Krisis Air Bersih Melanda, Akibat Abainya Negara OPINI

🖤Admin MKM

Jika kita cermati, kekeringan merupakan bagian dari fenomena alam. Tetapi, seharusnya negara memiliki langkah antisipasi atau mitigasi untuk menghadapi. Apalagi kekeringan bukan hanya terjadi pada tahun ini saja. Dampak yang akan terjadi seharusnya bisa diperhitungkan oleh pihak sekelas negara. Lantas, di mana peran negara dalam pengurusannya terkait kebutuhan air yang merupakan kebutuhan primer rakyat?

OPINI

Oleh Khaulah

Aktivis Dakwah


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Air menjadi persoalan yang akan tetap hangat diperbincangkan di tataran dunia. Bagaimana tidak, kendati menjadi kebutuhan primer, rakyat justru kekurangan dalam pemenuhannya. Berdasarkan laporan PBB, pada tahun 2022, terdapat 2,2 miliar orang di dunia tidak memiliki akses terhadap air minum yang dikelola secara aman. Sementara itu, 3,6 miliar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang dikelola secara aman. Hal ini tentu amat memprihatinkan.


Kekurangan air bersih bisa disebabkan kekeringan atau karena air yang kurang berkualitas.Terkait kekeringan, rakyat kemudian dipaksa mencari alternatif lain yakni dengan mengonsumsi air galon. Justru dari sinilah permasalahan lain kemudian muncul seperti bertambahnya pengeluaran. Hal ini menjadikan rakyat kelompok menengah menjadi ke kelompok miskin.


Dilansir dari cnbcindonesia.com (31/8/ 2024), hampir 10 juta warga kelas menengah di negeri ini jatuh miskin. Ekonom senior yang merupakan mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia tidak hanya terjadi karena pandemi Covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Akan tetapi juga akibat kebiasaan sehari-hari terkait kebutuhan terhadap air kemasan, seperti galon.


Bambang menekankan, kebiasaan mengonsumsi air dalam kemasan tidak terjadi di semua negara. Di negara maju misalnya, warga kelas menengah terbiasa menenggak air minum yang disediakan pemerintah di tempat-tempat umum. Dengan adanya fasilitas air minum massal itu, masyarakat negara maju tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli air minum.


Menyikapi pernyataan ini, Ekonom senior dari Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan justru mengungkap fakta sekaligus validasi. Bahwa pemerintahan Jokowi selain telah gagal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah, tetapi juga telah gagal dalam penyediaan air siap minum di tempat-tempat umum.


Menurutnya, masyarakat hanya bisa mengonsumsi air siap minum dari keran-keran di tempat umum, itupun kalau pemerintah mampu menyediakan fasilitas tersebut. Namun fakta berbicara sebaliknya, sehingga rakyat tidak punya pilihan lain, selain membeli air galon. Ini jelas-jelas menunjukkan ketidakpedulian negara dalam memenuhi kebutuhan air bagi rakyat.


Rakyat kekurangan air bersih seperti yang terjadi saat ini, sejatinya disebabkan banyak faktor. Di antaranya karena kekeringan atau karena air yang kurang berkualitas. Kekeringan memaksa mereka mengonsumsi air galon, yang berdampak pada bertambahnya pengeluaran, dan menjadikan kelompok menengah menjadi miskin.


Jika kita cermati, kekeringan merupakan bagian dari fenomena alam. Tetapi, seharusnya negara memiliki langkah antisipasi atau mitigasi untuk menghadapi. Apalagi kekeringan bukan hanya terjadi pada tahun ini saja. Dampak yang akan terjadi seharusnya bisa diperhitungkan oleh pihak sekelas negara. Lantas, di mana peran negara dalam pengurusannya terkait kebutuhan air yang merupakan kebutuhan primer rakyat?


Hal yang terjadi hari ini, banyak mata air besar justru dikuasai oleh perusahaan, dikemas lalu dijual. Karena air dalam kehidupan dipandang sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Inilah bentuk kapitalisasi sumber daya air. Rakyat mesti merogoh kocek untuk sebuah produk yang sejatinya dikeruk dari kekayaan alam mereka. Ditambah lagi, air kemasan memiliki peluang bisnis yang tidak pernah mati, maka tumbuh suburlah perusahaan air kemasan di negeri ini.


Menurut data dari Asosiasi Industri Air Minum dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN), konsumsi air minum dalam kemasan di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 10% setiap tahunnya. Ini tentu menjadi paket komplit bagi pengusaha pemburu cuan di tengah abainya negara dalam memenuhi kebutuhan air rakyat.


Islam menetapkan air yang merupakan kebutuhan primer menjadi tanggung jawab negara, dan diberikan dengan harga murah atau bahkan gratis. Dalam sabdanya Rasulullah saw. menyebutkan bahwa air adalah harta milik umum. "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad)


Karena merupakan harta milik umum, air (salah satunya) adalah milik bersama dan tidak boleh dimiliki dan dikuasai oleh seseorang. Negara wajib mengatur dengan seksama agar air yang tersedia adalah air yang layak untuk memenuhi kebutuhan manusia bahkan layak dikonsumsi. Negara mendorong adanya inovasi pengelolaan air agar layak dan aman dikonsumsi, bisa dengan mengerahkan para ahli di bidangnya untuk hal ini.


Selain itu, negara juga akan mengatur perusahaan yang mengemas air agar keberadaannya tidak membuat rakyat susah mendapatkan haknya, karena air adalah milik umum. Perusahaan yang ada bukan semata demi profit pribadi, tetapi membantu negara dalam pengelolaan air tersebut agar bisa memenuhi kebutuhan pokok rakyat.


Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan