Bencana Melanda, Bukanlah Bercanda

 


Bencana alam yang banyak terjadi saat ini bukanlah semata karena usia bumi yang telah tua, atau hanya karena fenomena alam semata.

OPINI 

Oleh Arda Sya'roni 

Pegiat Literasi 


Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI -“Kawan, coba dengar apa jawabnya. Ketika kutanya mengapa. Bapak ibunya telah lama mati. Ditelan bencana tanah ini.” Demikianlah sepenggal lirik lagu "Berita Kepada Kawan" yang dinyanyikan oleh Ebiet G Ade. Lagu ini kerapkali dinyanyikan saat sebuah bencana melanda. 


Di penggalan lirik lainnya dituliskan, “Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita. Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.” Lagu Ebiet G Ade ini pun sering terdengar akhir-akhir ini, seiring bencana yang melanda Bumi Pertiwi, mulai dari banjir, tanah longsor, tsunami, gempa bumi, juga puting beliung. Seperti yang terjadi di Sukabumi baru-baru ini.


Dilansir dari jawapos.com tertanggal 7 Desember 2024, dijelaskan bahwa banjir dan tanah longsor yang terjadi di Sukabumi akibat pendangkalan sungai serta hutan gundul. Untuk mengatasi masalah banjir Kementrian Pekerjaan Umum (PU) mengerahkan 12 alat berat untuk mengeruk sungai. 


Bila banjir di Sukabumi terjadi akibat hutan gundul dan pendangkalan sungai, itu berarti ada yang salah dalam pengelolaan sumber daya alam. Penebangan kayu di hutan dilakukan secara masif tanpa dibarengi dengan upaya penanggulangannya. Begitu pula dengan pendangkalan sungai. Jelas, ini menunjukkan adanya pengelolaan yang buruk akan alam. Benarlah apa yang difirmankan Allah Swt. pada QS Ar Rum ayat 41, yang menyatakan bahwa kerusakan di darat dan di laut adalah akibat dari perbuatan tangan manusia.


Bencana alam yang banyak terjadi saat ini bukanlah semata karena usia bumi yang telah tua, atau hanya karena fenomena alam semata, melainkan karena ulah tangan manusia. Sistem kapitalis yang diterapkan saat ini meniscayakan terjadinya kerusakan alam, karena pengelolaan sumber daya alam yang didasarkan pada keuntungan semata. Tak peduli alam rusak, tak peduli merugikan banyak rakyat, asalkan cuan masuk kantong pribadi dengan selamat


Ya demikianlah, bila pengelolaan alam diserahkan pada para kapitalis yang membuang jauh syariat dalam kehidupan. Penguasa pun tunduk pada permainan mereka. Menjadikan penguasa tak peduli lagi nasib rakyat, abai dalam mengurusi semua kebutuhannya. Atas nama pembangunan, penguasa melakukan eksploitasi kekayaan alam dengan menyerahkannya kepada pihak swasta bahkan asing. Maka wajar bila bencana alam terjadi dimana-mana, disebabkan pengambilan kekayaan alam yang masif dan hanya bersandar pada keuntungan, bukan pada kemaslahatan rakyat.


Dalam kepemimpinan Islam, ekploitasi kekayaan alam seperti ini tidaklah mungkin terjadi. Hal ini karena umat Islam berserikat akan 3 hal, yaitu air, api dan padang rumput. Dengan demikian pengelolaan tanah dan hutan pastinya akan diatur sesuai syariat, yaitu dikelola oleh negara, dipergunakan untuk kebutuhan rakyat secara merata dan digunakan dengan seadil-adilnya. 


Pengelolaan kekayaan alam dalam Islam akan diatur sesuai syariat dan dilaksanakan oleh negara, sehingga pembangunan yang dilakukan tidak akan merusak alam dan mampu meminimalisir terjadi bencana. Hal ini karena pemimpin dalam Islam memikul amanah penuh atas pengurusan warga negaranya yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas pengurusannya tersebut. Pemimpin negara dalam Islam berperan sebagai raa'in dan junnah bagi warga negara sehingga terwujud kesejahteraan yang penuh berkah bagi seluruh alam dan manusia. Karena amanah yang berat inilah pemimpin negara dalam Islam akan melaksanakan seluruh pengaturan kehidupan hanya berdasarkan syariat Islam, bukan atas kehendak hawa nafsu dan kepentingan pribadi belaka. Kebijakan yang diputuskan pun akan sesuai dengan syariat Allah karena rasa takutnya pemimpin kepada Allah Swt..

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS.Al-A'raf: 96)


Karena beban amanah yang berat itulah, pemimpin negara dalam Islam akan membuat kebijakan dan undang-undang yang berlandaskan syariat. Pemberian sanksi atas pelanggaran peraturan yang diberlakukan juga akan dilaksanakan dengan tegas agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran berikutnya. Pembangunan yang akan dilakukan pun harus memperhatikan berbagai aspek, seperti membuat resapan air, memperbaiki irigasi, memperhatikan habitat hewan liar, dan tidak dilakukan secara masif.


Begitu luar biasanya Islam dalam mengatur kehidupan manusia. Lalu, masihkah kita ragu menerapkannya dalam kehidupan?


Wallahualam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan