Dilema Pekerja Migran Ilegal dalam Cengkeram Kapitalisme


 

Pilihan menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal seolah menjadi jalan keluar yang dipaksakan.

OPINI 

Oleh Dewi Royani 

Muslimah Pemerhati Umat 


Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI_Bagaikan memilih antara hidup dalam kesulitan atau mempertaruhkan nyawa. Begitulah gambaran dilema yang dihadapi para pencari kerja di tengah tingginya angka pengangguran dan minimnya lapangan kerja yang layak di negeri ini. Pilihan menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal seolah menjadi jalan keluar yang dipaksakan, meski harus menanggung risiko besar.


Dikutip dari kompas.com (17/11/2024), Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding menyebutkan jumlah pekerja migran Indonesia ilegal di luar negeri mencapai lebih dari lima juta orang. Mereka tersebar di sekitar 100 negara. Pemerintah mengakui permasalahan pekerja migran ilegal ini, sebagai permasalahan kompleks. Keberadaan mereka yang ilegal, membuat mereka sangat rentan terhadap berbagai tindakan eksploitasi dan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).


Maraknya PMI ilegal menunjukan adanya korelasi dengan tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Para pencari kerja terdorong untuk bekerja di luar negeri karena sistem pengupahan di dalam negeri yang masih rendah. Mereka tertarik dengan tawaran gaji yang lebih tinggi di negara lain. Kondisi ini makin mendorong minat orang-orang untuk mencari peluang kerja di luar negeri, meski harus melalui jalur ilegal. Fenomena ini kian memprihatinkan ketika generasi muda, termasuk Gen Z, mulai terjerat dalam lingkaran suram pencarian nafkah di negeri orang. 


Keterbatasan kesempatan kerja, menjadi kendala utama masyarakat dalam memperoleh pekerjaan. Permasalahan ini diperparah dengan rendahnya kompetensi dan keterampilan yang dimiliki sebagian masyarakat. Ditambah lagi dengan rumitnya birokrasi terkait standar upah yang layak. Hal ini mendorong masyarakat untuk mengambil alternatif bekerja di luar negeri. Mereka berharap dapat meningkatkan taraf hidup, bahkan rela menempuh jalur ilegal demi mewujudkan keinginan tersebut.


Ironisnya saat rakyat berjuang keras untuk mendapatkan pekerjaan, tenaga kerja asing justru bebas masuk dan diterima dengan sangat baik. Negara tidak hanya menyambut mereka dengan tangan terbuka, tetapi juga memberikan jaminan keamanan dan perlakuan istimewa sebagai konsekuensi dari kepentingan investor asing. 


Mirisnya, perusahaan-perusahaan asing ini mengeksploitasi SDA milik rakyat, sementara rakyat terpaksa mencari pekerjaan di luar negeri. Kondisi tersebut, sejatinya menunjukan kegagalan negara dalam memenuhi kewajiban dasarnya untuk menyediakan lapangan kerja bagi rakyat.


Kondisi ini merupakan konsekuensi dari penerapan sistem kehidupan yang diadopsi pada saat ini, yaitu sistem kapitalis. Sistem yang meniadakan tanggung jawab negara dalam mengurus kesejahteraan rakyatnya.


Karena, dalam sistem ini masyarakat dipaksa untuk bertahan hidup secara mandiri tanpa mendapatkan jaminan dari negara, baik dalam hal penyediaan kesempatan kerja, akses pendidikan berkualitas, maupun pelatihan keterampilan kerja secara cuma-cuma. Peran negara hanya sebatas menjadi regulator bukan sebagai pengurus dan pelindung rakyat. 


Sistem kapitalis telah merampas hak rakyat dan melumpuhkan fungsi negara dalam melindungi warganya. Negara mengesahkan perundangan-undangan pengelolaan SDA oleh pihak asing. Padahal seandainya negara mengelola SDA secara mandiri, kesejahteraan rakyat akan meningkat.


Penguasaan negara atas pengelolaan SDA dari hulu ke hilir akan membuka lebih banyak peluang kerja. Namun pada kenyataannya, justru menyerahkan kendali kepada pihak asing, mengakibatkan tingginya angka pengangguran dan maraknya tenaga kerja asing di Indonesia.


Sistem ini pun, menciptakan lingkungan subur bagi perdagangan manusia (human trafficking). Sebab kebebasan tanpa batas menjadikan manusia diperlakukan sebagai komoditas belaka. Nyawa manusia dianggap sama sekadar barang dagangan yang dapat diperjualbelikan, tanpa mempertimbangkan kemanusiaan.


Oleh karenanya, menyelesaikan problem PMI ilegal dibutuhkan solusi sistemis. Islam memiliki solusi yang komprehensif atas setiap persoalan. Dalam Islam, negara (Khilafah Islamiyah) memiliki kewajiban untuk menciptakan lapangan kerja bagi seluruh rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda: "Imam (Khalifah) adalah raʼin (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)


Sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan rakyat dengan mendorong negara membuka lapangan kerja yang luas. Negara akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi di sektor riil. Menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif melalui penyederhanaan birokrasi. Stabilitas ekonomi dijaga dengan cara melarang usaha sektor non-riil.


Pengelolaan SDA dilakukan secara mandiri oleh negara dalam sistem Khilafah. Negara tidak hanya menghasilkan keuntungan yang dinikmati rakyat, tetapi juga menciptakan kesempatan kerja yang luas. Skala pengelolaan SDA yang besar secara otomatis membutuhkan banyak tenaga kerja. 


Dengan begitu, lapangan kerja akan melimpah ruah. Rakyat tidak perlu menjadi pekerja migran hanya untuk mencari sesuap nasi karena nasi di negeri sendiri saja sudah banyak sekali. Sungguh solusi atas persoalan pengangguran dan maraknya PMI ilegal, hanya akan dirasakan saat Islam diterapkan secara kafah dalam institusi Khilafah Islamiyyah.


Wallahualam bissawab

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan