Peternak Susu Membuang Susu, Mengapa?

 



Padahal, jika pemerintah serius mengurusi masalah ini akan banyak keuntungan yang didapatkan. Para peternak sapi makin bersemangat, sebab susunya akan terserap semuanya oleh pabrik dan membuka lapangan kerja baru.


OPINI 


Oleh Verawati, S.Pd.

Aktivis Muslimah


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Puluhan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, dalam beberapa waktu terakhir ini, terpaksa membuang susu hasil panen mereka. Hal itu, lantaran pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari para peternak dan pengepul susu. (Tempo.com, 08/21/2024)

Aksi protes ini, dilakukan lantaran adanya pengurangan pasokan susu ke pabrik atau industri pengolahan susu (IPS). Dewan Persusuan Nasional (DPN) mencatat ada 200 ton susu segar perhari yang dibuang. Menurut ketua DPN, Teguh Boediyana menjelaskan hal ini, akibat tidak adanya peraturan perundang-undangan yang melindungi usaha peternakan sapi perah rakyat dan menjamin kepastian pasar dari susu segar yang dihasilkan.

Selain itu, pembuangan susu ini juga karena keran impor susu meningkat. Bahkan, susu sapi impor ini bebas bea masuk. Hal ini buah dari perundingan dagang  ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA). (CNBC Indonesia.com, 13/11/2024)

Kasus ini, sama dengan kasus pangan lainnya seperti beras. Permintaan dalam negeri cukup tinggi, sedangkan suplai dalam negeri tidak mencukupi. Terbukti dari Produksi Susu Segar dalam Negeri (SSDN) hanya dapat memenuhi sekitar 22% kebutuhan susu segar dalam negeri, sedangkan 78% sisanya berasal dari impor (BPS 2020).

Banyak pihak yang melihat bahwa meningkatnya kebutuhan susu bisa menjadi peluang untuk mengembangkan agribisnis susu. Karena, dari sisi geografis Indonesia bisa melakukan peternakan sapi perah. Betul, ini tidak mudah, akan tetapi jika ada keinginan dari pemerintah pasti bisa terwujud. Kurangnya pasokan susu disebabkan banyak kendala yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh para peternak susu kecil. Seperti kendala bibit sapi, kontrol kesehatan sapi, dan lain sebagainya.

Padahal, jika pemerintah serius mengurusi masalah ini akan banyak keuntungan yang didapatkan. Para peternak sapi makin bersemangat, sebab susunya akan terserap semuanya oleh pabrik dan membuka lapangan kerja baru.

Namun dalam hal ini, pemerintah akhirnya membuka keran impor susu. Padahal, ada banyak hal merugikan di antaranya yaitu ketergantungan dengan negara luar dan mengurangi devisa negara.

Tetapi tidak seperti slogan pegadaian, "mengatasi masalah tanpa masalah". Adanya impor susu menimbulkan masalah baru. Yaitu terancamnya para peternak susu lokal. Industri lebih memilih susu impor lantaran harganya jauh lebih murah. Sehingga wajar peternak sapi melakukan protes. 

Kejadian ini, seperti mengisyaratkan bahwa rakyat hari ini hidupnya seperti auto pilot. Mau ngadu dan mengeluh pada siapa? Tak ada yang akan membela. Kondisi inilah yang membuat rakyat makin melarat dan sengsara. Bukan karena malas bekerja, tapi tidak adanya pengurusan dan pengaturan yang betul-betul mengayomi rakyat.

Inilah tabiat asli dari negara yang menerapkan sistem demokrasi-kapitalisme- sekuler. Negara hanya bertindak sebagai regulator saja. Mirisnya, regulasi yang dihasilkan lebih memihak pada pemilik modal. Sebab, merekalah yang berjasa mendanai para pejabat naik kursi.

Berbeda halnya dengan penguasa dalam Islam yang akan mengurus dan mengatur semua kebutuhan rakyatnya. Sebab dalam pandangan Islam penguasa atau pemimpin adalah pelayan. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang diurusnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw., "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Pemimpin dalam hal ini adalah khalifah yang memperhatikan semua urusan rakyat termasuk di dalamnya adalah para peternak susu.

Para peternak susu akan diberikan kemudahan dalam usaha susunya. Misalnya, khalifah akan menyediakan lahan untuk gembala, berupa tanah Hima yaitu tanah subur yang dilindungi negara. Para peternak bebas menggembalakan ternaknya.

Khalifah Umar bin Khattab pernah memerintahkan penjaga Hima, al-Rabdah, "Bukalah tanganmu bagi orang-orang yang membutuhkan, dengarkanlah keluhan orang-orang yang tertindas, biarkan pada gembala yang hidupnya bergantung pada unta dan domba masuk ke dalam Hima!"

Hingga hari ini, Hima masih ada keberadaannya di Arab Saudi dan diakui oleh dunia (PBB) sebagai konservasi nasional yang paling tua.

Negara melindungi peternak susu dengan cara menjaga pasokan. Jika pasokan banyak, maka negara akan membeli susu atau barang yang berlebih tersebut dan akan dikeluarkan jika dibutuhkan.

Pemerintah tidak akan mudah untuk memberlakukan impor terhadap suatu barang. Untuk barang yang sangat dibutuhkan dan bisa diproduksi dalam negeri, maka negara akan berupaya untuk mengadakannya. Mengerahkan berbagai ahli yang terlibat di dalamnya dan juga para peternak susu. 

Dalam mekanisme penjualan, negara tidak akan menetapkan harga. Harga ditetapkan dengan kesepakatan pasar. Di sisi lain, negara akan bertindak tegas bagi para penipu, penimbun, dan yang melakukan kecurangan lainnya. Semua ini akan menjamin pihak produsen dan konsumen menjalankan transaksi dengan aman dan diserahkan dengan keridaan antara pembuat akad, sehingga ekonomi berjalan dengan lancar dan lebih berkah.

Demikianlah, sistem Islam mengatur dan memberikan solusi atas masalah yang dihadapi. Mulai dari pencegahan hingga hukuman akan dilaksanakan bagi yang melanggarnya. Semuanya mengantarkan pada ketentraman hidup.

Wallahualam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan