Racun Berbalut Madu dalam Program MBG
Program MBG bukanlah solusi. Adanya program ini malah mendatangkan masalah baru seperti, utang bertambah, pajak naik, dan negara terancam kedaulatannya.
OPINI
Oleh Luluk Kiftiyah
Pegiat Literasi
Muslimahkaffahnedia.eu.org-Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk menjalankan program makan bergizi gratis (MBG). Program MBG merupakan program global yang telah diimplementasikan di 188 negara dengan 53 negara menyediakan makanan bergizi gratis. Indonesia sebagai negara berkembang tidak mau ketinggalan untuk mengikuti kesuksesan negara lain sehingga berinisiatif mengadopsi progam MBG ini dengan versi Indonesia.
Program ini disambut bahagia dan semangat oleh masyarakat Indonesia. Terutama Ade Rezki Pratama, Anggota Komisi IX DPR RI mengapresiasi langkah pemerintah Presiden Prabowo Subianto yang telah menjalankan program MBG, yang notabene dinilai sebagai gebrakan baru atau angin segar. Program MBG merupakan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Program MBG juga menjadi tonggak penting dalam mencapai visi besar menuju Indonesia emas 2045, yaitu menghasilkan sumber daya manusia yang unggul. (jpnn.com, 11-01-2025)
Dalam 5 tahun kedepan, program ini ditargetkan dapat menyasar 82,9 juta penerima. Apabila program ini berjalan lancar, maka dana yang dibutuhkan dalam sehari sebesar Rp1,2 triliun. Jika dikalkulasi dalam setahun maka butuh Rp400 triliun. Dari program ini diharapkan dapat mengatasi stunting dan memperbaiki gizi masyarakat Indonesia. Mengingat besarnya dana yang dibutuhkan, ternyata program MBG ini tidak hanya didanai oleh APBN, melainkan ada investasi asing, dari dua negara besar yaitu Cina dan AS. (detik.com, 08-10-24)
Jika diperhatikan sekilas, program MBG ini nampak bagus. Apalagi menyangkut pemenuhan kesehatan gizi, yang akan diberikan kepada siswa PAUD, TK, SD, SMP, SMA, balita, ibu hamil dan menyusui. Tidak heran jika bantuan MBG ini ditunggu-tunggu oleh masyarakat.
Namun, pertanyaannya benarkah program MBG ini dapat memenuhi kesehatan gizi dan menyejahterakan rakyat? Padahal di sisi lain, arti kesehatan itu tidak hanya berkutat pada faktor makanan saja, melainkan memiliki tempat tinggal yang layak, juga termasuk faktor kesehatan yang urgen.
Artinya, adanya program MBG ini tidak menyentuh akar permasalahan rakyat. Sebab untuk mencapai Indonesia emas, tidak hanya membutuhkan makan saja, melainkan ada banyak hal. Terutama kesejahteraan pendidikan. Kenapa pendidikan? Karena dengan pendidikan yang berkualitas dan murah, Indonesia akan mampu bersaing dan menciptakan temuan-temuan baru. Dengan demikian negeri ini tidak akan bergantung pada asing. Sebagaimana hari ini, Indonesia terjerat utang luar negeri. Utang ini tidak menutup kemungkinan akan mengancam kedaulatan negara.
Mirisnya, dana program MBG didapat dari investasi atau utang. Utang dibayar dari hasil pungutan pajak, karena penghasilan terbesar negara diperoleh dari pajak. Pajak diambil dari rakyat. Bahkan baru-baru ini, pajak yang tadinya 11% kini naik menjadi 12%. Jadi sebenarnya, siapa yang membiayai program MBG?
Dari sini dapat dipahami, bahwa program MBG bukanlah solusi. Adanya program ini malah mendatangkan masalah baru seperti, utang bertambah, pajak naik, dan negara terancam kedaulatannya. Tidak salah jika menyebut program MBG ini seperti racun berbalut madu. Inilah hasil kebijakan yang diambil dari sistem demokrasi kapitalisme. Kebijakan yang diterapkan sama sekali tidak berpihak pada rakyat. Alih-alih menyejahterakan, nyatanya makin menyengsarakan rakyat.
Akan berbeda ketika sistem Islam kafah yang diterapkan. Seorang khalifah akan berhati-hati dan jeli dalam melakukan kesepakatan politik. Bahkan, Islam melarang mempunyai hubungan strategis dengan kafir harbi. Apalagi urusan utang, yang mana akan berpengaruh pada instrumen perpolitikan. Sebab, khalifah bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Imam adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, khalifah tidak akan mudah melakukan kerja sama dengan orang kafir, apalagi menerima investasi. Sedangkan, dalam memenuhi kesehatan, negara Daulah Islam mengambil biayanya dari kas negara atau baitulmal. Kas negara diperoleh dari harta kepemilikan umum, sebagaimana hadis berikut,
اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمنَهُ حَرَامٌ
Artinya: Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api; dan harganya adalah haram. (HR. Ibnu Majah)
Baik air (sungai, laut, danau, dan termasuk kekayaan di dalamnya), padang rumput (hutan yang luas), dan api yang meliputi barang tambang (gas, tembaga, minyak bumi, emas), serta apapun yang ada di perut bumi dikelola oleh negara, yang mana hasilnya dikembalikan lagi untuk kepentingan rakyat.
Dengan demikian, negara tidak akan kekurangan apalagi sampai berutang pada asing. Inilah indahnya sistem Islam kafah apabila diterapkan. Di mana Islam memandang bahwa sumber air yang mengalir seperti sumur-sumur minyak, dan tambang-tambang bukanlah milik negara ataupun pribadi. Sebagaimana asas sistem kapitalis liberal yang semuanya di kapitalisasi. Oleh karena itu, sumber daya alam (SDA) yang sifatnya banyak dan tidak terputus haram diprivatisasi, karena termasuk milik umum dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Dari sini dapat dipastikan, tidak hanya kesehatan rakyat yang terpenuhi melainkan semua kebutuhan dasarnya. Yaitu, kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, dan keamanannya. Negara juga memiliki power di kancah internasional, karena tidak bergantung pada utang negara lain. Begitulah cara Islam mengatur tata kelola sumber daya alam yang ada sehingga hak dan kewajiban dapat berjalan sesuai syariat Allah Swt. Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar