Negeri Rawan Bencana, Dampak Kebijakan Sistem Kapitalis Sekuler
Bencana yang terjadi di setiap saat butuh sikap mental tanggap bencana dari semua pihak.
OPINI
Oleh Siti Mukaromah
Aktivis Dakwah
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI _Musibah bencana di wilayah Sukabumi yang setiap tahun terjadi butuh solusi dan penanganan serius negara. Dikutip (detik.com, 18/12/2024), porak-poranda Sukabumi dikepung bencana. Catatan terakhir yang diperoleh detik Jabar, ada 10 rumah terendam di sejumlah wilayah Sukabumi nyaris merata.10 orang tercatat meninggal dunia dan lainnya masih dalam pencarian akibat bencana di beberapa wilayah. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi, Deden Sumpena mengungkapkan, bahwa timnya terus bekerja keras melakukan evakuasi pencarian korban di tengah cuaca yang tidak menentu. Bencana di tiap kecamatan yang terjadi bervariasi, diantaranya, tanah longsor, angin kencang, banjir dan pergerakan tanah yang merusak.
Indonesia secara geografis terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yakni kemarau dan hujan adalah negeri rawan bencana. Tidak mengherankan potensi bencana di Indonesia sangat besar, seperti gempa, gunung meletus, banjir, kekeringan, dan kebakaran. Kegempaan Indonesia 10 kali lipat lebih tinggi dari tingkat kegempaan Amerika Serikat.
Survei Badan PBB UNISDR (Pengurangan Risiko Bencana) menunjukkan Indonesia lebih rawan tsunami dibandingkan 265 negara di dunia. Risiko ancamannya dinilai lebih tinggi dibandingkan Jepang. BNPB melaporkan sepanjang 1 Januari hingga 10 Desember saja, Geoportal Data Bencana Indonesia menyebutkan, telah terjadi 1.904 peristiwa, diantaranya 957 berupa banjir, cuaca ekstrem 405, tanah longsor 118, kasus karhutla 336, kekeringan 54, gempa bumi 17, gelombang pasang dan abrasi 12, dan kasus erupsi gunung berapi.
Bencana yang terjadi di setiap saat butuh sikap mental tanggap bencana dari semua pihak. Namun sangat disayangkan, pemerintah di setiap terjadi bencana seringkali kalah cepat oleh Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), ormas, parpol, atau masyarakat biasa. Negara lebih memilih kegiatan lain daripada melihat daerah bencana. Kalaupun mereka turun memberikan bantuan ke lapangan hanya seremonial semata membangun citra. Seringkali bantuan terlambat dengan dalih lokasi sulit dijangkau. Wajar, jika masyarakat tidak terlalu berharap banyak bantuan pada pemimpinnya, karena negara abainya negara dalam mengurusi rakyatnya.
Dampak Kepemimpinan Kapitalisme Sekuler
Paradigma pembangunan kapitalisme sekuler membuat penguasa tidak memiliki sensitivitas dalam memberikan solusi bencana dari akarnya. Segala kebijakan justru berpotensi mendatangkan bencana baru. Hasil analisis menunjukkan, penyebab beberapa bencana rata-rata akibat kebijakan penguasa. Contohnya penggundulan hutan sebagai alih fungsi lahan terutama di zona penyangga. Temuan Walhi tahun 2022 menyebutkan 35℅ hutan rusak bahkan hilang. Pembangunan jor-joran proyek industrialisasi di berbagai daerah serta penanganan aliran sungai yang timbul tenggelam semua sulit dilakukan karena berkelindan dengan para pemilik modal (oligarki). Aktivis lingkungan banyak pula yang protes tentang kebijakan AMDAL, meski izin belum keluar pelaku usaha kelas kakap seringkali kali lolos hukum sekalipun melanggar aturan. Inilah budaya kongkalikong kapitalis dan penguasa.
Selama ini persoalan mitigasi, masyarakat selalu disudutkan dengan alasan pengetahuan minim, tidak bisa diatur, tidak mau direlokasi, dan sebagainya. Padahal semuanya adalah tanggung jawab penguasa dalam mengurusi urusan rakyatnya. Memang, masyarakat butuh dicerdaskan, di fasilitasi, dan diberi jaminan kesejahteraan. Jika mereka meninggalkan kampung halamannya. Mereka harus tinggal dimana, dan hidup seperti apa. Penguasa tidak hanya menuntut masyarakat tentu juga harus disertai solusinya.
Solusi Kepemimpinan Islam
Penguasa dalam Islam adalah raa'in pengurus urusan rakyatnya mengerahkan daya upayanya menjauhkan dari semua bencana terutama yang membinasakan. Bukan hanya urusan dunia saja, tapi juga urusan akhiratnya.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Baqarah ayat 11, "Adapun apabila dikatakan mereka, janganlah membuat kerusakan di bumi!" mereka menjawab, "Sesungguhnya kami justru orang yang melakukan perbaikan."
Sedangkan didalam QS. Ar-rum; 41 Allah Swt., dalam firman-Nya "Telah tampak kerusakan di darat dan lautan, disebabkan karena akibat perbuatan manusia. Allah menghendaki sebagian merasakan dari akibat mereka. Agar kembali ke jalan yang benar."
Paradigma ruhiyah inilah yang menjadi tolak ukur penguasa untuk menjadikan syariat Islam sebagai satu-satunya pedoman. Seorang penguasa tidak mementingkan kepentingan pribadi, golongan, apalagi para pemilik modal. Terlebih, IsIam telah mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari sistem politik, sosial, ekonomi, sanksi hukum dan sebagainya. Adanya bencana adalah ketetapan Allah yang tidak bisa dihindari manusia di mana pun berada sebagai ujian. Namun, Islam memberi tuntunan cara untuk menghadapi, termasuk soal mitigasi bencana. Mitigasi secara umum sebagai rangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik lewat pembangunan fisik, penyadaran kemampuan serta kemampuan untuk menghadapi bencana.
Dalam Islam mitigasi menjadi tanggung jawab penuh penguasa sebagai raa'in, pelayan dan pelindung umat. Aktivitas saling menolong yang biasa dilakukan masyarakat secara swadaya merupakan kebaikan dan dianjurkan Islam dan tetap didorong penguasa. Penguasa membuat berbagai kebijakan khusus dari mulai penataan lingkungan yang dikaitkan dengan strategi politik IsIam yang menjamin kesejahteraan per orang, dan memberi sanksi dalam masalah pertanahan untuk mencegah pelanggaran.
Penguasa di dalam Islam memiliki kebijakan khusus bagi tempat-tempat rawan bencana. Tidak hanya menyangkut kesiapan mitigasi, tetapi juga manajemen kebencanaan, dari mulai pendidikan soal kebencanaan, pembangunan, infrastruktur, serta sistem penanganan bencana yang lebih sistemik dan terpadu. Kedaruratan sistem logistik serta sistem kesehatan menjadi bagian integral dari sistem penanganan terpadu yang benar-benar harus diperhatikan oleh penguasa.
Negara Islam memiliki sumber-sumber pemasukan yang cukup, tidak hanya untuk penanggulangan bencana tapi untuk yang lainnya. Karena sistem keuangan Islam sangat besar dan kuat. Terutama dari sumber kepemilikan umum, seperti hasil dari SDA yang dikelola secara syar'i masuk kas negara. Dengan demikian persoalan dana tidak menjadi penghambat serius bagi mitigasi bencana yang akan menjadi alasan negara asing maupun lembaga membangun pengaruh politik melalui hutang dan bantuan.
Kondisi seperti ini akan sulit dilakukan selama negeri ini masih menggunakan kapitalisme neoliberal. Kepemimpinan dalam kapitalisme yang tegak diatas kepentingan para pemilik modal bukan tuntunan Islam. Alih-alih negara maksimal membantu rakyat dari kebinasaan, justru kekuasaan oligarki menjadi salah satu penyebab bencana berkepanjangan. Kalau pun ada bantuan dari penguasa pasti tidak lepas dari rumus hitung-hitungan.
Hanya sistem kepemimpinan Islam yang mampu menyelesaikan problem bencana dengan solusi mendasar sampai tuntas. Kepemimpinan yang berlandaskan penerapan syariat IsIam secara kafah (menyeluruh) membawa kebaikan yang bisa dirasakan semua orang.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar