Ojol Dilarang Membeli Pertalite, Kok Bisa?
Pengelolaan minyak bumi seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Adapun manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Oleh Tinah Asri
Pegiat Literasi Bandung
Muslimahkaffahmedia.eu.org-Setelah dibuat resah dan gelisah, kini pengemudi ojek online (ojol) bisa kembali bernapas lega. Pasalnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah membatalkan rencananya untuk melarang ojol membeli bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yaitu Pertalite. Artinya, pengemudi ojol masih bisa membeli dan menggunakan Pertalite sebagai bahan bakar kendaraannya.
Sebelumnya, Bahlil mengatakan bahwa pemerintah berencana melarang ojol membeli Pertalite bersubsidi. Menurutnya, subsidi BBM khususnya Pertalite hanya akan dialokasikan untuk mendukung sektor transportasi umum yang dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat. Pertalite hanya akan diberikan kepada kendaraan yang berpelat kuning. Sedangkan kendaraan ojol adalah kendaraan milik pribadi yang digunakan untuk usaha sehingga tidak terkategori berhak mendapatkan subsidi.
Tak ayal, rencana Bahlil tersebut mendapat reaksi keras dari masyarakat, khususnya pengemudi ojek, baik yang online maupun ojek pangkalan (opang). Bahkan, Ketua Umum Asosiasi Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono mengancam akan menggelar demo besar-besaran jika kebijakan tersebut tetap dilaksanakan.
"Jika sampai ojol dilarang beli BBM bersubsidi, kami pastikan akan unjuk rasa besar-besaran di seluruh Indonesia," kata Igun. (Inilah.com, 2-12-2024)
Kebijakan Tidak Pro Rakyat
Larangan membeli Pertalite bersubsidi bagi ojol dengan alasan mereka memiliki motor pribadi, bukanlah kebijakan yang tepat. Sebab, tidak semua pengemudi ojol mampu membeli motor dengan kontan (kes). Banyak dari mereka yang mengambil kendaraan melalui leasing dengan harapan bisa membayar cicilan setiap bulannya dari hasil ngojek. Sayang, banyaknya persaingan mengakibatkan pendapatan pun berkurang. Terkadang menunggu seharian, orderan tak kunjung datang, kalaupun ada masih harus dipotong oleh operator sebesar 20 persen.
Ojol dilarang menggunakan Pertalite adalah kebijakan ngawur yang akan berdampak luas di tengah masyarakat. Hal ini tidak hanya dirasakan oleh pengemudi ojol, tetapi sampai kepada konsumen kelas bawah. Akibat dari kebijakan tersebut, terpaksa pengemudi ojol harus membeli Pertamax dengan harga yang lebih mahal, mau tidak mau mereka harus menaikkan tarif kepada konsumennya. Lagi-lagi rakyat kecil yang menanggung dampaknya.
Akibat dari Penerapan Kapitalisme
Dalam negara yang menerapkan kapitalisme, siapa pun penguasa dan pejabatnya, mereka bekerja bukan untuk rakyat. Meskipun sering mengatasnamakan rakyat, sejatinya mereka bekerja untuk dirinya sendiri, membangun dinasti, tunduk pada oligarki sampai semua keinginannya terpenuhi. Simbiosis mutualisme para penguasa dan pengusaha, mereka bekerja sama, saling mendukung, demi bisa tetap menancapkan kekuasaannya. Walhasil, rakyat hanya dijadikan tameng untuk meraih kekuasaan, setelah berkuasa rakyat pun ditinggalkan.
Pertalite adalah bahan bakar yang berasal dari minyak bumi. Sementara menurut pandangan Islam, minyak bumi merupakan salah satu bahan tambang yang termasuk kategori kepemilikan umum (milkiyyah ammah). Dari bentuknya, minyak bumi termasuk bahan tambang cair yang bisa menghasilkan energi atau tenaga yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, minyak bumi tidak boleh dikuasai oleh individu ataupun korporasi. Sebagaimana hadis dari Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud, "Manusia berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput, dan api." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Pengelolaan Tambang dalam Islam
Pengelolaan minyak bumi seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Adapun manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan minyak bumi kepada swasta apalagi asing. Hal ini dicontohkan oleh Rasulullah saw. saat mengambil kembali sebidang tanah yang beliau berikan kepada Abyadh bin Hammal, setelah ada seorang lelaki yang mengatakan bahwa tanah itu adalah tambak garam dengan sumber melimpah seperti air, tak akan terputus sumbernya.
Tindakan Rasulullah tersebut sekaligus menjadi dalil, hukum asalnya boleh kemudian menjadi tidak boleh karena adanya (illat) alasan sumber garam melimpah yang tidak terputus. Ini juga menunjukkan bahwa sumber tambang seperti minyak bumi yang memiliki deposit besar, menjadi tanggung jawab negara untuk mengelolanya. Negara mempunyai otoritas penuh dalam mengambil kebijakan mengatur dan mengelola sumber tambang tersebut, termasuk menunjuk siapa saja yang boleh melakukan penambangan. Keuntungan bukan untuk sang khalifah, tetapi seluruhnya demi kemaslahatan umat.
Semua itu hanya akan terwujud jika negara menerapkan sistem Islam secara kafah. Sebagai seorang pemimpin negara, khalifah senantiasa menerapkan syariat Islam dalam mengatur urusan negaranya. Aturan yang berasal dari Sang Maha Pencipta sekaligus Maha Pengatur, yang tidak mungkin berbuat zalim terhadap umatnya. Seorang khalifah dipilih bukan karena pencitraan, tetapi karena ketakwaannya sehingga dia meyakini bahwa semua akan diminta pertanggungjawabannya kelak di akhirat, di hadapan Allah Swt.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar