Benarkah Konsumsi Air Galon Penyebab Kemiskinan?
![]() |
🖤Admin MKM |
Masalah air merupakan kebutuhan vital bagi semua makhluk hidup. Oleh sebab itu, syariat Islam menempatkan adab memanfaatkan air sebagai sesuatu yang tinggi tidak boleh dimiliki oleh individu, apalagi swasta, asing, dan aseng.
OPINI
Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Ideologis Bela Islam Akademi Menulis Kreatif
Muslimahkaffahmedia.eu.org-Krisis air bersih melanda negeri ini. Meskipun sudah menggali sumur hingga belasan meter, tetap kesulitan mendapatkan air. Inilah yang dirasakan warga Jember, Jawa Timur di delapan desa yang tersebar di enam kecamatan. Hampir semua daerah di Indonesia mengalami kekeringan dan kesulitan mendapatkan air bersih, ini merupakan fenomena yang sudah lama terjadi. Akibatnya, memaksa masyarakat mengonsumsi air galon atau air kemasan. Ironisnya, menjadikan salah satu faktor penyebab warga kelas menengah jatuh miskin, benarkah?
Dikutip dari CNBCIndonesia.com, 31/8/2024, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2018 jumlah kelas menengah di Indonesia ada 57,33 juta orang. Pada 2024 jumlahnya menjadi 47,85 juta orang. Karena yang 9,48 juta warga kelas menengah turun kelas menjadi miskin. Otomatis angka kelompok miskin bertambah yang semula 54,97 juta pada 2019 menjadi 67,69 juta orang pada 2024. Artinya, banyak golongan kelas menengah yang turun menjadi kelas miskin.
Dalam hal ini, mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menyoroti turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia. Menurutnya, penyebabnya bukan Covid-19 tetapi variatif, yaitu banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), tingkat suku bunga tinggi, nilai tukar melemah, harga-harga mahal, dan kebiasaan sehari-hari terhadap kebutuhan air kemasan seperti, air galon. Tanpa disadari air galon ini menggerus income yang cukup lumayan. Sementara di negara maju, warga kelas menengah terbiasa minum air yang disediakan pemerintah di tempat-tempat umum sehingga tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli minum, ungkapnya.
Krisis Air Bersih
Jika dicermati sungguh pernyataan Bambang tidak masuk di akal. Menyalahkan masyarakat karena kebiasaan mengonsumsi air kemasan (air galon), sehingga menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan sampai-sampai kelas menengah terjun menjadi kelas miskin. Sejatinya, tudingan Bambang hanya sebagai dalih untuk mencari kambing hitam atas ketidakmampuan dan kegagalan pemerintah Jokowi dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Padahal, faktanya terjadi krisis air bersih di negeri ini dan pemerintah tidak bisa menyediakan air minum di tempat-tempat umum seperti di negara maju sebagaimana yang disebutkan Bambang. Hal ini membuktikan kegagalan negara dikarenakan beberapa faktor, di antaranya:
Pertama, pemerintah menganut sistem kapitalis yang notabene hanya sebagai regulator, yakni membuat Undang-Undang yang memihak pada pemilik modal. Seperti, UU Minerba, UU Investasi, Omnibus Law Ciptaker, dan lainnya yang merupakan pintu masuk penjajahan dan penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) oleh swasta, asing, dan aseng. Penjajahan dalam kedok investasi inilah penyebab deforestasi (penggundulan hutan) untuk pembangunan, pertambangan, infrastruktur yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan degradasi lahan. Mulai dari penyerapan air hujan, pengisapan air tanah, juga memengaruhi musim kemarau lebih panjang.
Deforestasi terus terjadi terutama di provinsi yang kaya hutan dan angkanya cukup signifikan. Menurut Jack Westoby, dalam Introduction to World Forestry, "Nilai hutan sesungguhnya bukan pada kayu melainkan air." Wajar, jika deforestasi (penggundulan hutan) menyebabkan krisis air bersih.
Kedua, akibat salah kelola. Contohnya, penggunaan lahan yang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air. Pembangunan gedung-gedung dan infrastruktur di kota-kota yang tidak memperhatikan tata ruang dan lahan sehingga mengganggu proses penyerapan air hujan ke dalam tanah. Akibatnya, pada musim penghujan terjadi banjir dan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan krisis air bersih.
Ketiga, eksploitasi air tanah yang berlebihan. Dilakukan oleh gedung-gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, dan lainnya. Sehingga menyebabkan sumur-sumur atau sumber air di sekitarnya mengering.
Keempat, adanya kapitalisasi sumber daya air yang pengelolaannya diserahkan pada swasta atau perusahaan untuk memproduksi air dalam bentuk kemasan atau galon. Sementara rakyat kekurangan air bersih, ini sama artinya rakyat didorong untuk membeli air galon.
Tentu hal ini akan menambah biaya pengeluaran dan menjadikan warga kelas menengah turun kelas menjadi miskin. Sama artinya, pemerintahlah yang memiskinkan rakyatnya secara sistemis. Masihkah kita berharap pada pemerintah yang kecenderungannya memihak pada pemilik modal dan oligarki?
Islam Solusi Krisis Air Bersih
Harusnya masyarakat menyadari dan memahami bahwa sistem kapitalis inilah penghancur tatanan kehidupan di semua bidang yang menyebabkan kesengsaraan dan kemiskinan. Sebab, sistem ini menafikan peran agama, menihilkan haram dan halal. Kebebasan sebagai pilarnya, di antaranya kebebasan berkepemilikan. Hal inilah yang menjadikan mereka tamak dan rakus akan materi, tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan kehidupan. Bagi mereka materi adalah segalanya.
Berbeda dengan Islam yang berasaskan akidah Islam yang mengatur semua sendi kehidupan termasuk masalah air. Aturan yang bersumber dari Zat Yang Maha Adil tentu memberikan keadilan dan kemaslahatan bagi hamba-Nya.
Masalah air merupakan kebutuhan vital bagi semua makhluk hidup. Oleh sebab itu, syariat Islam menempatkan adab memanfaatkan air sebagai sesuatu yang tinggi tidak boleh dimiliki oleh individu, apalagi swasta, asing, dan aseng.
Sebab, air termasuk harta milik umum sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah saw. bersabda, "Jangan menghalangi air yang berlebih."
Hadis ini oleh ahli fikih dijadikan dasar hukum bahwa pemilik sumber air lebih berhak pada air yang ada di lahannya hingga mencukupi kebutuhannya. Kemudian kelebihannya menjadi milik umum. Artinya, air dalam Islam tidak bisa dimiliki sepenuhnya secara pribadi. Sebab, air sumber kehidupan milik umum. Karena itu, Ustman bin Afwan sahabat Rasulullah yang terkenal kaya raya membeli sebuah sumur dan mewakafkannya. Bukan seperti sistem kapitalis sumber air dikuasai untuk dikapitalisasi di saat umat membutuhkannya.
Dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersabda, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Hadis tersebut sangat gamblang bahwa api (barang tambang, dll.), rumput (hutan, dll.), dan air termasuk milik umum, karena itu Islam mewajibkan negara (Khilafah) mengelolanya dan hasilnya untuk kemaslahatan umat baik muslim maupun nonmuslim.
Karena air merupakan zat yang bisa habis, syariat juga mengaturnya melarang konversi hutan yang tidak sesuai dengan potensi dan pengelolaan lahan yang kurang tepat. Melarang penelantaran tanah, mendorong reboisasi (penanaman kembali), hingga larangan pencemaran air, serta boros dalam penggunaannya.
Tidak hanya itu, Khilafah senantiasa mendorong inovasi pengadaan dan pengelolaan air agar tidak terjadi krisis air bersih. Dengan demikian, umat tidak mengalami krisis air bersih dan tidak lagi mengonsumsi air galon.
Alhasil melalui pengaturan yang berdasarkan syariat Islam secara kafah tidak hanya menyelesaikan permasalahan krisis air, tetapi juga krisis-krisis kehidupan lainnya.
Wallahualam bissawwab.
Komentar
Posting Komentar