Minim Dokter Jadi Baper

 


Kondisi minim dokter sangat mungkin terjadi bila sistem kapitalis sekuler yang diterapkan.

OPINI 

Oleh Arda Sya'roni 

Pegiat Literasi 


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Beberapa bulan lalu kita kehilangan dokter sekaligus influencer medis dengan konten edukasi medis bagi kaum awam, yaitu dr. Helmiyadi Kuswardhana yang wafat karena serangan jantung. Dokter orthopedi yang ternyata satu-satunya dokter ahli tulang di Sulawesi Barat ini diduga meninggal karena kelelahan setelah menjalani 10 operasi dalam sehari itu (cnnindonesia.com 16/7/24). 


Sayangnya, dr. Helmiyadi ini bukanlah satu-satunya dokter yang menjadi single fighter. Dilansir dari rri.co.id tertanggal 1 Oktober 2024, jumlah penduduk Kalimantan Tengah yang berjumlah sekitar 2,7 juta jiwa saat ini, hanya memiliki 800 orang dokter. Dengan demikian dibutuhkan sekitar 1.900 dokter lagi agar kebutuhan ideal 2.700 dokter terpenuhi di Kalimantan Tengah. 


"Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya, rata-rata dalam satu tahun sebanyak 50 atau paling banyak 100 orang, itu artinya Kalimantan Tengah membutuhkan 18 tahun lagi untuk bisa mencapai jumlah dokter sesuai dengan angka ideal tersebut," ujarnya (rri.co.id -1/10/2024).


Berkaca dari kasus dr. Helmiyadi dimana beliau harus berjuang di dua rumah sakit sekaligus menjadi satu-satunya dokter tulang di Kalimantan Tengah, maka jelas bagaimana kurangnya tenaga ahli kedokteran di Indonesia. Padahal kasus penyakit tulang dan fraktur tulang akibat cedera dan kelainan dari lahir tidaklah sedikit. Terbukti di akhir hidupnya dr. Helmiyadi ini harus mengoperasi 10 pasien berturut-turut dalam sehari. Bisa dibayangkan betapa lelahnya. 


Fakta tersebut menunjukkan bahwa fasilitas dan nakes tidak tersebar merata, sehingga menimbulkan beban kerja yang tidak merata pula bagi nakes. Di samping itu jelas bahwa tidak semua masyarakat bisa mengakses layanan kesehatan karena warga yang berada di daerah pelosok jelas akan mengalami kesulitan dan tentunya akan memakan waktu yang cukup lama untuk sampai di pelayanan kesehatan terdekat, terutama untuk pelayanan dokter-dokter spesialis. Hal ini jelas akan semakin memperburuk kondisi pasien bahkan bisa berakhir dengan kehilangan nyawa.


Kondisi minim dokter sangat mungkin terjadi bila sistem kapitalis sekuler yang diterapkan. Bahkan problem kesehatan yang timbul pun tak hanya sebatas minim keberadaan dokter di daerah, tetapi juga biaya pengobatan yang mahal karena komersialisasi, tidak semua jenis penyakit dicover oleh BPJS, pelayanan yang berbeda berdasarkan kelas, fasilitas yang tidak memadai dan masih banyak lagi problem lainnya. Hal ini karena kepemimpinan sekuler menjadikan penguasa abai terhadap perannya sebagai raa'in atau pelayan umat. Penguasa hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator bagi segelintir orang, yaitu para kapitalis dan korporasi.


Kesehatan dikapitalisasi dan dijadikan industri pencetak rupiah bagi kapitalis dan para korporasi. Kesehatan dalam sistem kapitalis sekuler bukanlah tulus untuk warga negara, sebab selalu ada unsur manfaat dan keuntungan yang terselip di setiap pelayanan.


Dalam Islam, kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus mendapat perhatian khusus dari negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, tak memandang siapa mereka, bahkan kepada nonmuslim sekalipun. Negara juga akan memberikan pelayanan gratis dengan pelayanan terbaik pula, baik si kaya maupun si miskin, muslim maupun nonmuslim, semua mendapat hak yang sama. Dalam hal ini, khalifah sebagai kepala negara tentunya berkewajiban untuk menyediakan fasilitas, nakes, sarana dan prasarana yang memadai untuk terwujudnya kesehatan bagi warga negaranya, seperti tertulis dalam sebuah hadits, “Imam adalah pemimpin. Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas orang yang dia pimpin." (HR al-Bukhari dari jalan Abdullah bin Umar)


Penggambaran kesehatan yang sempurna ini bukanlah pemanis bibir atau pun bualan semata, seperti halnya yang dilakukan para calon penguasa dalam sistem demokrasi. Sistem kesehatan yang sempurna ini telah terbukti selama 13 abad saat Islam memimpin dunia. Terbukti minim wabah atau pun penyakit. Warga negara sehat dan terjaga kesehatannya. 


Saking bagusnya pelayanan kesehatan di masa itu, bahkan rumah sakit pun sering dijadikan tempat singgah para musafir. Namun, sang musafir tentu hanya diberi pelayanan selama tiga hari, karena batas menginap seorang musafir dalam Islam hanyalah 3 hari saja. Meskipun hanya 3 hari, sang musafir tetap mendapatkan layanan terbaik layaknya seorang pasien rawat inap. 


Demikianlah Islam dengan begitu sempurna mengatur kehidupan manusia. Niscaya takkan ada warga negara yang terzalimi saat syariat Islam ditegakkan di tengah kehidupan. Tentu saja, karena Allah Swt. sebagai Pencipta sudah pasti lebih mengetahui apa yang baik dan tidak untuk makhluk-Nya.


Wallahualam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan