Energi dan Pangan Dirampas, Rakyat Menjerit di Tengah Korupsi Tanpa Batas


OPINI

Agama dan kekuasaan ibarat saudara kembar tidak akan terjadi pelanggaran seperti korupsi, perzinaan, pencurian dan lain-lain. 

Oleh Isna Anafiah

Aktivis Muslimah 


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Belum kering ingatan publik atas kasus dugaan korupsi di tubuh Pertamina, kini muncul lagi dugaan penyelewengan dalam program Minyakkita. Fenomena ini menunjukkan betapa rentannya sektor energi dan pangan kita terhadap praktik kotor yang menyengsarakan. Kasus ini bukanlah sekedar isu melainkan ancaman serius bagi perekonomian dan kepercayaan publik. 


Seharusnya energi dan pangan dikelola untuk kepentingan rakyat bukan untuk menjadi bancakan. Kasus korupsi dan kecurangan produsen di negeri ini seperti film berseri, cerita utamanya selalu sama, yaitu penyelewengan kekuasaan,  menyengsarakan rakyat dan penghiatan terhadap rakyat. Akan tetapi pemain dan lokasi syutingnya yang berbeda. Selain itu modusnya lebih canggih. Namun ujung - ujungnya tetap skenario lama. Pada akhirnya rakyat yang dirugikan, negara di korbankan dan keadilan selalu dipertanyakan.


Minyakkita merupakan Minyak goreng yang tengah menjadi sorotan publik, diduga terdapat kecurangan pada kemasan yang tidak sesuai dengan takaran yang ada pada kemasan. 


Temuan adanya kecurangan Minyakkita  diperkuat melalui pernyataan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman. Ia mendapati adanya kecurangan pada Minyakkita saat sedang keliling dan sidak di pasar guna mengetahui kondisi pasar. Ketika sidak, selain menemukan isi kemasan telah disunat tidak sesuai dengan tulisan yang ada label kemasan. Yaitu 750 militer dan 800 militer padahal di kemasan tertera 1 liter. Selain itu, ia juga menemukan harga jualnya dinaikkan tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang harusnya hanya Rp15.700 perliter, melainkan dijual dengan harga Rp18.000. Satgas Pangan diminta untuk menelusuri perusahaan yang telah mengelola Minyakkita untuk segera diproses jika terbukti telah menyunat berat kemasan. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa produsen Minyakkita harus dipidana dan perdata. Akan tetapi para pedagang Minyakkita di pasar tidak boleh ditindak karena mereka merupakan pihak yang telah dirugikan. Polri pun langsung melakukan penyidikan terhadap temuan Menteri Pertanian (Mentan). www.liputan6.com 11/03/2025


Selain itu, di pasaran juga telah ditemukan praktik kecurangan Minyakkita, tidak hanya soal harga yang tidak sesuai HET,  berat tidak sesuai label kemasan, ternyata di Gorontalo telah ditemukan produsen yang mengoplos Minyakkita dengan minyak curah sejak November 2024 hingga mendapatkan keuntungan sebesar Rp 25 juta dalam praktiknya. Bahkan praktik kecurangan ini pun telah terjadi diberbagai daerah seperti di Bogor dan Jawa Timur. Mirisnya, pemerintah tidak melakukan pengawasan sejak dini, harusnya pemerintah melakukan berbagai mekanisme agar ketersediaan pangan tidak menyengsarakan rakyat.  Praktik kecurangan produsen dan korupsi merupakan masalah sistemik sehingga harus di selesaikan secara sitemik.


Penyebab praktik korupsi langgeng hingga menjadi budaya karena penegakan hukum yang tumpul ke atas. Para pelaku tidak mendapatkan hukuman dan sanksi yang tegas, sistem birokrasi telah membuka celah pungli dan manipulasi, minimnya akuntabilitas dan transparansi. Akhirnya mereka yang menjadi pemimpin dan memiliki wewenang untuk mengelola keuangan negara selalu mencari celah serta kesempatan dalam berbagai kebijakan. Seperti halnya posisi Direktur Utama dan komisaris PT Pertamina yang di gaji fantastis oleh negara. Bukan puluhan juta atau ratusan juta, melainkan Rp1,816 miliar perbulan. Belum lagi mereka juga mendapatkan berbagai fasilitas dari negara seperti tunjangan kinerja, asuransi kesehatan, kendaraan dinas, perumahan, tunjangan hari raya (THR), dan bantuan hukum. Seharusnya dengan pendapatan yang fantatis dan berbagai fasilitas, mereka tidak tergiur untuk melakukan praktik korupsi yang telah merugikan negara hingga 193,7 triliun. Namun, realitas berkata lain. 


Miris, kehidupan rakyat semakin sulit. Sudah bisa survive (bertahan hidup) saja mereka sudah bersyukur. Namun, di tengah sulitnya kehidupan rakyat, pemerintah justru sibuk memperkaya diri dengan cara melakukan praktik korupsi dan melakukan kecurangan pangan. Padahal, sektor energi dan pangan merupakan dua komuditas yang dibutuhkan rakyat. 


Itulah, gambaran pemerintah dan pengusaha yang tidak amanah serta tidak memiliki empati kepada rakyatnya. Mereka yang sangat berambisi terhadap kekuasaan, akan menjadi orang yang serakah dan berambisius terhadap jabatan. Orang seperti itu akan mudah terdorong melakukan praktik korupsi secara berjamaah. Korupsi yang menggurita dalam sistem saat ini merupakan sebuah penghianatan amanah kekuasaan dan wewenang, yang terlihat indah di dunia, dan memberikan kemewahan, namun akan menjadi penyesalan dan kerugian kelak di akhirat pada hari Kiamat sebagaimana sabda Rasulullah saw. :


"Sungguh kalian akan berambisi terhadap kekuasaan, sementara kekuasaan itu berpotensi menjadi penyesalan dan kerugian pada hari kiamat". (HR. Al-Bukhari)


Penyebab kasus korupsi seperti film berseri karena sistem saat ini telah membuka peluang melakukan praktik korupsi di berbagai level. Mulai dari pejabat desa hingga pejabat negara melakukan pengkhianatan amanah jabatan, kekuasaan, dan wewenang. Berbagai lembaga negara tidak ada yang lolos dari praktik korupsi, seperti lembaga eksekutif, legislatif,  serta yudikatif. Yang membuat kasus korupsi sulit di bongkar, karena para pelaku membungkusnya dengan rapi sehingga sulit dibuktikan secara langsung. Selain itu mereka pun saling menggenggam rahasia satu sama lain, agar tidak terbongkar. Mereka bersikap saling melindungi, hingga muncul istilah lingkaran setan. Bahkan praktik korupsi seolah sudah menjadi hal yang wajar dalam sistem saat ini karena tidak ada pengawasan yang ketat. Hal ini jika terus dibiarkan, maka praktik korupsi akan semakin menggurita hingga menjadi tradisi bagi orang-orang yang memiliki wewenang atau kekuasaan.


Mahalnya biaya pesta demokrasi telah mendorong para pejabat terpilih harus mengembalikan modal yang telah dikeluarkan. Bahkan tak jarang mereka memikirkan cara mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari investasi politik mereka. Biaya  politik yang tinggi telah membuat para pejabat terpilih tergantung pada sponsor-sponsornya. Sehingga saat sudah menjabat mereka harus "balas budi"  melalui proyek-proyek pemerintah, jual beli jabatan atau izin usaha yang syarat kepentingan. Bahkan mantan penasihat pemberantas korupsi (KPK) Dr. Abdullah Hehamahua M.M mengatakan, "Kekuasaan itu cenderung pada korupsi dan kekuasaan yang absolut korupsinya pasti merajarela karena korupsi telah dijadikan jalan cepat untuk mengembalikan modal. Namun, praktik korupsi bukan sekadar masalah individu melainkan sudah terstruktur dari Hulu ke hilir. Dalam sistem kapitalis demokrasi tidak ada yang namanya halal haram karena berdiri di atas sekularisme dan liberalisme (memisahkan agama dari kehidupan dan kebebasan). 


Begitulah fakta hukum yang tidak menggunakan standar halal haram. Kejahatan tidak ditentukan oleh benar atau salah, akan tetapi berdasarkan materi. Sistem sanksi yang berlaku dalam demokrasi kapitalis tidak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku. Sehingga kasus korupsi pun terus berulang dengan modus yang berbeda, serta dengan cara yang lebih canggih dan jumlahnya lebih fantastis. Keimanan yang lemah dan tidak memahami ajaran Islam dengan benar. Sistem pendidikan yang sekuler telah menjadi penyebab lahirnya individu-individu serakah. Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok dengan menguasai milik umum, dan mengkapitalisasi hak publik. Karena sistem buruk akan melahirkan pejabat yang buruk. 


Untuk itu negeri ini membutuhkan sistem yang baik dan ideal yang mampu melahirkan pemimpin atau pejabat yang baik dan amanah yang mampu menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Generasi unggul dan pejabat anti korupsi hanya bisa terealisasi jika Islam diterapkan secara sempurna dalam level negara. Islam memiliki mekanisme untuk merealisasikannya melalui tiga pilar yaitu individu,  masyarakat dan negara. Sistem Islam akan menjadikan setiap individu taat syariat dan menjauhi beragam kemaksiatan. 


Maka melalui sistem pendidikan Islam, khilafah akan mencetak generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami. Sistem pendidikan Islam kurikulumnya menggaungkan keimanan dan ilmu kehidupan seperti teknologi, sains dan lain-lain. Sistem yang berasaskan aqidah Islam akan melahirkan generasi unggul dan cemerlang, mereka sangat beriman dan bertakwa. Serta didukung oleh sistem ekonomi Islam yang telah terbukti mampu menyejahterakan. Semua kebijakannya bersumber dari syariat Islam. Semua lapisan masyarakat dalam sistem Islam dapat menikmati pendidikan secara gratis. Sehingga individu-individu yang bertakwa akan melahirkan masyarakat yang Islami. Mereka senantiasa melakukan amal ma'ruf nahi mungkar bahkan mereka pun siap memikul beban peradaban hanya untuk tersebarnya dakwah Islam. Dan negara akan menerapkan sistem sanksi yang tegas dan mampu memberikan efek jera. Sehingga dapat mencegah terulangnya kejahatan serupa, bahkan kasus korupsi tidak akan terus berulang karena diberantas hingga tuntas. 


Rasulullah saw. pun menjelaskan larangan orang yang diangkat menjadi pejabat dan sudah digaji mengambil harta selain gaji. Rasulullah saw. bersabda, 

"Siapa saja yang telah kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuk dia maka yang dia ambil selain itu adalah harta ghulul (haram)". (HR.Abu Dawud dan Al-Hakim)


Oleh karena itu, dalam sistem Islam, ilmu agama akan menjadi prioritas utama, sebab, aqidah Islam mampu membentuk generasi yang tangguh dan berkeperibadian Islam, selain itu mereka pun memiliki kesadaran hubungan dirinya dengan Allah sang pencipta (ruh). Setiap perbuatannya akan selalu disandarkan dengan syariat Islam, mereka memahami bahwa kekuasaan itu merupakan amanah dan akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Swt. kelak di akhirat. 


Di dalam Islam kekuasaan merupakan metode untuk menerapkan Islam. Imam al Ghazali mengatakan bahwa, 


"Agama dan kekuasaan (ibarat) saudara kembar. Agama adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa pondasi akan runtuh. Sesuatu tanpa penjaga akan lenyap".


Oleh karena itu, jika para pejabat memahami, bahwa agama dan kekuasaan ibarat saudara kembar tidak akan terjadi pelanggaran seperti korupsi,  perzinaan, pencurian dan lain-lain.  Sebab ada kekuasaan yang mampu mencegahnya. Sehingga tidak akan ada yang berani melakukan korupsi ratusan triliun.  Mereka sangat memahami bahwa setiap perbuatannya selalu di awasi oleh Allah Swt. Generasi unggul dan cemerlang serta berkeperibadian Islam tidak sibuk memperkaya diri sendiri atau kelompok. Justru meraka sangat memperhatikan kemanfaatan ilmu bagi kehidupan umat.


Ketaatan dan ketakwaan mampu mendorongnya untuk mengkontribusikan ilmunya untuk kemaslahatan, serta kebaikan keseluruhan penjuru dunia hingga Islam menjadi rahmat lil alamin. Maka saat terpilih menjadi seorang pejabat dan memiliki kekuasaan, ia akan menjalankan amanah tersebut sebagaimana mestinya. Selain itu sistem politik khilafah akan menutup celah terjadinya korupsi. Sebab sistem Islam menjamin kesejahteraan per individu, karena kekuasaan dan jabatan akan dimintai pertanggung jawaban baik di dunia maupun di akhirat. 


Sehingga para pejabat terpilih akan senantiasa menjalankan amanah kekuasaannya dengan optimal sesuai syariat. Selain itu sistem Islam memiliki sanksi yang tegas bersifat zawabir (penebus dosa) dan  zawajir (mencegah manusia melakukan kejahatan).


Itulah mekanisme Islam dalam mencetak generasi unggul, cemerlang serta berkepribadian Islam yang mampu mencegah terjadinya korupsi. 


Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan