Negara Malak Rakyat Melalui Pajak

 


Kini justru negara ikut-ikutan jadi tukang palak dengan mengatasnamakan pajak terhadap rakyat.

OPINI 

Oleh Agus Susanti 

Aktivis Dakwah Serdang Bedagai 


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Negara yang hebat adalah sebuah negara yang mandiri, yakni mampu berpijak untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tanpa bergantung pada pihak lain. Indonesia sebagai salah satu negara yang bercita-cita menjadi negara maju, namun sayang tampaknya itu hanya bisa menjadi angan-angan. Bagaimana tidak? Jika untuk memenuhi berbagai kepentingan rakyat negara masih harus bergantung dari pungutan pajak terhadap rakyat.



Negara Jadi Tukang Palak


Bukannya memberantas para preman yang sering memalak warga, kini justru negara ikut-ikutan jadi tukang palak dengan mengatasnamakan pajak terhadap rakyat. Jika dulu pemerintah hanya memberikan pemberitahuan melalui berbagai media untuk menghimbau rakyat agar sadar dan membayar pajak. Kini pemerintah memberlakukan cara baru, yakni mendatangi langsung rumah-rumah warga yang menunggak pajak. Berawal dengan memberikan peringatan lembut secara langsung hingga jalur penegakan hukum agar patuh pajak. (Detik.com, 07-11-24)



Ketimpangan Terhadap Pungutan Pajak


Pemerintah terpaksa mengeluarkan gagasan baru tersebut dikarenakan banyaknya data tunggakan pajak yang dilakukan oleh warga Indonesia. Dari total 165 juta unit kendaraan terdaftar, tak sampai separuh yang membayar pajak perpanjangan STNK. Hal tersebut dianggap sangat merugikan negara, sebab pajak merupakan salah satu sumber utama pemasukan untuk anggaran negara.


Namun, lagi-lagi pemerintah seolah menganaktirikan rakyat kecil dan sebaliknya menganakkandungkan para pengusaha. Jika rakyat kecil yang menunggak pajak harus dikejar sampai mendatangi rumah, sementara di sisi lain pemerintah memberikan keringanan pajak pada para pengusaha dengan mengatasnamakan tax holiday. Menteri Keuangan (Menkeu) secara resmi memperpanjang fasilitas tax holiday hingga 31 Desember 2025 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PMK No. 130/PMK.010/2020. (Menkan.go.id, 04-11-24)



Pajak dari Rakyat tapi Tidak Dinikmati Rakyat


Di saat pemerintah menjadikan pajak sebagai pendapatan pokok, ada rakyat yang harus tercekik dengan berbagai jeratan pajak. Alih-alih menikmati hasil dari berbagai sarana prasarana yang dibangun dari hasil pajak seperti jalan tol, rakyat nyatanya harus menelan ludah dan pasrah dengan rusaknya jalan dan fasilitas umum yang menjadi lalu lintas rakyat. Sementara para penguasa dan pejabat yang terus menikmati berbagai fasilitas layak yang justru diambil dari rakyat kecil yang bahkan tak bisa sekadar merasakan indahnya jalan lurus tanpa lubang dan kemacetan yang panjang.


Dengan banyaknya beban pajak yang dikenakan terhadap rakyat, harusnya rakyat bisa mendapatkan berbagai fasilitas yang sepadan. Faktanya rakyat masih banyak yang harus rela menghadapi kenyataan berbagai fasilitas umum yang masih jauh dari kata layak. Rakyat berharap pemerintah setidaknya memberikan keringanan pajak, namun rakyat justru harus tabah dengan kenyataan yang tak sesuai harapan.



Bergantung pada Pajak Bukti Lemahnya Ekonomi Kapitalisme


Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, jangankan rakyatnya hidup makmur sejahtera, justru mereka masih banyak yang hidup dalam garis kemiskinan hingga stunting yang terus membayangi. Bukannya melakukan segenap upaya untuk mengelola sumber daya alam yang ada, pemerintah justru lebih memilih untuk menjadikan pajak sebagai pendapatan pokok kebutuhan negara.


Hal ini membuktikan lemahnya sistem perekonomian dalam sistem kapitalisme yang diterapkan oleh negara. Sudah menjadi tanggung jawab negara memenuhi segala kebutuhan rakyat dan bukan sebaliknya negara yang bergantung terhadap pungutan pajak dari rakyatnya.



Islam Solusi Terbaik untuk Kesejahteraan Rakyat


Berbeda dengan sistem ekonomi dalam kapitalisme, Islam memiliki sistem ekonomi yang baik. Islam sudah menentukan apa-apa yang boleh dan tidak boleh diambil dari rakyat dan untuk rakyat. Pajak misalnya, negara bisa saja menetapkan pengambilan pajak terhadap rakyat. Namun hal tersebut hanya boleh dilakukan apabila kas negara dalam keadaan kosong dan hanya boleh mengambil pada orang yang tergolong mampu/kaya. Pajak tidak akan dibebankan terhadap rakyat miskin dan pemungutan tersebut pun hanya sementara sampai kas negara membaik.


Selain itu Islam menjadikan sumber daya alam sebagai salah satu sumber pemasukan utama, ditambah dari harta fa'i, kharaz dan jizyah. Islam juga melarang adanya tindakan pengelolaan sumber daya alam milik umum seperti air, padang rumput dan api untuk dikelola selain negara, karena Rasulullah saw. telah bersabda: "Masyarakat itu berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api." (HR. Bukhari dan Muslim)


Dengan berbagai pemasukan yang ada, negara Islam terbukti mampu menyejahterakan rakyatnya. Negara Islam juga memiliki sanksi yang tegas sehingga meminimalisir adanya tindak kecurangan/korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara. Pemimpin dalam Islam juga akan menjalankan amanah sebagai pemimpin dengan sebaik-baiknya, alhasil kesejahteraan rakyat bukan lagi sekadar angan-angan. Namun hal tersebut hanya akan kita rasakan dengan mengganti sistem kapitalisme dengan Islam yang kafah.


Wallahualam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan