Kapitalisasi Pendidikan Berujung Pembullyan Siswa
Kapitalisasi pendidikan karena menjadi ladang bisnis.
OPINI
Oleh Suhartatik
Aktivitas Pendidik
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI-Pendidikan adalah hal yang sangat penting dalam menjalani kehidupan. Akan tetapi jika yang menjadi tolok ukur adalah mencari keuntungan, sangat disayangkan. Seperti yang terjadi dengan kondisi pendidikan sekarang. Di saat rakyat butuh pendidikan, tapi biaya minim karena orang tua tidak bekerja atau hanya pekerja buruh lepas yang menginginkan anaknya sekolah, dengan harapan agar masa depan anak tidak seperti yang dialami oleh orangtuanya.
Sebagaimana yang dialami MA siswa sekolah dasar (SD) swasta di Medan. MA dihukum duduk di lantai saat mengikuti pelajaran karena menunggak SPP selama 3 bulan dengan total Rp180.000. Ibu MA mengatakan bahwa penyebab adanya tunggakan karena dana Program Indonesia Pintar (PIP) di akhir tahun 2024 belum cair dan tidak memiliki uang sejumlah tagihan untuk membayar SPP.
Menurut Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian, bahwa tindakan yang dilakukan oleh guru SD swasta di Medan tidak etis dan telah melanggar prinsip-prinsip pendidikan. Meskipun sekolah swasta memiliki kebijakan mandiri dalam pengelolaan keuangan, tetapi ada batasan-batasan yang harus dijaga agar tindakan yang mereka lakukan tidak mencederai hak-hak siswa. (Kompas.com 12/01/2025)
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau yang sering disapa Cak Imin pun angkat bicara terkait permasalahan ini, beliau prihatin ada siswa dihukum duduk di lantai di kota Medan. Cak Imin menyampaikan kepada seluruh sekolah baik negeri maupun swasta agar mengadu ke pemerintah jika ada masalah. (Kompas.com 11/01/2025)
Sebenarnya permasalahan tidak hanya di uang SPP, akan tetapi terkait juga dengan pendidiknya, sarana dan prasarana, serta kurikulum yang berganti-ganti. Pendidikan secara umum belum memadai. Pendidikan seharusnya menjadi hak setiap rakyat, akan tetapi dalam sistem kapitalis negara tidak hadir secara nyata dalam mengurusnya.
Salah satu contoh, sarana pendidikan di era sekarang sudah serba canggih baru bisa dirasakan di sekolah perkotaan, sedangkan di pedesaan atau pelosok justru belum tersentuh. Belum lagi pendidiknya yang harus belajar sendiri melalui sosial media, sehingga menghasilkan pemahaman yang berbeda-beda tentang kurikulum merdeka.
Seolah-olah kurikulum hari ini dipaksakan harus bisa terlaksana entah bagaimana caranya. Akhirnya negara menyerahkan kepada swasta yang berorientasi mencari keuntungan. Hal ini menjadi tanda kapitalisasi pendidikan karena menjadi ladang bisnis.
Kasus dihukumnya siswa tidak akan terjadi ketika pendidikan dapat diakses secara gratis oleh semua siswa. Artinya setiap anak mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan, baik di daerah perkotaan maupun di daerah pelosok negeri ini. Hal ini bisa terjadi mengingat negara kita memiliki sumber daya alam melimpah, jika dikelola dengan benar semua rakyat akan bisa menikmati termasuk pendidikan gratis yang sangat mungkin terlaksana.
Islam menetapkan bahwa menyediakan pendidikan yang layak adalah kewajiban negara dan termasuk dalam layanan publik yang ditanggung langsung oleh negara. Negara menyediakan layanan pendidikan gratis untuk semua warga negara khilafah, baik untuk siswa kaya dan miskin, baik cerdas atau tidak. Islam mampu mewujudkannya karena memiliki sumber dana yang memadai.
Dana untuk pendidikan diambil dari pos kepemilikan umum. Dana ini digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana pendidikan juga guru yang berkualitas.
Layanan pendidikan sesuai dengan sistem Islam, sehingga kasus seperti yang dialami MA tentang keterlambatan membayar SPP tidak akan pernah terjadi dalam sistem Islam.
Wallahualam bisshawwab.
Komentar
Posting Komentar