menjunjung tinggi norma agama. Penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah ini sama saja dengan membolehkan seks bebas.(Media Indonesia.com, 4-8-2024)
Alih-alih memberikan layanan kesehatan reproduksi bagi anak usia sekolah dan remaja, UU ini justru memberikan “lampu hijau” pergaulan bebas di kalangan remaja. Kebijakan ini berpotensi salah dalam memahami dan disalahgunakan karena akan mengarahkan pada dugaan, bahwa pemerintah memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan dengan pemberian alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja. Hal ini sama saja dengan pelegalan zina.
Zina itu adalah perilaku keji dan merupakan dosa besar, sama seperti dosa syirik dan pembunuhan, bahkan mendekati zina saja haram. Allah Swt. berfirman, “Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu tindakan keji dan jalan yang amat buruk.” (QS. Al Isra: 32)
Selain itu, zina juga bisa mengundang azab bagi masyarakat. Rasullullah saw. bersabda, “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka azab Allah.” (HR. Al-Hakim, al-Baihaqi, ath-Thabrani). Sungguh mengerikan bukan?
Ide kebebasan yang lahir dari rahim demokrasi merupakan racun yang sengaja ditebar oleh Barat, untuk menghancurkan Islam. Karakter kemuliaan umat Islam mereka bunuh dengan paham kebebasan, sehingga umat tidak mau lagi terikat dengan syariat. Mereka mencabik-cabik syariat dengan paham sekularisme yang mengamputasi peran agama dari kehidupan. Agama hanya boleh dibicarakan di masjid, gereja, pura, dan sebagainya.
Amanat yang terkandung dalam PP Nomor 28/2024, sejalan dengan liberalisasi yang dikehendaki oleh Barat. UU ini harus ditolak, karena akan memperparah kerusakan perilaku dan membahayakan masyarakat serta peradaban manusia. Sistem pendidikan sekuler yang ada pun melahirkan generasi yang minus bahkan nir akhlak, kepribadiannya labil, galau, bimbang, dan mendewakan materi serta kepuasan hawa nafsu.
Tak ketinggalan, media massa ikut menjadi penyumbang besar dalam liberalisasi remaja. Konten pornografi dan pornoaksi berseliweran di media sosial, siapa pun bisa mengaksesnya dengan mudah. Namun, pemerintah seolah tak peduli dengan kondisi kerusakan remaja saat ini. Meskipun pemerintah berwacana untuk menutup salah satu platform medsos karena tayangan tak bermoralnya, namun platform medsos yang lain masih ada dan bebas menayangkan konten-konten unfaedah yang merusak.
Menuju Indonesia Emas 2045 sepertinya hanya wacana. Bagaimana mungkin bisa menjadi negara maju dengan peradaban tinggi, jika perilaku generasi mudanya hanyut dalam arus liberalisasi. Sikap individualistis masyarakat juga berkontribusi terhadap kebebasan remaja. Mereka cenderung cuek dan tidak mau menasehati jika ada yang berduaan bukan mahram, berpacaran, bercampur baur pria wanita. Mereka berpikir yang penting bukan anak saya. Tidak adanya amar makruf nahi munkar menjadi penyebab kebebasan terus meluas.
Berbeda dengan masyarakat Islam, individu-individu di dalamnya adalah individu yang bertakwa kepada Allah, yang senantiasa menyandarkan perbuatannya berdasarkan perintah dan larangan Allah. Rasa takutnya kepada Allah inilah yang akan menghindarkan dari perbuatan maksiat. Begitu pula kepedulian mereka satu sama lain begitu tinggi. Jika ada saudaranya yang melakukan maksiat maka tak segan untuk mengingatkan. Budaya amar makruf nahi munkar senantiasa hadir dalam keseharian mereka.
Di samping itu, negara akan menerapkan aturan Islam yaitu kehidupan pria dan wanita terpisah. Wanita hidup dengan para wanita dan mahramnya. Inilah pencegahan sejak awal, sehingga tidak akan terjadi ikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan perempuan, apalagi khalwat (berduaan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram). Hal ini merupakan upaya preventif untuk menghindari rangsangan-rangsangan.
Negara akan memblokir tayangan yang berbau pornografi dan pornoaksi di berbagai platform media sosial, dan memberikan sanksi tegas bagi yang melanggar.
Ada pengaturan hubungan pria dan wanita di ranah publik. Wanita wajib menutup aurat sempurna yaitu, mengenakan jilbab (sejenis gamis longgar) dan kerudung jika hendak ke luar rumah. Begitu juga pria harus menundukkan pandangan (ghozul bashar) jika di tempat umum. Ketika akan safar lebih dari sehari semalam, maka wanita harus disertai mahram.
Aturan ini tentu hanya bisa diterapkan oleh institusi negara yang bernama Khilafah. Sistem Khilafah akan melahirkan generasi cemerlang yang bertakwa, sehingga mampu menjadi agen perubahan, karena di tangan merekalah estafet perjuangan dimulai. Dalam sistem Khilafah terwujud ketakwaan individu, masyarakat yang gemar amar makruf nahi munkar, dan negara sebagai pelindung.
Telah nyata kerusakan penerapan sekularisme liberalisme dalam kehidupan. Selama sistem ini masih bercokol di negeri ini, maka kehancuran generasi tinggal menunggu waktu. Umat harus menyadari bahaya ini, tak lain dengan cara memperkokoh keimanan dan menjadikan Islam sebagai solusi masalah kehidupan. Tentunya, ketika Islam belum diterapkan, maka menjadi kewajiban bagi kita untuk memperjuangkannya. Sudahkah anda berkontribusi dalam perjuangan Islam?
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar