Tarif Pajak Naik, Rakyat Kian Tercekik

 

🖤 Admin MKM 

Sayangnya, mulai tahun depan rumah milik pribadi yang dibangun untuk melindungi dirinya sendiri kena tarif pajak.

OPINI 

Oleh Rati Suharjo

Pegiat Literasi


Muslimahkaffahmedia-"Rumahku adalah Surgaku"


Istilah di atas mengibaratkan "Rumah Idaman" yang berarti tempat tinggal paling nyaman bagi manusia. Di sana ada tempat untuk melepaskan lelah dan tempat berlindung dari kepanasan dan kehujanan. Maka, rumah adalah kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Banyak di sekeliling kita yang belum mempunyai rumah, bahkan mereka rela membayar KPR (Kredit Pemilikan Rumah) atau mengontrak demi mendapat perlindungan. Sayangnya, mulai tahun depan rumah milik pribadi yang dibangun untuk melindungi dirinya sendiri kena tarif pajak.


Dikutip dari (Tirto.id.com, 13/9/2024) bahwa, pemerintah mulai Januari 2025 akan menaikkan tarif pajak sebanyak 2,4% untuk pembangunan rumah pribadi. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Jadi, Undang-Undang HPP ini tidak hanya mengatur kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen saja, tetapi termasuk pajak pembangunan rumah pribadi pada tahun 2025. 


Kebijakan ini jelas menambah kesengsaraan rakyat. Pasalnya, untuk rakyat kelas menengah ke bawah kondisi perekonomiannya saat ini sedang tidak baik-baik saja. Jangankan untuk membangun rumah sendiri, untuk memiliki rumah pribadi pun butuh perjuangan yang luar biasa. Terbukti banyak masyarakat yang tidak memilik rumah atau tuna wisma, dan banyak yang tersangkut dengan KPR (Kredit Pemilik Rumah).


Kenyataan di atas jelas membutuhkan solusi agar rakyat di negeri ini hidup sejahtera. Sayangnya penerapan kapitalisme sekularisme menggerus kedudukan negara yang seharusnya menjadi raain atau pelayan rakyat, justru terbalik rakyat menjadi pelayan negara.


Hingga saat ini hampir di semua lini masyarakat terkena pajak, baik itu barang maupun jasa. Kenapa demikian? Karena pajak adalah sumber utama pendapatan negara selain utang. Jika dihitung persentase, 80 persen pendapatan negara adalah pajak. Sungguh miris menghadapi kehidupan di negara yang menerapkan kapitalisme sekularime, rakyat dijadikan tulang punggung negara akibat keserakahan demokrasi.


Demokrasi melahirkan berbagai kebebasan. Salah satunya adalah kebebasan kepemilikan. Dengan kebijakan ini, setiap individu diberi kebebasan untuk memiliki . Tidak memandang apakah yang dimiliki tersebut harta milik rakyat, atau milik negara. Hal ini terlihat bahwa sumber daya alam yang seharusnya milik rakyat telah diswastanisasi. Seperti batu bara, minyak, emas, hutan, laut, dan lainnya. 


 Menurut Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ), Salamudin Daeng Indonesia adalah Indonesia adalah negara yang kekayaanya melimpah ruah. Hal ini terbukti bahwa negeri yang "gemah ripah loh jinawi" ini mendapat peringkat ke-6 dalam cadangan emas, produksi tembaga, produksi bauksit, penghasil timah terbesar setelah Cina dan produksi nikel terbesar di dunia.


Selain itu, tambang Grasberg Papua menyatakan bahwa Indonesia memiliki tambang emas dan tembaga terbesar di dunia. Sedangkan, eksportir gas alam cair menduduki peringkat terbesar setelah Qatar dan Malaysia. Begitu pula dengan produksi batubara negeri ini mendapat urutan ke-2 setelah Australia.


Masih ada lagi. Indonesia juga memroduksi CPO, produsen karet dan kopi yang berada di peringkat ke-1, peringkat ke-3 untuk produksi kakao, dan urutan 9 sebagai pengekspor pulp, dan negara dengan kekayaan hayati dan biodiversity terbesar di dunia.


Namun dari kekayaan alam tersebut 95% dikuasai dua perusahaan Amerika Serikat. Terutama emas, perak, dan tembaga yaitu PT Freeport Mc. Moran dan PT Newmont Corporation, 85% eksplotasi minyak dan gas dikuasasi asing (48% migas dikuasai Chevron).


Selain itu, 75% - 80% eksploitasi batubara dikuasai perusahaan asing. 65%-70% perkebunan dikuasai asing, 90% dikuasai perusahaan raksasa, 65% perbankkan dikuasai asing, dan 100% mineral diekspor, 85% gas diekspor, 75% hasil perkebunan diekspor. Semua ini digunakan untuk kebutuhan negara.


Sayangnya, negara menerapkan kebijakan yang salah yaitu kapitalisme sekularisme. Melalui kebijakan tersebut kekayaan alam yang seharusnya untuk kepentingan rakyat, sedikit demi sedikit diswastanisasi. Terbukti sebagian besar kekayaan negeri ini dimiliki oleh swasta. 


Rakyat yang seharusnya hidup sejahtera, justru semakin sengsara. Selain penarikan pajak yang hampir tiap tahun naik. Rakyat masih menanggung biaya kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya. Akibat beban hidup yang kian mahal ini, angka kemiskinan semakin bertambah. Bahkan, sebagian anak di negeri ini pun mengalami stunting.


Kendati demikian, masihkan akan mempertahankan kapitalisme demokrasi? Sementara rakyat dijadikan tulang punggung negara? Tentunya hal ini harus diubah, dengan mengembalikan kedudukan negara sebagai pelayan rakyatnya.


Segala kebutuhan pokok rakyatnya seperti sandang, pangan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan pokok yang lain disediakan oleh negara. Tentunya hal ini membutuhkan biaya besar, akan tetapi dengan menerapkan ekonomi Islam, maka negara akan sangat mudah untuk melayani rakyatnya. Di mana hal ini telah dijelaskan oleh Rasullulah saw. bahwasannya,


"Manusia berserikat dalam 3 hal, air, api, dan rumput." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)


Jadi, seluruh sumber daya alam yang ada di laut maupun daratan, negara wajib mengelolanya dan hasil dari pengelolaan tersebut dikembalikan kepada yang berhak yakni rakyat. Seperti tambang freeport yang telah naik hasil pengelolaannya. Setiap harinya menghasilkan 240 ribu ton perhari. Sayangnya, hasil tambang emas tersebut dikuasai Amerika hingga saat ini. 


Ini baru satu tempat, belum lagi sumber daya alam yang lain. Jika saja seluruh sumber daya alam tersebut dikelola negara, maka otomatis akan menyedot lapangan pekerjaan yang sangat besar. Selain dari sumber daya alam tadi, negara juga mempunyai pos-pos harta negara. Yaitu, ghanimah, jizyah, usyur, kharaj, zakat dan lainnya. Harta-harta ini akan dikumpulkan di baitulmal.


Pajak dalam Islam memang dianjurkan, akan tetapi melihat kondisi baitulmal benar-benar dalam keadaan kosong. Jadi jelas untuk menghentikan penarikan pajak ini, maka mau tidak mau negara harus menerapkan Islam kafah dalam bingkai Daulah Islamiyah.

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan