Bu, Jadilah Surga di Rumahku

 




CERPEN 

Oleh Eni Suswandari

Pendidik Generasi


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Hujan rintik mulai turun saat aku keluar dari gedung Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di kotaku. Kami baru saja mengadakan kajian untuk membahas sebuah tema hangat "Islam Melahirkan Generasi Cemerlang". Sebuah gambaran bagaimana sistem Islam mampu menjamin kehidupan generasi agar mulia, mencegah generasi rapuh dan rusak seperti saat ini. Tema itu dibahas untuk menyikapi PP 28 tahun 2024 yang baru saja digulirkan oleh rezim, salah satunya pasal alat kontrasepsi bagi remaja. Entah mengapa negeri dengan mayoritas penduduk beragama Islam ini, makin hari kebijakannya makin ngawur saja. 


Aku langsung mengenakan jaket, helm, dan mantelku. Baru kendaraanku melaju beberapa ratus meter, rintik itu menjelma menjadi hujan deras yang mengguyur bumi. Jalanan terasa mencekam. Gelap pekat menghadang. Makin lama pandanganku makin pudar tertutup oleh kaca helm yang basah oleh derasnya air yang tumpah dari langit. Baru kali ini aku merasakan suasana perjalanan begitu mengerikan. Petir menyambar berkali-kali. Kilat terus berkelebat di tengah derasnya air yang mengguyur tubuh ini. 


Aku tak bisa menepi untuk berteduh. Waktuku tak banyak untuk bisa sampai di rumah tepat waktu demi memandikan ibuku. Usia senja dan sakit menahun, menjadikan ibu tak bisa berjalan untuk memenuhi kebutuhannya. Mandi pun harus dibantu. 


"Ibu, sabar ya. Tetaplah menjadi surga di rumahku." Batinku. 


Entah sudah berapa kalimat thoyibah yang terus mengalir dari lisan ini. Mungkin suasana ekstrem ini adalah cara Allah agar aku ingat bahwa hanya Dia Yang Kuasa. Aku hanya debu kecil tanpa arti jika bukan karena pertolongan-Nya.


Tentang tubuh ini, jangan ditanya. Jaket dan mantel tipis berbahan plastik yang kukenakan tak mampu menangkal derasnya hujan untuk meresap ke sekujur tubuh. Kuperhatikan telapak tangan ini setelah kendaraan melaju cukup jauh. Sudah berubah warna dan membentuk kerutan sebab hawa dingin telah menjalar hingga ujung jari. Hujan makin deras. Tali gas yang sudah kutarik sedemikian rupa seakan tetap membuat roda duaku tak berputar. Rasanya seperti berhenti di tempat. Ini baru setengah perjalanan dari lamanya jarak tempuh yang biasanya memerlukan waktu satu jam. 


Sesekali khawatir menyelinap dalam benak ini. Bagaimana jika terjadi sesuatu di tengah jalanan sepi seperti ini. Hanya ada satu dua kendaraan yang melintas. Ada yang kecepatannya tinggi, sebagian ada yang menerjang genangan air di badan jalan. Tentu air itu akan menyembur lantas menghantam tubuhku yang memang telah basah kuyup. Aku tak mempermasalahkan. Aku hanya beristighfar demi menentramkan jiwaku. 


"Astaghfirullah," bisikku. "Semoga setiap semburan dan guyuran air di tubuh ini menjadi jalan pembersih dosa-dosaku yang menggunung di hadapan-Mu," bisikku penuh pengharapan. 


Perasaan cemas bisa kuurai seketika. Kuingat lagi makna perjalanan ini. Keberangkatanku untuk dakwah, kepulanganku demi ibu dan buah hati. Tidak mungkin Allah menyia-nyiakan hamba-Nya yang berjalan dalam kebaikan. 


Aku juga mengingat kembali bahwa perjalanan ini sudah kuawali dengan doa pada Yang Kuasa. Sudah kuamalkan sebuah kalimat indah yang kudapat dari Ustazah Muslimah. Beliau adalah tokoh agama ternama di kotaku ini. Mubalighoh yang semangat juangnya membara hingga di usianya yang kini kepala tujuh. 


"Kalau mau keluar rumah bacalah taawudz, bismillah, istighfar 3x, shalawat nabi, dan dua kalimat syahadat." Nasihatnya saat aku dan rekan-rekanku menyambangi kediaman beliau. 


Seingatku aku tadi sudah begitu khusyuk membaca kalimat-kalimat baik itu. Aku tak tahu apakah ada hadis yang mengajarkan perihal tersebut. Namun mengamati isi zikir di atas, tak ada yang keluar dari ajaran agama ini. Jadi, aku selalu mengamalkan ajaran beliau. Mengingat itu, hatiku lebih tenang.


Aku juga sudah membaca doa keluar rumah yang selalu kuamalkan setiap hari. Hal itu berdasarkan hadis yang sahih. "Jika seseorang keluar dari rumahnya lalu ia membaca doaBismillâhi tawakkaltu ‘alallôhi lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh (Dengan memohon pertolongan Allah aku keluar. Aku bertawakkal kepada Allah. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanya dari Allah)”; niscaya akan dikatakan untuknya, “Engkau telah mendapatkan petunjuk, kecukupan dan perlindungan”. Lalu para setan bakal menyingkir dan saling berkomentar kepada sesamanya, “Apa yang bisa kau perbuat kepada orang yang telah mendapatkan petunjuk, kecukupan dan perlindungan?”. HR. Abu Dawud (no. 5095) dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu dan dinilai sahih oleh al-Albaniy.


Hatiku makin pasrah pada Allah. Kendaraan ini juga melaju atas izin-Nya. Sementara doa untuk menaikinya juga sudah kulafazkan berkali-kali. 


"Subhanaladzi saghorolana hadza wama kunna lahu mukrinin, wainna illa rabbinaa lamun qolibuun." 


"Maha suci Allah yang menundukkan kendaraan bagi kami, padahal kami tiada kuasa pada-Nya kita kembali." (Q.S. Az-Zukhruf: 13-14)


Belum ada tanda hujan akan reda. Petir dan kilat juga silih berganti mengangkasa. Ini benar-benar waktu yang mustajab untuk berdoa. Saat hujan, di perjalanan, dan aku beru saja menghadiri majelis ilmu. Karena itu kurapal kembali doa segala doa sepanjang perjalanan ini.


"Allahumma shoyiban nafii'an," lirihku. Kulanjutkan doa untuk kebaikan para bidan yang hadir dalam acara siang tadi. Semoga para bidan selalu Allah beri kekuatan untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga kesehatan umat. Kulanjut doa untuk keempat buah hatiku. Semoga Mas Afif menjadi ulama pembawa kebaikan di hari depan. Begitu juga Mba Salsa. Semoga menjadi ulama wanita yang akan mencerahkan kehidupan umat suatu hari nanti. Untuk Kak Rayan aku berdoa agar dia menjadi pengusaha yang taat syariah dan penegak dakwah pada masanya. Terakhir Afnan, semoga ia menjadi dokter anak yang bertangan dingin menolong kehidupan sesama. Tentu menyandang juga kesalehan sebagai pengembangan mabda Islam yang terpercaya. 


Hatiku makin bersyukur sebab telah memiliki kesempatan berdoa di waktu sebaik ini. Kulantunkan pula di antara putaran roda duaku ayat kursi, sholawat nabi, juga doa tolak bala'. 


Bismillahilladzi laa yadurru ma’asmihi syai’un fil ardhi wa laa fissamaa’i, wa huwassamii’ul ‘aliim


"Dengan nama Allah yang bila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya, Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah).


Hujan mulai reda. Jarak tempuh menuju rumah tinggal beberapa kilo meter lagi. Aku makin tenang. Alhamdulillah, aku tiba di rumah dengan selamat. Semua atas karunia Allah. Aku membersihkan diri, setelah itu baru mengurus ibu. 


Tak lama, suami dan putra bungsuku juga datang. Mereka dari rumah kedua mertua. Kupeluk putraku yang baru masuk rumah itu dalam dekapan penuh rindu. Sedikit basah ia, sebab di perjalanan dari rumah bapak dan ibu, masih ada sisa rintik hujan. 


"Maafkan Abi Umi ya, Nak. Sampai saat ini belum bisa beli mobil untuk kita supaya tidak terkena hujan." Cicitku mengajaknya berbicara sembari mengganti pakaiannya. Afnan tentu tidak menimpali sebab ia belum terlalu fasih bicara di usia 20 bulan ini. Kak Rayan yang justru meresponku dengan pertanyaannya. 


"Kenapa kita ga utang uang di bank buat beli mobil, Mi?" usulnya merebahkan badan di sampingku. 


"Eh, tapi kan utang bank ada bunganya ya. Haram karena itu riba, kan?" lanjutnya sebelum aku sempat memberi penjelasan. 


"Iya," sahutku singkat. 


Aku tersenyum. Dalam hati aku sangat bersyukur. 


"Alhamdulillah." Batinku.


Syukurku kepada Allah sebab calon pengusaha ini, calon penggerak roda-roda ekonomi bangsa ini, sudah sedikit mengerti konsep riba di usia sepuluh tahun ini. Semoga firman-Mu dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 275 tentang riba akan ia pahami sempurna sebelum ia menjadi pelaku ekonomi sejati. 


"Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya."


Yaa Allah, jadikanlah ia Abdurrahman bin Auf abad 21. 


Ending

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan