Pendidikan Makin Rumit dalam Sistem Kapitalisme
OPINI
Penulis Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H.
Dosen FH-UMA
Muslimahkaffahmedia.eu.org-Tunjangan Kinerja (Tukin) yang selama ini menjadi satu sumber pendapatan tambahan bagi para pendidik dipastikan tidak akan cair pada tahun 2025. Hal ini diungkapkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jendral Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi, Togar Mangihut Simatupang dalam sebuah taklimat media yang digelar Kemendiktisaintek. Pemerintahann baru dengan harapan baru untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak ternyata tinggal angan-angan. (KLIKPENDIDIKAN.ID, 06-01-2025)
Dunia pendidikan kembali dibuat heboh dengan adanya kebijakan meniadakan tunjangan kinerja dan profesi dosen pada 2025. Alasannya, dikarenakan ketiadaan anggaran dan perubahan nomenklatur dalam Kabinet Prabowo Subianto. Kebijakan ini akhirnya menyebabkan gelombang aksi yang dilakukan oleh Aliasi Dosen ASN Kementerian Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) Seluruh Indonesia (ADKSI). Aksi Protes ini dilakukan secara simbolik dengan memberikan 50 karangan bunga ke Kantor Kemendiktisaintek pada Senin, 06-01-2025. (Tempo.com, 09-01-2025)
Tidak hanya dosen yang mengalami kesulitan. Di satu sisi, mahasiswa sebagai anak didik juga mengalami hal yang sama. Kartu Pintar Kuliah atau KIP Kuliah yang merupakan bantuan untuk biaya kuliah dan biaya hidup bagi mahasiswa D3, D4 dan S1 yang dijanjikan ternyata tidak mudah dan tidak semua calon mahasiswa bisa mendapatkan KIP tahun 2025. Ada tujuh kategori calon mahasiswa yang bisa mendaftar bantuan ini. Tujuan dari KIP ini adalah untuk mendorong calon mahasiswa dari keluarga miskin/rentan miskin agar bisa kuliah pada program studi unggulan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di seluruh Indonesia. Namun, persyaratan yang ditetapkan dan tidak semuanya calon mahasiswa dapat mendaftar bantuan ini membuat makin rumitnya untuk belajar di Perguruan Tinggi. (Kompas.com, 10-01-2025)
Pendidikan di Sistem Kapitalisme
Hal ini wajar terjadi dalam sistem kapitalisme-sekuler yang berdiri atas dasar pemisahan agama dengan kehidupan sehingga standar yang digunakan adalah materi. Tidak terkecuali dalam sistem pendidikan yang tegak atas dasar sistem ini. Dalam sistem ini pendidikan dijadikan komoditi yang bisa dibisniskan atau diperjualbelikan. Pendidikan adalah barang mewah (tersier) yang tidak semua orang dapat memilikinya.
Oleh karena itu, peran pendidik pun diabaikan. Pendidik yang merupakan pencetak generasi untuk menjadi pemimpin di masa depan, tidak diberikan perhatian penuh dalam kesejahteraan hidupnya, agar mereka fokus menjalankan tugasnya. Negara lepas tangan dengan kewajibannya dalam mencerdaskan bangsa bila menerapkan sistem kapitalis-sekuler ini. Negara hanya berperan menjadi regulator untuk memuluskan proyek-proyek para kapital, bukan untuk kemashlahatan rakyatnya, yang salah satunya adalah mendapatkan pendidikan.
Pendidikan dalam Sistem Islam
Islam memandang pendidikan termasuk para pendidiknya merupakan aset pembangunan bangsa yang sangat penting. Islam memandang pendidikan merupakan pilar suatu peradaban. Dalam Islam diwajibkan untuk menuntut ilmu bagi setiap muslim. “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim." (HR. Ibnu Majah)
Di masa kekhilafahan, para pendidik begitu dimuliakan seperti pada masa Umar bin Khathab. Pada masa beliau, gaji yang diberikan pada guru-guru masing-masing sebesar 25 dinar atau setara 29 juta rupiah. Selain upah, beliau juga memperhatikan sarana-sarana bagi para pendidik seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dan lain-lain. Biaya pendidikan pada masa itu pun gratis hingga pada masa keemasannya, Islam banyak melahirkan para intelektual yang ahli dalam bidangnya dan banyak melakukan penelitian yang bermanfaat untuk kemaslahatan seluruh masyarakat.
Bagaimana khilafah bisa memberikan pendidikan gratis dan sarana-sarana yang layak untuk pendidikan? Sistem Islam merupakan sistem yang sempurna dan paripurna yang mengatur segala lini kehidupan dengan syariat. Sistem Islam melahirkan sistem ekonomi yang unik, yakni dana pendidikan tidak diambil dari utang ataupun pajak yang memalak rakyat. Sistem ekonomi Islam menetapkan sumber pendapatan negara yang tidak mungkin terealisasikan oleh sistem negara yang menerapkan kapitalisme neolib seperti sekarang.
Pendapatan itu berasal dari pos fa’i, ghanimah, kharaj dan lain-lain yang lekat dengan hukum-hukum tentang jihad, hukum tentang kesatuan wilayah negara dan lain-lain. Selain itu, syariat menetapkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk menerapkan syariat di seluruh lini kehidupan untuk mengurusi umat (riayah). Negara akan benar-benar melaksanakan hal tersebut karena ini merupakan perintah Allah Swt. yang mana salah satunya dengan mengelola kekayaan milik umat (termasuk sumber kekayaan alam yang luar biasa) semata-mata demi kesejahteraan umat. Bukan diprivatisasi, dikapitalisasi, ataupun diswastanisasi.
Dengan diterapkannya sistem Islam yang menerapkan syariat di seluruh lini kehidupan, maka tidak hanya pendidik yang disejahterakan tapi seluruh manusia baik muslim maupun nonmuslim.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar