Kejar Pajak demi Apa?


Dalam sistem ekonomi Islam, pemasukan negara berasal dari berbagai sumber, tidak terfokus pada pajak. Baitulmal sebagai kas negara memiliki sumber-sumber pemasukan yang melimpah, seperti harta kepemilikan umum, fai, jizyah, kharaj, dan sebagainya.

Oleh Diah Maelani

Aktivis Muslimah


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Pemerintah masih terus berbisnis dengan rakyat kecil. Lihat saja, Indonesia yang kekayaan sumber daya alamnya melimpah, tetapi pendapatan terbesar malah dari pajak. Bahkan, pajak terus naik tiap tahunnya, membuat hidup rakyat makin susah. Salah satunya adalah pajak kendaraan bermotor yang akan ditarik hingga ke rumah-rumah.


Tim Pembina Samsat akan mengunjungi rumah pemilik kendaraan yang belum melunasi pajak, mengingatkan mereka agar segera menunaikan kewajibannya. Hal ini dilakukan karena tingkat kepatuhan masyarakat untuk memperpanjang STNK lima tahunan masih sangat minim. Tercatat, dari total 165 juta unit kendaraan yang terdaftar, kurang dari setengahnya yang telah membayar pajak. 


Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan mengatakan, langkah tersebut bukanlah satu-satunya cara yang ditempuh untuk menertibkan para penunggak pajak. Penegakan hukum juga diterapkan untuk mendorong masyarakat agar lebih disiplin dalam membayar pajak. Di sisi lain, penegakan kepatuhan terhadap pembayaran pajak kendaraan juga membantu Korlantas dalam memperoleh data kendaraan yang lebih akurat. (detik.com, 03/11/2024).


Sungguh ironis, rakyat kecil dikejar pajak kendaraan hingga ke lubang semut. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru menghapuskan pajak penjualan atas barang mewah termasuk impor mobil listrik. Aturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9 Tahun 2024 tentang PPnBM atas impor dan atau penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah, berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat, yang biayanya ditanggung oleh pemerintah. Aturan ini mulai berlaku pada 15 Februari 2024. 


Inilah fakta getir yang dirasakan rakyat dalam naungan sistem ekonomi kapitalis. Pemerintah mempermudah kaum elite dengan membebaskan pajak, sementara rakyat kecil justru dituntut untuk membayar pajak. Bahkan, berbagai aturan dan sanksi pun disiapkan demi mendulang pajak. Rakyat sudah terlalu banyak menderita, sementara besarnya pajak nyatanya tidak membuat rakyat sejahtera. Pajak sebagai pemasukan terbesar negara nyatanya belum mampu mewujudkan pembangunan yang merata. 


Negara yang seharusnya mengurus urusan seluruh rakyat, faktanya hanya mengurusi segelintir orang saja. Jargon, dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, hanya janji kosong semata. Lantas bagaimana pandangan Islam tentang pajak? 


Dalam sistem ekonomi Islam, pemasukan negara berasal dari berbagai sumber, tidak terfokus pada pajak. Baitulmal sebagai kas negara memiliki sumber-sumber pemasukan yang melimpah, seperti harta kepemilikan umum, fai, jizyah, kharaj, dan sebagainya. Dengan sumber yang melimpah inilah, seluruh rakyat mampu disejahterakan tanpa dibebani dengan pajak. 


Adapun pajak dikenakan hanya saat Baitulmal dalam keadaan kritis, yakni saat kas negara benar-benar kosong. Pajak ini pun diberlakukan setelah negara melakukan serangkaian upaya maksimal untuk mengatasi kekosongan tersebut. Pajak hanya dibebankan kepada muslim yang kaya saja, dan dipungut secara makruf. Kala persoalan keuangan negara sudah dapat diatasi, pajak pun dihentikan.


Inilah pajak dalam paradigma Islam, bukan kewajiban yang dibebankan kepada rakyat, bukan paksaan, tetapi keikhlasan. Negara yang menerapkan sistem Islam niscaya akan bersikap adil terhadap rakyatnya. Rakyat sejahtera, sumber daya alam pun terjaga. Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan